Pernah Jadi Loper Koran Bangko
Sebagai loper koran, Haris diwajibkan mengambil koran dan majalah di pagi hari sekitar pukul 05.30. saat itu ia menjual koran Singgalang, Sriwijaya Post, Sentana, Sinar Pagi, Kompas dan beberapa majalah lain. Karena malu kepergok orang kampung yang melihatnya menjual koran. Haris mengenakan topi yang mirip dengan serdadu Jepang (tertutup di bagian samping dan belakang kepala) d ibulan pertama menjual koran.
Setelah mengambil koran, pertama-tama ia berjualan di kawasan Pasar Bawah, dari toko-toko emas sampai toko-toko pakaian. Dengan berjalan kaki mengitari Pasar Bawah, Haris menghabiskan waktu sekitar 1,5 jam, usai itu dia berjalan kaki ke terminal bus di dekat Pasar Baru, disana dia kembali keluar masuk toko menawarkan koran yang dibawanya. Setelah terjual beberapa eksemplar.
Haris berjalan lagi menuju komplek perkantoran Bupati, SPBU, lalu ke perkantoran di Pematang Kandis. Hari mulai tinggi, keringat Haris bercucuran, rasa lapar mengerogoti perutnya. Karena berjualan koran hanya dapat keuntungan sedikit (kira-kira Rp. 50 sampai Rp. 100 per eksemplar). Haris hanya mampu membeli nasi putih. Lauknya berupa kuah gulai tanpa isi yang dimintanya dari rumah makan. Kondisi ini terus dialaminya selama berjualan koran. Sisa uang yang didapat disimpan untuk membantu orang tuanya di kampung.