Novel Jambi, Gadis Bersenyum Surga (Babak 8) By Monas Junior

Ada yang ikut dengan gadis mungil yang cantik itu. Sebagian hatinya. Ya, kini tinggal sebagian lagi, dan ia merasa hampa.

Pagi Senin, Mid Semester pertama bagi Anas. Ia sudah di kampus ungu ini sejak jam 6 pagi. Bingung mau berbuat apa, karena buku dan segala pelajaran sudah tertinggal jauh sejak ia bergelut di dunia berita, berita dan berita.

Saat-saat jelang ujian seperti ini sangat menakutkan baginya. Lebih menakutkan dari mewawancarai puluhan pelaku pembunuhan sadis. Ya, karena itu, ia sudah sedari pagi di gerbang kampus berpagar hitam ini tanpa tahu akan berbuat apa setelah memasuki gedung yang entah kenapa harus dicat ungu seperti itu.

Bacaan Lainnya

Lelaki berkumis tebal mirip tokoh Pak Raden di serial Unyil berjalan keluar, lalu membuka pagar gerbang untuk Anas.

“Ayam atau Bos Anas yang kalah pagi ni?”

Pak Raden yang bernama Ahmad itu terkekeh, perutnya yang buncit berguncang.

“Matahari juga kalah Pak!”

Giliran Anas tertawa. Sangat dipaksakan.

Ia benar-benar galau. Sejak masuk semester lalu, hanya ocehan-ocehan dosen saja yang teringat olehnya. Tak satu materi pun yang nyangkut di susunan sarafnya.

Memarkir motor di dekat ruang UKM Kesenian, Anas berjalan gontai ke arah ruang BAAK. Berdiri di depan pintu, ia lagi-lagi disambut sepi tak bertuan hingga sejam kemudian.

Satu dua dosen sudah datang. Percaya atau tidak, kesemua wajah itu tak dikenali Anas. Bertahun-tahun off di kampus ini membuat ia seperti orang asing. Benar-benar merasa hidup sendirian.

Lalu Pak Mus tiba.

“Pagi, Pak.”

“Pagi, Nas.  Wartawan bisa bangun pagi juga rupanya?”

“Belum tidur, Pak.”

“Sudah saya duga.”

lelaki itu tertawa lepas. Benar-benar keceriaan yang dibutuhkan Anas di pagi sesulit ini.

Setelah mempersilakan Anas masuk, lobi-lobi berikut terjadi di dalam ruang Pak Mus. Finalnya, Anas tetap harus ikut ujian mid semester dengan pemberlakuan khusus.

Yap. Pemberlakuan khusus yang dibutuhkan bagi seorang yang hampir DO.

Masih bertanya-tanya dalam hati, Anas menjejaki satu per satu anak tangga ke lantai 2, menuju ruang mid semester mata kuliah Pemograman dengan rangkaian algoritma kompleks. Satu lagi hal menakutkan yang membuat lututnya gemetar.

Tetapi semua itu sirna ketika seorang gadis yang hatinya memujanya dengan sungguh-sungguh, datang ke arahnya dengan senyuman yang tak berhingga.

“Adek…”

“Kak…”

Neneng kembali mengurai senyum manis. Benar-benar manisss…

“Adek ujian di sini?” kata Anas setelah menguasai debaran jantungnya yang tak karuan.

Neneng mengangguk.

Sekarang senyum Anas mengembang, tapi tak bisa menyaingi gadis pemilik senyum terindah itu.

“Nanti sebelahan ya, Kakak mau nyontek.”

Neneng merungut. Bibirnya dimonyongkan ke depan.

“Tolong lah… Pliiisss….”

“Tapi kalau adek tau jawabannya, ya.”

“Oke.”

Mata Anas berbinar-binar, berkerlap-kerlip seperti kunang-kunang terbang di atas malamnya yang gelap.

Di meja bagian depan, ia benar-benar berhasil duduk berdampingan dengan Neneng. Pasukan beralmamater ungu bermunculan dari balik pintu, lalu riuh menempati posisi duduk masing-masing.

Tak lama ruangan penuh.

Anas masih sempat mencuri pandang Neneng yang terlihat sedang sibuk mengeluarkan alat tulis. Ia tak pernah bosan memandangi gadis yang setiap hari membuatnya selalu jatuh cinta itu.

Mengenakan kemeja putih lengan panjang, rok hitam selutut, kaos kaki putih, sepatu hitam, rambut indah lurus dibiarkan tergerai dihiasi bando putih, gadis mungil ini persis seperti pertama kali ditemuinya beberapa bulan lalu. Tak pernah berubah, selalu berhasil membuatnya terpesona.

Seorang dosen masuk. Wanita, tinggi, kurus tanpa senyum. Benar-benar flat.

Penghuni ruangan langsung hening. Menanti instruksi dari wanita tanpa senyum yang berdiri di depan white board sambil memeluk plastik putih berisi naskah soal ujian.

Setelah memandang seisi ruangan, ia duduk, lalu mengeluarkan daftar absensi. Ruangan masih hening. Menanti-nanti instruksi.

“Anas!”

Suaranya meledak! Ini membuat Anas terlonjak saking tak percaya bahwa suara semenggelegar itu bisa keluar dari wanita bertubuh minimalis tapi tinggi itu.

“Siap, Buk!”

“Ke depan.”

Anas yang belum mampu menguasai rasa kagetnya tetap memaksakan langkah ke depan, mendekati meja berplitur kuning dengan wanita bersuara keras di baliknya.

“Iya, Buk?”

“Mendekat.”

Anas mendekat, sekarang mereka sangat dekat sampai-sampai suara bisikan sekecil apapun bisa didengar keduanya.

“Pesan Bapak, kamu bawa soal ini keluar, isi, lalu kembali ke sini bawa lembar jawaban yang sudah diisi. Paham?”

Anas mengangguk. “Ini rahasia penting. Orang lain tak boleh tahu,” kata hatinya.

Setelah lembar soal dan lembar jawaban di tangan kanannya, Anas bergegas balik ke meja di sebelah Neneng, mengangguk manis ke Neneng, lalu mengambil alat tulis dan tas sandang untuk kemudian berjalan cepat keluar ruangan.

Neneng tinggal dengan tatapan bingung dan rasa penasaran mendalam. Tapi instruksi dari Bu Linda membalikkannya ke suasana ujian.

***

“Hei gadis mungil yang cantik…”

Neneng kaget ketika bahunya ditepuk seseorang dari belakang. Saat itu ia sedang siap-siap naik motor di parkir kampus usai mid.

“Kakak? Tadi kok keluar ruang ujian?”

Anas tersenyum ceria. Ringan.

“Tadi ada urusan dikit. Eh, mau ke mana?”

Kening Neneng masih menyisakan kerutan. “Ke pasar. Ada yang mau dibeli, Kak.”

“Wah, kebetulan Kakak mau ke pasar juga. Barengan aja yuk.”

Neneng menggeleng-geleng.

“Sama kawan, Kak.”

“Oh… Ya sudah, lain kali aja.”

“iya…”

Anas menyingkir dari motor Neneng. Lalu melepas kepergian Neneng sambil tercenung. Ada yang ikut dengan gadis mungil yang cantik itu. Sebagian hatinya. Ya, kini tinggal sebagian lagi, dan ia merasa hampa..

***

Update setiap pagi, kecuali lagi ndak mood… 

LANJUT KE BABAK 9
KEMBALI KE BABAK 7

Indeks Novel Jambi Gadis Bersenyum Surga By Monas Junior

BABAK 1
BABAK 2
BABAK 3
BABAK 4
BABAK 5
BABAK 6
BABAK 7

Pos terkait