Oleh : Edi Purwanto *
Saya beberapa waktu lalu berkunjung ke Desa Parit, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi. Kunjungan ini bukan sekadar agenda kerja, bukan pula seremonial yang datang lalu pulang dengan foto. Ada sesuatu yang ingin saya lihat langsung: bagaimana denyut ekonomi desa berjalan hari ini, dan sejauh mana desa diberi ruang untuk tumbuh dari kekuatannya sendiri.
Apa yang saya temui di Desa Parit membuat saya berhenti sejenak.
BUMDes di desa ini mulai benar-benar menggeliat.
Bukan dalam pengertian besar dan mewah, tapi menggeliat dalam arti yang paling penting: hidup, bergerak, dan memberi harapan. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah perkebunan semangka yang dikelola sebagai potensi usaha desa. Sederhana, membumi, dan sangat relevan dengan kondisi masyarakat setempat.
Di situlah saya kembali diingatkan bahwa pembangunan desa tidak selalu harus dimulai dari proyek besar. Kadang, ia justru tumbuh dari ide-ide kecil yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh.
Perkebunan semangka ini mungkin terlihat biasa bagi sebagian orang. Tapi bagi Desa Parit, ini adalah langkah penting. Ada proses berpikir di sana. Ada keberanian mengambil peluang. Ada kerja bersama yang nyata. BUMDes tidak berdiri sebagai simbol administratif, tapi sebagai alat perjuangan ekonomi masyarakat.
Saya mengapresiasi kerja keras pengelola BUMDes Desa Parit. Mereka tidak menunggu segalanya datang dari atas. Mereka membaca potensi desanya sendiri, lalu bergerak. Upaya ini bukan hanya tentang menambah pendapatan desa, tetapi juga membuka peluang kerja bagi warga sekitar.
Dan ini yang sering kita lupakan.
BUMDes bukan semata soal angka di laporan keuangan.
BUMDes adalah tentang ibu rumah tangga yang bisa ikut bekerja. Tentang pemuda desa yang tidak harus selalu pergi ke kota. Tentang petani yang hasil lahannya punya nilai tambah. Tentang desa yang mulai percaya diri bahwa mereka mampu mengelola masa depannya sendiri.
Ketika saya berbincang dengan warga dan pengelola BUMDes, saya menangkap satu hal penting: harapan. Harapan bahwa usaha ini bisa berlanjut. Harapan bahwa hasilnya bisa stabil. Harapan bahwa pemerintah tidak hanya datang saat peresmian, tapi juga hadir saat tantangan muncul.
Harapan seperti ini tidak boleh dibiarkan menggantung.
BUMDes yang memiliki ide-ide inovatif dan peluang usaha menjanjikan seperti ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Bukan sekadar bantuan sesaat, tetapi pendampingan yang berkelanjutan. Akses permodalan yang jelas. Pelatihan manajemen yang relevan. Dan tentu saja, kebijakan yang berpihak pada penguatan ekonomi desa.
Karena kita harus jujur, tidak semua BUMDes gagal karena kurang semangat. Banyak yang tersendat karena minim pendampingan dan tidak adanya ekosistem yang mendukung.
Saya selalu percaya, desa adalah fondasi pembangunan daerah. Jika desa kuat, daerah akan kokoh. Jika desa mandiri, daerah akan berdaya saing. Maka sudah seharusnya pembangunan tidak hanya berpusat di kota, tapi juga memberi ruang luas bagi desa untuk tumbuh.
BUMDes adalah salah satu instrumen penting untuk itu.
Tapi instrumen, betapapun bagusnya, tidak akan berbunyi jika tidak dimainkan dengan benar.
Pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus melihat BUMDes sebagai mitra strategis, bukan sekadar program pelengkap. Harus ada keberpihakan yang nyata, bukan hanya jargon. Sebab dari BUMDes inilah ekonomi rakyat bergerak paling dasar, paling jujur, dan paling dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Pengalaman di Desa Parit ini juga memberi saya satu catatan penting. Kita sering terlalu sibuk bicara soal hilirisasi besar, investasi raksasa, dan proyek-proyek berskala nasional. Semua itu penting, tidak saya pungkiri.
Tapi jangan sampai kita lupa bahwa kesejahteraan rakyat sering kali bertumbuh dari hal-hal yang sederhana.
Dari ladang semangka.
Dari kerja kolektif.
Dari BUMDes yang dikelola dengan niat baik dan arah yang jelas.
Kalau desa diberi kepercayaan, mereka akan menjawabnya dengan kerja. Kalau desa didampingi dengan benar, mereka akan berkembang. Dan kalau desa disepelekan, maka ketimpangan akan terus kita wariskan.
Saya ingin BUMDes seperti di Desa Parit ini tidak berjalan sendirian. Harus ada keberlanjutan. Harus ada perlindungan. Harus ada keberpihakan kebijakan. Jangan sampai ketika semangat sudah tumbuh, justru dibiarkan layu karena kurang perhatian.
BUMDes bukan tempat coba-coba.
Ia adalah masa depan ekonomi desa.
Ketika BUMDes berkembang, dampaknya tidak hanya pada pendapatan desa. Ia menciptakan lapangan kerja. Mengurangi pengangguran. Menahan laju urbanisasi. Dan yang paling penting, mengembalikan martabat desa sebagai pusat kehidupan, bukan sekadar halaman belakang pembangunan.
Dari Desa Parit, saya belajar kembali satu hal sederhana tapi penting:
pembangunan yang kuat selalu berangkat dari bawah.
Bukan dari pidato panjang.
Bukan dari rencana yang rumit.
Tapi dari keberanian untuk memulai, dari ide yang relevan, dan dari kerja yang konsisten.
Dan tugas kita di pemerintahan serta lembaga legislatif adalah memastikan bahwa keberanian seperti ini tidak dibiarkan berjalan sendiri. Kita harus hadir, mendengar, lalu bekerja bersama.
Karena kesejahteraan masyarakat desa bukan hadiah.
Ia adalah hasil dari kerja bersama yang terus dijaga. (*)












