Novel Jambi, “Pemburu Emas” – By Monas Junior

Novel Jambi "Pemburu Emas" Legenda Bermula by Monas Junior
Novel Jambi "Pemburu Emas" Legenda Bermula by Monas Junior

“Pusing, Ma.”

“Mama ambilin obat pusing. Tapi makan dulu, ya. Mau disuapin?”

“Biar Ari saja, Ma. Sudah agak mendingan.”

Bacaan Lainnya

Aku Berusaha bangkit dari ranjang, tapi gagal. Kepalaku masih pusing meski tak seberat tadi. Kulihat di android, sudah jam 5 sore. Lebih 3 jam aku tak sadarkan diri.

Dikarenakan perut sudah melilit, aku memaksakan diri beranjak ke meja makan. Untung tak berapa jauh dari kamarku. Di meja, Mama sudah menyiapkan sepiring nasi lengkap dengan lauk ikan patin goreng, sayur kangkung, dan sedikit sambal merah menghiasi sepaket hemat nasi sore ini. Aku duduk, memejam mata sebentar, lalu berusaha mengunyah sendokan pertama patin-kangkung-sambal yang masuk ke dalam mulut.

Ketika membuka mata, aku kaget bukan main melihat seorang wanita sedang duduk di seberang meja sambil menatap mesra ke arahku.  Aku berdiri cepat.

“Maaaa!”

Ketakutan, kupanggil Mama dengan keras. Mama datang dengan sigap.

“Apa! Apa!”

Aku makin merinding ketika menyadari bahwa gadis tadi tidak ada lagi di kursi. Aku memeluk Mama. Lalu menceritakan semuanya, mulai dari pulang sekolah, vertigo, mimpi aneh hingga gadis misterius yang menemaniku makan.

***

Mama menelepon Papa, menghubungi adikku Dedek, sejam kemudian rumah jadi heboh dengan ceritaku. Hingga malam, rencana-rencana hingga segala hal dibahas. Intinya, aku jadi pesakitan yang harus dijaga ketat.

Malam itu aku tidur ditemani Dedek. Dia sudah lebih dulu mendengkur. Aku, seorang diri, berusaha menetralkan debar jantung yang masih tak karuan. Lambat-lambat kupejamkan mata. Nafas kuatur serapi mungkin, hingga akhirnya mimpi yang sama itu kembali datang.

***

Pria Bertato, dan Beberapa Keanehan terjadi

Seorang pria bertato di tangan kiri sedang berjalan di lorong pasar yang gelap. Rokok di tangan kanan, baju kaos hitam, rambut panjang gimbal, celana katun hitam yang lusuh, membuat sosoknya semakin seram di tengah malam yang gulita.

Selepas lorong pertama ia berbelok ke kanan. Masih dengan santai, lelaki itu menaiki anak tangga ke lantai dua pasar tradisional itu. Sesekali ia bersiul lambat, sesekali menghisap rokok kreteknya. Asap menyelip di antara rambutnya yang sedikit menua karena kusut.

Ia berhenti sejenak. Di sela-sela dinding toko, setelah memastikan tikus-tikus got berlarian, ia buang air kecil. Kelam merajai malam dengan sempurna. Saat itulah seseorang yang telah mengikutinya sedari tadi bergerak cepat. Sebentar saja si pria gimbal yang lengah dihantam kayu besar persis pada bagian belakang kepala.

Pos terkait