Opini: Seleksi Sekda Merangin, Formalitas yang Sudah Tertebak Arah Anginnya

Ilustrasi kursi jabatan Sekda. dok: net
Ilustrasi kursi jabatan Sekda. dok: net

Opini: Seleksi Sekda Merangin, Formalitas yang Sudah Tertebak Arah Anginnya

Proses seleksi terbuka (Selter) Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Merangin sudah digelar sejak 17 Oktober 2025. Secara prosedural, langkah ini tampak wajar dan sesuai regulasi. Namun di balik tata cara yang “terbuka” itu, publik Merangin tampaknya sudah lebih dulu membaca ke mana arah angin bertiup.

Hingga menjelang penutupan pendaftaran, lima pejabat yang resmi mendaftar. Mereka adalah Dr. Deddi Candra (Kadis PMD), Siti Aminah (Kepala BPPRD), dan Zulhifni (Asisten II Setda sekaligus Pj Sekda Merangin), Firdaus Staf Ahli Bupati, M Sahiri Kalaks BPBD Merangin.

Sekilas, kehadiran lima nama ini memberi kesan bahwa proses seleksi berlangsung kompetitif. Namun jika dicermati, publik tampaknya sulit menyingkirkan kesan bahwa lelang jabatan Sekda kali ini hanyalah formalitas administratif untuk mengesahkan satu nama yang sudah “disiapkan” sebelumnya.

Antara Prosedur dan Kenyataan

Zulhifni kini menjabat sebagai Penjabat Sekda Merangin. Tak lama setelah dilantik menjadi Asisten II Setda, ia langsung dipercaya memegang jabatan strategis tersebut. Belum genap beberapa bulan, rumah dinas Sekda pun sudah ia tempati, lengkap dengan acara syukuran yang dihadiri langsung oleh Bupati Merangin, H. M. Syukur.

Jika mengikuti logika publik, sangat kecil kemungkinan seorang Pj Sekda yang sudah nyaman menempati rumah dinas dan menjalankan fungsi strategis pemerintahan tidak akan dilantik menjadi Sekda definitif.

“Alangkah naifnya jika seorang Pj Sekda yang sudah menempati rumah dinas Sekda tidak dilantik menjadi Sekda definitif,” ujar seorang tokoh masyarakat dengan nada sinis.

Kedekatan dan Usia: Dua Faktor Penentu?

Isu kedekatan pribadi antara Bupati dan Zulhifni bukan rahasia umum. Keduanya diketahui sama-sama berasal dari wilayah Pangkalan Jambu — atau yang akrab dikenal sebagai Sungai Manau Lamo. Dalam dinamika politik lokal, faktor kedaerahan sering kali menjadi modal sosial yang tidak bisa dianggap remeh.

Di sisi lain, ada pula faktor usia. Zulhifni akan menginjak 58 tahun pada 23 Desember 2025 — usia batas maksimal bagi pelantikan pejabat eselon II. Artinya, jika ia dilantik menjadi Sekda, masa baktinya hanya sekitar dua tahun sebelum pensiun pada Desember 2027.

Pertanyaannya, apakah Merangin kekurangan pejabat potensial yang lebih muda dan berpeluang memimpin birokrasi lebih panjang? Jika jawabannya tidak, maka alasan rasional pelantikan Zulhifni tentu patut dipertanyakan.

Beban APBD dan Siklus Formalitas

Ada hal lain yang tidak kalah penting. Jika Zulhifni benar dilantik dan kemudian pensiun pada 2027, jabatan Sekda Merangin akan kembali lowong. Pemerintah Kabupaten akan terpaksa mengangkat Penjabat (Pj) baru dan lagi-lagi menggelar seleksi terbuka. Itu berarti, APBD harus kembali dikuras untuk biaya proses seleksi — hanya demi mengulang formalitas yang sama.

Refleksi untuk Bupati Merangin

Sebagai kepala daerah, Bupati tentu memiliki hak prerogatif dalam mempertimbangkan siapa yang paling layak menduduki jabatan Sekda. Namun dalam konteks pemerintahan modern dan transparan, hak itu seharusnya digunakan dengan bijak, bukan untuk memperkuat lingkaran kenyamanan politik.

Jika seleksi terbuka hanya menjadi jalan formal menuju hasil yang sudah ditentukan, maka semangat reformasi birokrasi yang digembar-gemborkan selama ini tak ubahnya hiasan di atas kertas.

Merangin membutuhkan pemimpin birokrasi yang tidak sekadar loyal, tetapi juga visioner, kuat dalam manajerial, dan siap membawa perubahan jangka panjang.

Kalau tidak, seleksi Sekda hanya akan menjadi ritual lima tahunan tanpa makna, di mana pemenangnya sudah diketahui bahkan sebelum perlombaan dimulai.(*)

Oleh: Edo Guntara wartawan Media Online jambiseru liputan Merangin

Pos terkait