Kebijakan Pemprov Jambi Dilarang Berjualan, Ini Kata Profesor Bahder Johan
Jambi – Di saat maraknya penyebaran wabah virus Corona (Covid-19) di Provinsi Jambi (Pemprov). Pemerintah Provinsi Jambi memberlakukan Physical Distencing. Menurut Word Healt Organization (WHO) Physical Distancing adalah jaga arak antar fisik, cara ini pun juga diterapkan Pemprov Jambi sebagai cara untuk menghindari penyebaran virus corona lebih luas.
Pemerintah Pusat juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), di dalam PP tegas dinyatakan hanya peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Untuk di Provinsi Jambi sendiri, juga belum ditetapkan sebagai daerah PSBB. Namun, Pemprov Jambi sudah salah dalam mengimplementasi PP tersebut. Banyak para pedagang kaki lima yang hanya berjualan pada jam malam dan hanya mengharapkan upah dari pembeli, untuk melangsungkan hidup. Diberlakukan penutupan oleh Aparat atas perintah Pemprov Jambi.
Baca Juga : Wakapolres, Kabag Ops dan Kasat Intelkam Polres Muaro Jambi Disertijab
menanggapi hal tersebut, Dosen Universitas Jambi, di bidang Hukum Tata Negara, Profesor Bahder Johan, mengkritisi kebijakan Pemprov Jambi. Katanya, awalnya dikeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, kemudian dikeluarkannya PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB. Diperaturan tersebut, sebenarnyamengatur tentang Physical dan Sosial Distencing. Sedangkan distribusi makanan dan obat-obatan tetap seperti biasa.
“Nah, sekarang timbul pedagang kaki lima, apakah harus dialarang atau tidak?. Sebenarnya kalau menurut aturan itu bukan. Yang penting itu mereka yang melakukan penjualan itu, tetap menghormati , menajalankan aturan-aturan yang diatur didalam PP itu, misalnya mengenai jarak, segalam macam , kan bisa diatur. Kita bisa melihat juga di dalam mall, juga tidak dilakukan penutupan. Tetapi kita membayar di kasir dengan jaga jarak,” katanya kepada Biru (Jambiseru), Kamis (9/4/2020).
Kata Profesor Bahder, kalau seandainya ada aparat penegak hukum melarang berjualan, itu sebenarnya tidak diperbolehkan. Namun, kita tidak bisa juga menyalahkan aparat. Karena seharusnya aparat lebih menekankan pada imbauan untuk para pedangang ke para pembeli tidak diperbolehkan makan di tempat.
“Kita tidak bisa juga menyalahkan aparat, karena alasanya yang harusnya bungkus tetapi makan disana, itu kan mengumpulkan. Jadi aparat itu bukan sebenarnya bukan melakukan larangan untuk berjualan, artinya lebih penekankan imbauan dalam metode lain. Artinya tetap berjualan, kalau yang makan silahkan bungkus, jangan dibiarkan makan ditempat. Tujuan bukan karena melanggar hukum, ditakutkan nanti makan disitu, yang lain ikut. Sementara yang berkumpul inilah yang diatur,” tambahnya.
“Kalau melarang tidak boleh. Tetap beroperasi dengan syarat memperhatikan imbauan pemerintah menganai sosail distenting, jaga jarak. Yang kedua pedangan juga harus memberika pengeritan untuk membungkus makanan, pada saat antrian jaga jarak, agar pemerintah bisa memutuskan mata rantai virus ini,” tegasnya.
Profesor Hukum Tata Negara ini melajutkan, menanggapi kebijakan Pemprov Jambi dalm memutuskkan mata rantai ini Covid-19, katanya semua langkah Pemerintah Daerah Jambi cukup bagus. “Artinya semua sudah mengikuti imbauan. Dan ada pembatasan terbatas, seperti yang dilakukan pemerintah Kota/Daerah juga sangat bagus, sudah dilakukan kontorl untuk yang datang ke Jambi maupun yang keluar. Semua masyarakat mau untuk diperiksa,” tuturnya.
Sementara, untuk pelayanan kesehatan yang ada di Provinsi Jambi, Bahder Johan mengatakan, mengacu pada Undang-undang Dasar 1945 yang mengatur setiap orang berhak untuk mendapatkan kesehatan yang terjamin.
“Jangankan yang positif semua yang kategori ODP dan PDP dan semuanya, artinya yang berkewajiban itu Negara. Masalah apakah kemampuan kita sudah sampai kesana?. Tetapi harusnya Daerah dalam beberapa hal tertentu harus mengambil sikap. Yang kita inginkan kan kebersaman,” jelasnya.
Baca Juga : DPRD Batanghari Gelar Paripurna Dalam Rangka Penyampaian LKPJ dan LKPD Tahun Anggaran 2019
Bahder mengtakan, Pemerintah harus menyiapkan anggaran untuk kesehatan masyarakat. Dan merevisi anggaran pendapatan belanja daerah untuk penaganan masalah social.
“Maka sebenarnya kita mengimbau Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk merevisi anggaran pendapatan bealanja daerah, menyediakan dana untuk penanganan termasuk penangan sosial. Artinya yang harus dibantu, dibantu,” tutupnya. (yog)