Cakap Ketua Edi : Refleksi Kepemimpinan dan Tantangan Politik di Jambi Menjelang 2025–2030

Cakap Ketua Edi : Refleksi Kepemimpinan dan Tantangan Politik di Jambi Menjelang 2025–2030
Cakap Ketua Edi : Refleksi Kepemimpinan dan Tantangan Politik di Jambi Menjelang 2025–2030.Foto: Jambiseru.com

Oleh : Edi Purwanto *

Saya menulis ini bukan sekadar sebagai figur yang baru saja dipercaya kembali oleh rekan-rekan di internal partai, tetapi sebagai insan yang masih merasakan denyut nadi masyarakat Jambi pada setiap langkah kehidupan. Ketika Konferensi Daerah (Konferda) dan Konferensi Cabang (Konfercab) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Provinsi Jambi digelar di Gedung Putih pada Minggu lalu, ada rasa syukur dan juga tanggung jawab besar yang saya rasakan…

Penghormatan dan amanah yang diberikan kepada saya untuk kembali memimpin DPD PDIP Provinsi Jambi periode 2025–2030 bukan sekadar perpanjangan kepemimpinan. Ini adalah momentum untuk berkontemplasi lebih dalam soal arah perjuangan politik yang kita jalankan, bukan hanya di level struktural partai, tetapi terutama di kehidupan nyata masyarakat yang kita wakili di berbagai pelosok daerah. Orang sering bertanya: apa makna kepemimpinan di partai politik kalau tidak sampai pada transformasi kesejahteraan masyarakat?

Kepada sahabat dan kader, kesempatan ini saya gunakan untuk mengingatkan bahwa politik sejati adalah ketika kita mendengarkan suara rakyat, bukan hanya suara elit. Dalam forum Konferda itu, saya didampingi oleh Hotman Sitanggang yang ditetapkan sebagai Sekretaris dan Ratu Munawaroh sebagai Bendahara, keputusan yang mencerminkan upaya kami menempatkan figur-figur yang punya komitmen kuat terhadap idealisme partai sekaligus realitas sosial masyarakat.

Namun, sekalipun formalitas penetapan struktur sudah usai, pertanyaan besar yang harus kita jawab bersama tetap sama: bagaimana cara kita membumikan semangat PDI Perjuangan sampai ke akar rumput? Ini bukan sekadar jargon. Pesan penting yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto, menekankan bahwa basis politik harus dibangun dari bawah—dari akar rumput—sungguh harus menjadi prinsip dasar setiap tindakan politik yang kami jalankan.

Realitas yang ada tidak bisa kita elakkan begitu saja. Masyarakat Jambi adalah masyarakat dengan beragam tantangan sosial dan ekonomi … dari masalah akses pendidikan, ketimpangan layanan publik, sampai kebutuhan lapangan kerja yang layak. Tidak sedikit warga yang menaruh harapan besar pada partai yang mereka beri suara, berharap kehadiran kita bisa membawa mereka lebih dari sekadar retorika kampanye. Tentu ini sebuah beban moral yang tidak ringan.

Saya percaya, kepemimpinan bukan dilihat dari seberapa besar suara yang diperoleh atau seberapa kuat posisi di struktur partai. Kepemimpinan itu dilihat dari seberapa efektif kita menyentuh kehidupan warga yang hanya ingin hidup layak, dari seberapa keras kita berjuang untuk menghadirkan kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan umum, dari seberapa bijak kita merumuskan strategi yang menjawab kebutuhan lokal tanpa meninggalkan visi besar bangsa.

Dalam kesempatan Konferda itu, ada pesan penting yang terus saya resapi: bahwa politik harus berakar, tetapi tidak boleh terjebak dalam rutinitas ritus organisasi semata. Politik harus menjadi alat bagi perubahan sosial yang nyata. Ini berarti bahwa kita tidak cukup hanya menyusun program, tetapi juga wajib memastikan implementasi program itu berjalan dengan baik, terukur, dan tepat sasaran.

Sebagai kader yang diberi amanah, tentu saya menyadari bahwa upaya tersebut bukanlah hal yang instan. Ini membutuhkan kerja sama seluruh elemen di Jambi — dari pemerintah daerah, tokoh masyarakat, hingga pemuda dan perempuan yang selama ini menjadi tulang punggung komunitasnya masing-masing. Infrastruktur sosial bukan dibangun oleh satu pihak, tetapi oleh kolaborasi berkesinambungan yang didasari empati serta komitmen bersama.

Saya juga tidak bisa menutup mata pada dinamika politik nasional. Perubahan lanskap politik di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari gelombang pemilu baru-baru ini, yang menegaskan bahwa suara rakyat adalah faktor penentu arah kebijakan nasional maupun daerah. Ini mengajarkan kita bahwa politik itu hidup terus; ia tidak pernah berhenti sampai suara terakhir terhitung, karena sesungguhnya, tanggung jawab pada rakyat tetap hidup sampai hari-hari kita bekerja untuk mereka.

Untuk itu, amanah yang saya terima ini saya jadikan kompas untuk terus memperkuat basis di akar rumput, menguatkan jaringan kader yang punya integritas tinggi, serta memperluas partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan politik. Jika politik itu hanya dilihat dari seberapa besar posisi yang kita tempati, maka ia akan kosong makna. Tetapi jika politik itu kita jadikan sebagai alat empati untuk mendengar suara paling bawah, maka ia akan benar-benar menjalankan fungsinya sebagai ruang perubahan.

Dalam refleksi saya hari ini, saya ingin mengajak seluruh elemen bangsa di Jambi untuk tetap berpikir jauh ke depan. Bukan hanya memikirkan rentang kepemimpinan lima tahun ke depan, tetapi bagaimana membangun fondasi sosial yang kuat untuk generasi berikutnya. Ini bukan pekerjaan satu orang, tetapi kerja kolektif yang mengakar dan terus tumbuh bersama.

Sebagai penutup, saya ingin menegaskan kembali bahwa kesempatan ini adalah amanah besar. Amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, agar setiap langkah yang kita ambil dapat dirasakan langsung oleh mereka yang mencurahkan harapan melalui suara dan doa. Mari kita gunakan momentum ini untuk merumuskan kebijakan yang bukan hanya menjawab tantangan hari ini, tetapi juga menyiapkan jawaban untuk tantangan masa depan. (*)

* Edi Purwanto, Anggota DPR RI yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Jambi

Pos terkait