Mahasiswi di Universitas Andalas Diduga Jadi Korban Pelecehan Oknum Dosen: Menolak Diancam Tak Lulus

Ilustrasi pelecehan
Ilustrasi pelecehan

Sayangnya, kasus korban lainnya, termasuk pemerkosaan, tidak bisa dilanjutkan karena kekurangan alat bukti dan adanya pembungkaman oleh pelaku terhadap korban dan keluarga korban.

Pelaku melancarkan aksinya dengan mengintimdasi korban dengan nilai mata kuliah dan tindakan ancaman yang bersifat fisik.

Menanggapi ramainya laporan dugaan pelecehan seksual oleh salah satu dosennya, Universitas Andalas pun memastikan akan mengambil tindakan tegas tanpa pandang bulu.

“Kita tidak pandang bulu, meskipun dosen, kita komit untuk mengambil tindakan tegas sesuai dengan aturan,” ujar Wakil Rektor I Universitas Andalas Prof. Mansyurdin pada konferensi pers Jumat, 23 Desember 2022.

Dia mengatakan proses investigasi yang dilakukan oleh tim Ad hoc Fakultas Ilmu Budaya (FIB) hingga Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) ditingkat universitas memasuki tahap akhir.

“Kesimpulan Satgas PPKS akan menyampaikan rekomendasi kepada rektor, kemudian rektor akan mengirimkan rekomendasi itu ke Kementerian,” ucap Mansyurdin.

Sesuai dengan prosedur penanganan, Universitas Andalas telah menonaktifkan terlapor dari tugas-tugas akademik selama proses penanganan kasus ini.

Ketua Satgas PPKS Universitas Andalas Dr. Rika Susanti membenarkan hasil investigasi yang dilakukan, yakni ada dugaan pelanggaran berat yang dilakukan oleh dosen tersebut.

“Kita sudah bertemu delapan orang korban, dari hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari delapan korban, ada satu yang masuk kategori pelanggaran berat, kesimpulan dan rekomendasinya akan disampaikan kepada rektor paling lambat minggu depan,” katanya.

Dalam proses penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus, Satgas PPKS Universitas Andalas menjalankan prinsip kerahasiaan dan kehati-hatian, agar pengumpulan data, informasi, dan bukti berlangsung secara akuntabel.

“Universitas Andalas mengutamakan perlindungan kepada korban untuk menjaga martabat dan kehormatannya serta melakukan pendampingan yang dibutuhkan, dan menjaga keberlangsungan studi korban,” tutur Rika Susanti.

Pos terkait