Opini Anang Iskandar: Proses Pengadilan Faritz RM Aneh Tapi Nyata

Komisaris Jenderal purnawirawan Polisi Dr Anang Iskandar SH, MH.
Komisaris Jenderal purnawirawan Polisi Dr Anang Iskandar SH, MH. Foto: Jambiseru.com

Oleh : Anang Iskandar*

Jambiseru.com – Proses pengadilan Faritz aneh tapi nyata. Anehnya karena secara yuridis Faritz adalah penyalah guna yang berpredikat sebagai pecandu pasal 127/1, tetapi faktanya Faritz di pengadilan dituntut secara keliru sebagai pengedar dan didakwa melanggar Pasal 111 ayat 1.

Pasal yang diperuntukan bagi pengedar dengan peranan sebagai penyedia narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman dan atau Pasal 112 ayat 1, sebagai penyedia narkotika dalam bentuk bukan tanaman dan atau Pasal 114 ayat 1, sebagai perantara jual beli narkotika.

Bacaan Lainnya

Sehingga Farit diancam dengan pidana minimum khusus, dan terancam pidana mati.

Model tuntutan dan dakwaan menggunakan model KUHAP tersebut, tidak berdasar Hukum Acara Narkotika yang termaktup dalam UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.

Dimana tujuan dibuatnya UU narkotika adalah secara limitatif menyatakan bahwa Negara menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu, maknanya penyalah guna seperti Faritz dijamin mendapatkan rehabilitasi bukan dipenjara.

UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika juga mewajibkan hakim dalam memeriksa perkara penyalahgunaan narkotika, seperti Faritz untuk memperhatikan taraf ketergantungannya dan mewajibkan hakim untuk menggunakan kewenangan, memutus yang bersangkutan untuk menjalani rehabilitasi.

Dimana tempat menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit dan Puskesmas atau Lembaga Rehabilitasi milik pemerintah yang ditunjuk.

Saat ini, ada 1400 Rumah Sakit dan Puskesmas atau lembaga rehabilitasi milik pemerintah yang ditunjuk, biayanya ditanggung pemerintah cq Kementrian kesehatan

Tidak ada alasan yuridis yang membolehkan penyalah guna narkotika bagi diri sendiri seperti Faritz untuk dipenjara.

Hakim harus aktif menggunakan nalar dan nurani dalam memeriksa perkara Faritz RM, tidak boleh terbelenggu SEMA no 4 tahun 2010 dan SEMA no 3 tahun 2015 yang nota bene berdasarkan KUHAP dan bertentangan dengan UU narkotika yang berlaku baik secara filosofis, teoritis dan tujuan pemberian hukumannya. (uda)

Penulis adalah Komisaris Jenderal purnawirawan Polisi Dr Anang Iskandar SH, MH merupakan Doktor, yang dikenal sebagai bapaknya rehabilitasi narkoba di Indonesia. Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Bareskrim Polri, yang kini menjadi dosen, aktivis anti narkoba dan penulis buku.

Pos terkait