Novel Jambi, Gadis Bersenyum Surga (Babak 7) By Monas Junior

“Hanya perempuan yang mengenal lelaki dengan baik. Tetapi perempuan hanya mampu mengenali dirinya sendiri.”

Kampus Unja Mendalo, jelang siang pukul 11.00 WIB.

Anas di kantin gedung satu fakultas bagian belakang kampus luas itu. Ia mondar-mandir di dekat kanti, berkali-kali diteleponnya seseorang, tapi tak digubris.

Bacaan Lainnya

Mungkin masih ada kuliah, Anas membatin.

Ia duduk di antara mahasiswa lain, memesan kopi, lalu kembali menyiksa HP-nya.

Suara diseberang menyahut, dijelaskannya posisi kini ia berada, kemudian dimatikan gadget andalan itu.

Tak lama Nda muncul setengah berlari ke arahnya.

“Kenapa, Bang? Ada masalah apa?”

Adiknya yang manis itu terlihat panik. Ia berdiri, menyeret adiknya menjauh dari kantin.

“Ajarin Abang…”

“Hah?”

“Iya, ajarin Abang bikin cewek jatuh cinta.”

Nda kaget. Kecemesannya berganti rasa geli yang menggelitik.

“Ciye yang lagi jatuh cinta…”

“Hush!”

Anas dengan cepat menutup mulut Nda dengan tangannya.

“Ajarin…” bisiknya.

Di balik tangan Anas, masih tersisa senyum geli Nda. Pelan-pelan Nda melepas tangan itu.

“Nanti malam aja, Nda masih ada satu kuliah lagi.”

“Ndak mau. Sekarang.”

“Adui yang ngejar deadline cinta.”

“Tolong Nda. Hanya peremuan yang mengenal lelaki dengan baik, tetapi hanya perempuan yang mengenal perempuan dengan jauh lebih baik.”

Nda menggeleng. “Abang salah. Kadang kami perempuan pun tak bisa mengenali perempuan lain dengan baik. Perempuan hanya mengenali dirinya sendiri, bukan orang lain.”

Anas terdiam. Berusaha mencerna, tapi tak berhasil.

“Tapi setidaknya perempuan bisa membaca apa yang ia butuhkan seperti yang dibutuhkan perempuan lain. Karena itu, tolong lah Dek…”

Nda mendengus. Lalu mengajak Abang-nya yang sudah bisa dipastikan tak mandi itu ke belakang ruang kelas, jarak 20 meter dari kantin. Kopi yang terlanjur dipesan Anas menanti dengan sia-sia di meja kantin.

Duduk di lantai teras, Nda menbagian depank jadi guru les pribadi pelajaran cinta untuk Anas. Sejam berlalu, Anas merasa kursus singkat itu sudah cukup untuknya.

Ditinggalkannya Nda yang protes, dipacunya motor ke kampus Ungu sejauh 30 kilometer dari kampus oranye ini. Sampai di kampus, Anas buru-buru mencari Gadis Mungil yang Cantik itu. Saat itulah ia mengakui kepada hatinya bahwa ia telah jatuh cinta. Sungguh-sungguh jatuh cinta.

Dari awalnya sekadar tantangan, kini berujung cinta yang menggebu-gebu. Anas merasa malu dengan hatinya karena telah membantah di awal. Malu pula dengan Cupid yang tersenyum mengejak di atas kepalanya. Dan malu dengan keangkuhannya sendiri yang kini bertekuk lutut.

Setelah hampir seluruh sudut kampus tak ditemuinya gadis itu, ia duduk sekenanya di kantin seberang.  Masih dengan gaya urakan ala gondrong jalanan, Anas memesan kopi untuk ke dua kalinya tapi di tempat yang berbeda.

Kali ini kopi itu sempat dihirupnya dengan bantuan tangan kiri, sementara tangan kanannya sibuk mengetik SMS.

“Apa kau tahu? Hari ini aku sudah mencari-cari keindahan lain di dunia ini selain senyummu, tapi tak kutemui.”

Pesan terkirim. Ia berharap Neneng membacanya dengan hati yang berbunga-bunga. Senyumnya merekah.

Di tempat lain, gedung Taman Budaya, Neneng membuka HP dan membaca SMS itu. Lalu mengulang-ulang teks SMS dari Anas dengan perlahan.

Apa yang diharapkan Anas hanya impian belaka. Karena setelah membaca SMS itu untuk kedua kalinya, Neneng memasukkan HP lalu melanjutkan latihan baca puisi bersama sahabat-sahabatnya.

Tak ada yang istimewa… Tak ada…

Sepulang dari Taman Budaya, Neneng pulang. Di rumah, ia bergegas mandi dan siap-siap untuk pergi lagi. Ada keluarga dari kampung yang dirawat di rumah sakit, dan ia ditugaskan Emak-nya untuk menjenguk di RSUD.

Tepat sebelum keluar rumah, ada SMS masuk lagi dari nomor yang sama.

“Aku cemburu dengan petang. Ia selalu berhasil menemanimu di saat kau lelah. Andai ia mau berbagi tempat… Betapa bahagianya aku.”

Neneng terpaku menatap SMS itu. Dibacanya untuk kedua kalinya, hati Neneng mulai bergetar halus.

Perlahan-lahan, ada garis ke atas di sudut bibir Neneng. Ia tersenyum… tanpa sadar.

Mulai istimewa… Mulai…

(Pelajaran pertama: Rayulah dia)

Usai Magrib, jelang Subuh, jelang siang, petang dekat Magrib, HP Neneng dipenuhi puisi-puisi singkat yang kaya rasa.

Mulanya ia berusaha tak peduli, tapi setelah seminggu penuh dibanjiri puisi-puisi yang menggoda rasa, Neneng jadi menanti-nanti SMS-SMS dari Anas. Pria gondrong selengean yang tak pernah menjumpainya lagi pasca pertemuan di ruang UKM itu.

Sesekali ia berharap Anas menelepon. Sekadar say hai satu dua kata, selepas itu pergi lagi, tapi tak terjadi. Betapa sabarnya lelaki itu, batin Neneng.

Akhir bulan depan di tanggal yang sama, lagi-lagi pulsa yang sama dengan nilai yang sama masuk ke HP-nya. Tetapi seharian itu tak ada puisi untuknya.

Begitupun pagi esok, siang, petang, malam, subuh lagi, sama sekali tak ada sarapan, makan siang dan makan malam berupa rangkaian kata-kata indah buatnya. Neneng mulai butuh.

Sangat istimewa… sangat…

(Pelajaran kedua: mundur sejenak, buatlah ia rindu)

Dua pekan sudah ia tak menerima asupan puisi untuk hatinya dari Anas, selain bulir-bulir rindu yang mulai mengusik hari-harinya.

Satu malam, SMS itu tiba!

“Hei kau gadis yang bersenyum surga. Apa kau sudah menemukanku di dalam hatimu?”

Lalu hilang, lagi…

***

Update setiap pagi, kecuali lagi ndak mood… 

LANJUT KE BABAK 8
KEMBALI KE BABAK 6

Indeks Novel Jambi Gadis Bersenyum Surga By Monas Junior

BABAK 1
BABAK 2
BABAK 3
BABAK 4
BABAK 5
BABAK 6
BABAK 7
BABAK 8

 

Pos terkait