Cakap Ketua Edi: Harga Tiket Pesawat dan Rasa Keadilan bagi Daerah

Anggota DPR RI, Edi Purwanto
Anggota DPR RI, Edi Purwanto.Foto: Jambiseru.com

Oleh : Edi Purwanto *

Sebelum kita bercakap-cakap lebih jauh hari ini, izinkan saya mengajak kita semua sejenak berhenti dan merenung. Di tengah berbagai persoalan besar bangsa ini, ada satu hal yang mungkin terdengar sederhana, tetapi dampaknya sangat nyata bagi kehidupan masyarakat daerah: harga tiket pesawat yang masih terasa mahal.

Saya yakin, banyak dari kita pernah merasakannya langsung. Ketika ingin bepergian ke Jakarta, atau sebaliknya kembali ke Jambi, hal pertama yang membuat dahi berkerut bukanlah jadwal penerbangan, melainkan harga tiketnya. Rasanya, untuk sebagian masyarakat, naik pesawat masih menjadi kemewahan, bukan kebutuhan yang terjangkau.

Padahal, kita semua tahu, bagi daerah seperti Jambi, transportasi udara bukan sekadar pilihan. Ia adalah kebutuhan strategis. Jarak yang jauh, waktu tempuh darat yang panjang, serta tuntutan mobilitas ekonomi dan pelayanan publik, membuat pesawat menjadi sarana penting bagi masyarakat, pelaku usaha, hingga aparatur negara.

Di sinilah saya merasa perlu menyampaikan kegelisahan yang juga dirasakan banyak warga. Mengapa harga tiket pesawat dari dan ke daerah masih begitu tinggi? Mengapa masyarakat daerah seolah harus membayar lebih mahal hanya untuk bisa terhubung dengan pusat-pusat kegiatan nasional?

Saya tidak sedang menyalahkan maskapai secara sepihak. Kita paham, industri penerbangan memiliki banyak komponen biaya: bahan bakar, perawatan, operasional bandara, hingga regulasi. Tetapi sebagai negara, kita juga harus jujur bertanya: apakah kebijakan transportasi udara kita sudah benar-benar berpihak pada keadilan antarwilayah?

Sebagai wakil rakyat dari Jambi, saya merasa punya tanggung jawab untuk menyuarakan hal ini. Karena yang terdampak bukan hanya individu, tetapi juga perekonomian daerah secara keseluruhan. Harga tiket yang tinggi membuat biaya logistik melonjak, kunjungan investasi terhambat, dan sektor pariwisata sulit berkembang optimal.

Kita sering berbicara tentang pemerataan pembangunan. Tetapi pemerataan itu tidak akan pernah benar-benar terasa jika akses transportasi masih mahal dan terbatas. Bagaimana mungkin daerah bisa tumbuh jika mobilitas manusia dan barang terhambat oleh biaya yang tidak masuk akal?

Dalam beberapa kesempatan, saya mendorong Kementerian Perhubungan untuk mengambil langkah-langkah konkret guna menurunkan harga tiket pesawat, khususnya untuk rute-rute dari dan ke daerah. Negara tidak boleh hanya menjadi penonton. Negara harus hadir sebagai pengatur, penyeimbang, dan pelindung kepentingan publik.

Saya percaya, penurunan harga tiket pesawat bukan perkara mustahil. Ada banyak opsi kebijakan yang bisa dikaji: optimalisasi subsidi, penyesuaian tarif batas atas dan bawah, efisiensi biaya bandara, hingga pembukaan rute baru agar tercipta persaingan sehat. Yang dibutuhkan adalah kemauan politik dan keberpihakan yang jelas.

Kita juga perlu melihat persoalan ini dari sudut pandang masyarakat. Bagi sebagian orang, perjalanan udara bukan untuk liburan, melainkan untuk berobat, bekerja, mengurus pendidikan, atau memenuhi tugas negara. Ketika harga tiket terlalu tinggi, mereka terpaksa menunda, bahkan membatalkan kebutuhan penting tersebut.

Saya sering menerima cerita dari warga yang harus memutar otak demi membeli tiket pesawat. Ada yang menunggu promo yang belum tentu ada, ada yang memilih jalur darat berhari-hari meski melelahkan, dan ada pula yang terpaksa menunda kepentingan keluarga. Ini bukan cerita satu dua orang, tetapi realitas yang dialami banyak masyarakat daerah.

Di sisi lain, mahalnya tiket pesawat juga berdampak pada arus barang dan jasa. Pelaku usaha kecil dan menengah kesulitan memperluas pasar. Investor berpikir dua kali untuk datang. Daerah akhirnya tertinggal bukan karena tidak punya potensi, tetapi karena aksesnya mahal.

Lalu, apakah semua ini harus dibiarkan berjalan apa adanya? Saya rasa tidak. Negara hadir bukan hanya untuk mengatur, tetapi juga untuk memastikan bahwa setiap kebijakan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat. Termasuk dalam urusan transportasi udara.

Saya memahami bahwa kebijakan ini tidak sederhana. Ada hitung-hitungan ekonomi, ada kepentingan bisnis, dan ada regulasi internasional. Namun, kepentingan rakyat seharusnya tetap menjadi titik tolak utama. Jika harga tiket pesawat terus melambung, maka yang dikorbankan adalah rasa keadilan bagi daerah.

Kita ingin masyarakat daerah merasa setara. Tidak merasa dianaktirikan. Tidak merasa harus membayar lebih mahal hanya karena tinggal jauh dari pusat. Konektivitas udara seharusnya menjadi jembatan pemersatu, bukan penghalang.

Saya berharap, ke depan, Kementerian Perhubungan bersama seluruh pemangku kepentingan bisa lebih serius mencari solusi. Bukan solusi sesaat, tetapi kebijakan jangka panjang yang berkelanjutan. Kita ingin harga tiket pesawat lebih terjangkau, layanan tetap aman, dan industri penerbangan tetap sehat.

Percakapan kita hari ini mungkin terdengar sederhana. Namun di balik harga tiket pesawat, ada persoalan besar tentang keadilan, pemerataan, dan masa depan daerah. Dan sebagai wakil rakyat, saya merasa perlu terus mengingatkan hal ini, agar suara daerah tidak tenggelam di tengah hiruk-pikuk kebijakan nasional.

Begitu saja cakap-cakap kita kali ini. Semoga ke depan, perjalanan udara tidak lagi menjadi beban, tetapi benar-benar menjadi sarana yang memudahkan, menghubungkan, dan menghadirkan keadilan bagi seluruh masyarakat, dari pusat hingga ke daerah. (*)

* Edi Purwanto ialah anggota DPR RI dapil Jambi fraksi PDI Perjuangan

Pos terkait