Kenapa Drama Korea Banyak Adegan Makan? Ini Alasan Budaya & Visual yang Jarang Dibahas

Kenapa Drama Korea Banyak Adegan Makan? Ini Alasan Budaya & Visual yang Jarang Dibahas
Kenapa Drama Korea Banyak Adegan Makan? Ini Alasan Budaya & Visual yang Jarang Dibahas.Foto: Ist

FILM, Jambiseru.com – Kalau kamu penonton setia drama Korea, pasti kamu sadar satu pola yang nggak pernah hilang: adegan makan. Mulai dari makan ramen tengah malam, makan ayam goreng bareng teman sekantor, sampai makan sup rumput laut ulang tahun, semuanya hampir selalu muncul dalam cerita. Bahkan dalam drama gelap atau thriller pun, entah bagaimana, ada saja adegan makan yang diselipkan. Pertanyaannya: kenapa sih drakor hobi banget menunjukkan adegan makan? Apakah ini cuma untuk bikin penonton lapar? Atau ada makna lebih dalam?

Ternyata, jawabannya jauh lebih luas dari sekadar estetika makanan. Adegan makan di drakor adalah gabungan antara budaya, simbol emosi, strategi storytelling, hingga cara industri Korea mempromosikan kulinernya ke seluruh dunia.

Nah, di artikel panjang kali ini, Gie kupas tuntas semua alasan kenapa drakor penuh adegan makan, dibahas dengan gaya santai tapi lengkap seperti analisis kritikus film.

1. Makan adalah Bagian Sangat Penting dalam Budaya Korea

Sebelum bicara teknik sinematik atau strategi industri, kita harus mulai dari akar budaya dulu. Korea punya budaya makan yang sangat kuat. Makan bukan sekadar “mengisi perut”. Buat orang Korea, makan adalah cara menunjukkan kasih sayang.

Contoh paling klasik:
“Jal meogeosseoyo?” (Sudah makan?)
Pertanyaan ini sering muncul, bahkan ke orang yang baru dikenal. Ini bentuk kepedulian ala Korea, mirip orang Indonesia yang suka bilang, “Sudah makan, belum?”

Dalam budaya mereka, makan bersama adalah simbol kebersamaan, kehangatan keluarga, dan hubungan antarmanusia. Itulah mengapa banyak emosi difokuskan pada adegan makan. Bahkan di kehidupan nyata, banyak pertemuan kerja, reuni sekolah, bahkan negosiasi penting dilakukan sambil makan.

Makanya, ketika drama Korea ingin menggambarkan hubungan yang makin dekat, mereka sering memilih adegan makan dibanding dialog panjang.

2. Adegan Makan Efektif untuk Menunjukkan Keintiman Antar Karakter

Kamu pasti pernah lihat dua karakter yang awalnya canggung, lalu tiba-tiba makan bareng, dan hubungan mereka mulai cair. Ini bukan kebetulan.

Dalam sinematografi Korea, eating scene dipakai untuk menggambarkan:

Karakter yang mulai terbuka

Rasa nyaman yang tumbuh

Hubungan keluarga yang erat

Kedukaan atau kesepian yang terselubung

Kecanggungan yang perlahan meleleh

Adegan makan lebih jujur daripada kata-kata. Penonton bisa melihat cara karakter mengambil makanan, cara mereka berbagi lauk, siapa yang memasak, siapa yang menyuap—semuanya membawa pesan emosional yang kuat.

Misalnya:

Di “Reply 1988”, adegan makan keluarga Sung Dong-il adalah jantung cerita.

Di “Hospital Playlist”, adegan makan menjadi simbol pertemanan 20 tahun.

Di “Goblin”, saat Kim Shin makan sup rumput laut sendiri pada ulang tahunnya, kita langsung merasakan kesendiriannya.

Emosi seperti ini sangat mudah masuk ke hati penonton tanpa dialog bertele-tele.

3. Strategi Storytelling: Makanan sebagai Pengungkap Karakter

Kreator drama Korea sangat tahu bahwa karakter yang bagus harus punya kebiasaan unik dan sifat yang jelas. Nah, adegan makan bisa menunjukkan karakter seseorang dengan cepat dan efektif.

Contohnya:

Tokoh ceroboh makan dengan cepat dan berantakan.

Tokoh perfeksionis makan dengan rapi dan lambat.

Tokoh kaya makan hidangan mewah atau fine dining.

Tokoh miskin makan ramyun instan atau tteokbokki pinggir jalan.

Tokoh pekerja keras makan terburu-buru sambil membahas pekerjaan.

Semuanya bisa terlihat hanya dari cara mereka makan.

Selain itu, makanan yang mereka pilih juga memperkuat karakter.
Misalnya, tokoh utama yang introvert sering menunjukkan keterikatan emosional dengan makanan tertentu—ramyun, sup hangat, atau kimchi buatan ibu.

4. Visual Makanan Korea Memang Sangat Fotogenik

Alasan paling simpel tapi sangat kuat: makanan Korea terlihat bagus di kamera.

Warna cerah, tekstur yang kaya, uap panas, kuah menggelegak—semua elemen ini sangat mendukung pengambilan gambar dramatis. Tim produksi Korea bahkan sering memakai food stylist profesional untuk memastikan makanan terlihat sempurna.

Beberapa makanan yang paling sering muncul karena sangat “sinema-friendly”:

Ramyun dengan kuah merah menyala

Kimchi jiggae yang mendidih

Bibimbap warna-warni

Tteokbokki saus merah lengket

Jjajangmyeon hitam pekat dengan kilau minyak

Korean fried chicken yang crispy

Setiap hidangan ini punya karakter visual yang kuat dan langsung menggugah selera penonton, membuat adegan tampak hidup dan menarik.

5. Adegan Makan Meningkatkan “Relatability” Penonton

Sementara drama Korea banyak fantasinya—CEO super tampan, dokter jenius, pewaris chaebol—adegan makan menjadi momen paling realistis yang membuat drama tetap terasa dekat dengan kehidupan kita.

Makan adalah aktivitas yang semua orang lakukan. Ketika penonton melihat karakter makan ramen tengah malam atau makan ayam goreng setelah kerja, suasananya terasa familiar.
Itulah kenapa banyak penonton berkata:

> “Aduh, tiap nonton drakor pasti jadi lapar.”

 

Karena kita secara tak sadar mengaitkan hidup kita dengan adegan itu.

6. Industri Kuliner Korea Sangat Dekat dengan Industri Hiburan

Ini salah satu faktor terbesar di balik layar: promosi kuliner Korea.

Banyak restoran, franchise ayam goreng, produsen ramen, hingga minuman sering menjadi sponsor drama Korea. Mereka membayar drama untuk menampilkan produk mereka dalam adegan makan. Teknik ini disebut PPL (Product Placement).

Makanya kamu sering melihat:

Ayam goreng brand tertentu terpampang jelas

Ramen instan diperlihatkan labelnya

Minuman kemasan muncul di meja makan

Tokoh utama bekerja di restoran tertentu

Tapi cara Korea menempatkan PPL sangat halus dan tetap sesuai cerita, jadi penonton tidak merasa terganggu.

Dari sinilah fenomena global seperti ramen Korea booming, tteokbokki viral, atau ayam goreng Korea mendunia.

7. Mukbang adalah Bagian dari Trend Hiburan Korea

Korea memang punya budaya “mukbang” yang populer—orang makan di depan kamera sambil mengobrol dengan penonton. Fenomena ini bahkan menjadi genre tersendiri di YouTube dan platform Korea.

Karena budaya ini sudah melekat, adegan makan di drama Korea menjadi sesuatu yang wajar dan diterima. Bahkan banyak drama yang mengadaptasi gaya mukbang dalam adegannya: fokus kamera ke mulut, suara makanan, close-up kuah panas, dll.

8. Adegan Makan Menjadi Transition Scene yang Efektif

Dalam dunia produksi, ada yang namanya transition scene, yaitu adegan pendek yang menghubungkan satu adegan penting ke adegan berikutnya.

Nah, adegan makan sering dijadikan “jembatan” karena:

Tidak terlalu intens

Memberi ruang bagi penonton untuk bernapas

Mengalirkan waktu dengan natural

Memberikan karakter momen refleksi

Contohnya:

Tokoh utama sedih → makan sendirian → adegan lain masuk.

Atau:

Setelah konflik sengit, adegan makan dipakai untuk melemaskan tensi cerita.

9. Makanan Sebagai Simbol Budaya Nasional Korea

Korea Selatan punya strategi nasional bernama Hallyu (Korean Wave)—menyebarkan budaya mereka ke dunia. Drama adalah salah satu alatnya. Kuliner termasuk bagian besar dari strategi ini.

Makanya, makanan khas muncul terus-menerus bukan sekadar estetika, tapi juga bentuk soft power.

Dan benar saja, hasilnya luar biasa:

Restoran Korea tumbuh pesat di dunia

Penjualan ramen Korea global meningkat

Banyak penonton mulai mencari kimchi, gochujang, atau banchan

Adegan makan secara tidak langsung berkontribusi dalam memperluas budaya Korea ke penjuru dunia.

Penutup: Adegan Makan adalah Identitas Drakor Itu Sendiri

Setelah dibedah panjang, jelas bahwa adegan makan di drama Korea bukan sekadar pemanis visual. Ini adalah bagian dari budaya, teknik storytelling, strategi industri, dan identitas estetika yang membuat drakor berbeda dari drama negara lain.

Adegan makan membuat drama terasa hangat, dekat, emosional, sekaligus menggugah selera. Dan selama drakor masih menjadi fenomena global, kamu boleh yakin satu hal: adegan makan tidak akan pernah hilang. (gie)

Pos terkait