Novel Jambi, “Pemburu Emas” – By Monas Junior

Novel Jambi "Pemburu Emas" Legenda Bermula by Monas Junior
Novel Jambi "Pemburu Emas" Legenda Bermula by Monas Junior

Pada papan pengumuman diberitahukan bahwa on-air terlambat dari schedule. Mendengar itu, aku duduk di salah satu kursi tunggu, memindahkan tas dari punggung ke pangkuan, lalu menatap ke lantai. Saat itulah wajah Novi si Gadis Anime membayang di antara sepatu dan lantai.

“Kamu sudah sehat? Kok ndak masuk?”

Novi berdiri di dekat motor matic-ku. Parkiran sedang sepi di jam 08.30 WIB. Kali ini kami benar-benar berdua saja.

Bacaan Lainnya

“Ada urusan sangat penting. Aku izin seminggu. Minta tolong, ya, kasih surat ini ke Bu Nani.”

Kuserahkan dua pucuk surat kepada Novi.

“Kamu mau ke mana?”

Novi mengernyitkan dahinya yang putih. Raut mukanya menyiratkan pertanyaan.

“Gak jauh kok. Aku gak bisa jauh dari kamu, cuma mutar-mutar sampai capek, habis itu balik lagi.

“Balik ke mana?”

“Ya ke kamu.”

Dia tak bisa menahan senyum.

“Ih serius. Mau ke mana?”

Aku turun dari motor. Memasang wajah kaku dan menatap tajam ke matanya yang hitam bening. Dua tanganku menggapai tangan kanannya. Yang kanan di tapak bagian bawah, yang kiri di punggung tangannya.

“Vi, aku tidak tahu apa yang terjadi sama aku beberapa hari ini. Tapi aku tahu, apapun dan siapapun aku yang dulu atau esok, aku tetaplah aku yang kau kenal. Pengagum setiamu, perindu yang mengalahkan pungguk, dan pencinta yang tak terkalahkan. Maaf kalau selama ini aku belum punya keberanian mengungkapnya. Tapi aku yakin kau pasti tahu, bahwa aku, mencintaimu tanpa bisa kau bendung.”

Entah dari mana kata-kata itu tercipta. Novi diam.

Aku merasa seperti memiliki kekuatan sejuta tenaga nuklir, semiliar kecerdasan Gibran, dan triliunan kecepatan Rossi. Semua meluncur tepat mengenai hati gadis cantik yang kini tercenung di depanku.

Bibirnya menganga, matanya terbuka lebar. Menyadari itu, aku melepas tangannya, lalu dengan telunjuk kanan kusentuh bibirnya yang tanpa olesan apapun tapi tetap merah. Rasanya dingin-dingin basah di ujung jari.

“Aku mencintaimu. Cuma itu yang perlu kau tahu. Dan jangan mengkhawatirkanku, karena ke mana aku pergi, pasti kau ada di situ.”

Pelan-pelan, bibirnya mengatup. Matanya mulai teduh. Diambilnya telunjukku dari bibirnya, digenggamnya, lalu dibiarkannya dalam genggaman itu hingga beberapa saat.

“Janji!?”

Aku mengangguk. Matanya mulai berkaca-kaca. Ada kesedihan kulihat disana. Ah, Novi, bersabarlah, sayang. Aku cuma sebentar, bisik hatiku sambil memacu motor ke rumah.

Pos terkait