Oleh : Musri Nauli
Kerbau memiliki peran dan makna simbolik yang signifikan dalam adat dan kebudayaan masyarakat Melayu Jambi, terutama yang terekam dalam Seloko (peribahasa adat). Hewan ini tidak hanya berfungsi dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga melambangkan kekuatan, kemakmuran, dan merupakan bagian penting dari berbagai prosesi adat.
Makna dan Simbolisme Kerbau
Dalam konteks adat Melayu Jambi, kerbau melambangkan beberapa hal esensial. Kerbau disebut dalam seloko yang menggambarkan pemimpin yang direstui oleh alam semesta.
“Alam menjadi. Padi menguning. Rumput hijau. Kerbo gepuk. Ke aek cemeti keno. Ke darat durian gugu”.
Kehadiran “Kerbo gepuk” (Kerbau gemuk) bersama dengan padi menguning dan durian gugur merupakan tanda bahwa ekosistem berjalan baik dan alam merestui kelahiran serta kepemimpinan di daerah tersebut.
Secara umum, kerbau merupakan simbol yang berarti kokoh atau kuat. Simbol ini melambangkan bahwa penegakan hukum adat harus tegas dan kuat pendirian tanpa pandang bulu dan tidak dapat dipengaruhi.
Kepala kerbau juga digunakan dalam prosesi adat besar. Di Kota Jambi, pengukuhan gelar adat besar melalui serangkaian prosesi adat, termasuk menginjak kepala kerbau sebelum naik ke Balai Adat. Kepala kerbau merupakan tanda pemberian gelar atau prosesi adat yang penting.
Peran dan Tugas Adat yang Melibatkan Kerbau Kerbau juga terkait langsung dengan tugas dan kewajiban dari salah satu suku dalam Kerajaan Nan Dua Belas Bangsa/Perisai Rajo. Salah satu tugas Perisai (Suku) Pemas Pemayung—yang keturunannya adalah Rangga Emas dengan gelar Puspo Wijoyo/Pangeran Keramo Yudho dan menjabat Temenggung—adalah pengadaan kerbau.
Tugas pengadaan kerbau ini dilakukan jikai ada sedekah atau penobatan Raja. Mereka juga bertugas menyediakan Kelapa Seratus, beras serratus gantang, dan asam garamnya.
Sanksi Adat dan Kerbau.
Kerbau, sebagai hewan bernilai tinggi, juga dijadikan tolok ukur atau bagian dari pembayaran sanksi adat yang berat. Sanksi adat tertinggi dan terberat yaitu Mati di bangun (membunuh orang lain) dihukum membayar bangun bampa satu ekor kerbau, seratus gantang beras, dan sekayu kain putih.
Pelanggaran terhadap larangan adat untuk menebang pohon sialang yang dianggap keramat atau melakukan “membuka pebalaian” di Marga Sumay dikenakan sanksi berat yang mencakup: kerbau sekok (satu ekor kerbau), kain putih 100 kayu, beras 100 gantang, kelapa 100 butir, selemak semanis seasam segaram, dan ditambah denda Rp 30 juta. (*)
Advokat. Tinggal di Jambi






