Cerita Lengkap KKN Desa Penari yang Viral Tahun 2019

Trailer KKN Desa Penari 2
Trailer KKN Desa Penari 2

Siapa pemilik wajah cantik itu?

Kemudian, kidung itu terdengar lagi, Widya berbalik, mengamati suaranya dari luar bilik, tempat Nur berdiri seorang diri. Apakah Nur yang sedang berkidung?

Pertanyaan itu, menancap keras di kepala Widya. Usai sudah acara mandi di sore itu, di perjalanan pulang, Widya mencuri pandang pada Nur, matanya mengawasi, seakan tidak percaya, kemudian ia bertanya.

Bacaan Lainnya

“Nur, awakmu isok kidung jawa ya (Nur, kamu bisa bersenandung lagu jawa ya)?”

Nur mengamati Widya, kemudian, ia diam.

Nur pergi tanpa menjawab sepatah katapun dari pertanyaan Widya. Ia seperti membawa rahasianya sendiri, tanpa mau membagi rahasia itu.

Listrik di desa ini menggunakan tenaga genset, jadi ketika jam menunjukkan pukul 9 lampu sudah mati, diganti dengan petromak. Nur sudah pergi tidur, hanya tinggal Widya dan Ayu yang masih menyelesaikan progres untuk proker esok hari.

Widya masih teringat kejadian sore tadi.

Sebenarnya Widya mau cerita, namun bila melihat respon Ayu kemarin, sepertinya ia bakal disemprot dan berujung pada pidato tengah malam.

Di tengah keheningan mereka menggarap progres, tiba-tiba Ayu mengatakan sesuatu yang membuat Widya tertarik. “Mau aku ambek Bima, ngecek progres gawe pembuangan, pas muter deso, iling gak ambek Tapak talas, tibakne, gak adoh tekan kunu, onok omah sanggar. (tadi aku sama Bima, mengecek progres untuk pembuangan, ketika memutari desa, ingat tidak sama Tapak Tilas, ternyata, gak jauh dari sana, ada sebuah bangunan tua menyerupai sanggar)

Widya terdiam beberapa saat, memproses kalimat Ayu

“Loh, awakmu kan wes reti nek gak oleh mrunu (Loh, bukanya kamu sudah mengerti dilarang berada di sana)!!”

“Bukan aku,” bela Ayu, “Iku ngunu Bima sing ngajak (yang mengajak Bima). Jarene, onok wedon ayu mlaku mrunu, pas di tut’i, ra onok tibak ne (katanya ada perempuan cantik, pas diikuti ternyata gak ada).”

“Lah trus, awakmu tetep ae mrunu (lah terus kamu tetap ke sana)?”

“Cah iki, yo kan aku ngejar Bima, opo di umbarke ae cah kui ngilang (anak ini, kan saya mengejar Bima, apa dibiarkan saja anak itu nanti hilang)?”

Perdebatan mereka berhenti sampai di sana, namun perasaan Widya semakin tidak enak. Sejak menginjak desa ini, semuanya terasa seperti kacau-balau.

Karena malam semakin larut, Widya pun beranjak pergi ke kamar, di sana ia melihat Nur, sudah terlelap dalam tidurnya. Ayu pun menyusul kemudian, berharap malam ini segera berlalu.

Tiba-tiba terdengar langkah kaki saat Widya melihat apa yang terjadi, bayangan Nur melangkah keluar. Ragu, apakah mau membangunkan Ayu, Widya pun beranjak dari tempatnya tidur, berjalan, mengejar Nur.

Rumah sudah gelap gulita, sang pemilik rumah tampaknya sudah terlelap di dalam kamarnya, di depan Widya, pintu rumah sudah terbuka lebar, dengan perlahan, Widya melangkah ke sana.

Malam itu sangat gelap, lebih gelap dari perkiraan Widya. Bayangan pohon tampak lebih besar dari biasanya dan sayup-sayup terdengar suara binatang malam, sangat sunyi, sangat sepi. Di lihatnya ke sana-kemari mencari di mana keberadaan Nur, Widya terpaku melihat Nur, di depannya.

Nur berdiri di tanah lapang depan rumah, dia menari dengan sangat anggun, tanpa alas kaki, Nur berlenggak-lenggok layaknya penari profesional.

Pos terkait