Cakap Ketua Edi: Senam Melayu Nusantara, Cara Sederhana Merawat Persatuan dan Kebanggaan Bangsa

Cakap Ketua Edi: Senam Melayu Nusantara, Cara Sederhana Merawat Persatuan dan Kebanggaan Bangsa
Cakap Ketua Edi: Senam Melayu Nusantara, Cara Sederhana Merawat Persatuan dan Kebanggaan Bangsa.Foto: Jambiseru.com

Oleh : Edi Purwanto *

Pagi itu saya berdiri di tengah lautan manusia. Sekitar lima ribu orang, dari berbagai latar belakang, usia, dan profesi, bergerak serempak mengikuti irama Senam Melayu Nusantara. Ada tawa, ada semangat, ada kebanggaan yang terasa tanpa perlu diucapkan. Di momen seperti itulah saya kembali diingatkan, bahwa persatuan bangsa sering kali lahir dari hal-hal yang kelihatannya sederhana.

Bukan dari pidato panjang.
Bukan dari rapat berjam-jam.
Tapi dari gerak bersama, rasa bersama, dan niat yang sama.

Saya melihat ibu-ibu, bapak-bapak, anak muda, bahkan lansia, semuanya larut dalam satu irama. Tidak ada sekat jabatan, tidak ada perbedaan status. Yang ada hanya satu identitas: kita sama-sama bagian dari Indonesia.

Senam Melayu Nusantara mungkin terdengar ringan bagi sebagian orang. Tapi bagi saya, ia menyimpan makna yang jauh lebih dalam. Ini bukan sekadar olahraga massal, melainkan cara kita merawat budaya, kesehatan, dan kebersamaan dalam satu tarikan napas.

Ketika kemudian kegiatan ini dicatatkan sebagai rekor MURI, tentu saya bangga. Tapi kejujuran saya katakan, rekor itu bukan tujuan utama. Rekor hanyalah bonus. Yang lebih penting adalah pesan yang sampai: bahwa budaya nusantara masih hidup, masih dicintai, dan masih relevan dengan kehidupan masyarakat hari ini.

Saya sering berpikir, di tengah dunia yang serba cepat dan individualistis, kita butuh ruang-ruang kebersamaan yang tidak kaku. Ruang yang membuat orang datang bukan karena kewajiban, tetapi karena rasa ingin terlibat. Senam Melayu Nusantara memberi ruang itu.

Dalam gerakan yang seragam, saya melihat semangat gotong royong versi modern. Tidak ada yang merasa lebih penting. Tidak ada yang ingin paling menonjol. Semua bergerak mengikuti irama yang sama, saling menyesuaikan, saling menguatkan.

Bukankah itu esensi berbangsa?

Banyak yang bertanya kepada saya, mengapa saya begitu antusias terlibat dalam kegiatan seperti ini. Jawaban saya sederhana. Politik, bagi saya, bukan hanya soal undang-undang dan kebijakan. Politik adalah soal bagaimana menghadirkan negara di tengah kehidupan rakyat, bahkan dalam hal-hal yang paling membumi.

Olahraga dan budaya adalah bahasa universal. Ia bisa menjangkau mereka yang mungkin lelah mendengar jargon, muak dengan konflik, dan bosan dengan janji. Lewat senam, pesan persatuan disampaikan tanpa ceramah. Lewat gerak, nilai kebangsaan ditanamkan tanpa paksaan.

Saya melihat sendiri bagaimana wajah-wajah lelah berubah menjadi senyum setelah senam selesai. Bagaimana orang-orang yang sebelumnya tidak saling kenal, bisa saling menyapa. Hal-hal kecil seperti ini sering kita anggap remeh, padahal dampaknya besar bagi kesehatan sosial kita sebagai bangsa.

Rekor MURI yang tercatat hari itu bukan sekadar angka. Ia adalah simbol bahwa kita mampu bersatu, mampu bergerak bersama, dan mampu menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia kaya akan budaya yang hidup, bukan sekadar dipajang di museum.

Saya ingin kegiatan seperti ini tidak berhenti sebagai euforia sesaat. Jangan hanya ramai ketika ada acara besar, lalu sunyi kembali. Semangatnya harus kita rawat, kita lanjutkan di lingkungan masing-masing. Di kampung, di kelurahan, di sekolah, di ruang-ruang publik lainnya.

Kita terlalu sering terjebak dalam perdebatan besar tentang persatuan, tapi lupa mempraktikkannya dalam keseharian. Padahal, persatuan tidak selalu lahir dari kesepakatan politik tingkat tinggi. Ia tumbuh dari kebiasaan sederhana: berkumpul, bergerak bersama, dan saling menghargai.

Sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Jambi, saya melihat kegiatan ini juga sebagai refleksi nilai-nilai yang kami perjuangkan. Partai tidak boleh jauh dari rakyat. Tidak boleh hanya hadir dalam spanduk dan baliho. Ia harus hadir dalam denyut kehidupan masyarakat, termasuk dalam kegiatan yang menyehatkan jasmani dan rohani.

Saya percaya, bangsa yang sehat adalah bangsa yang kuat. Sehat secara fisik, sehat secara budaya, dan sehat secara sosial. Senam Melayu Nusantara menyentuh ketiganya sekaligus.

Di tengah tantangan global, perpecahan opini, dan derasnya arus informasi, kita butuh jangkar yang membuat kita tetap berpijak. Budaya adalah salah satu jangkar itu. Ia mengingatkan kita siapa diri kita, dari mana kita berasal, dan ke mana seharusnya kita melangkah bersama.

Saya berharap, rekor ini menjadi pemantik. Bukan untuk berpuas diri, tetapi untuk terus berinovasi dalam merawat kebersamaan. Mungkin ke depan bentuknya berbeda, kegiatannya lain, tapi semangatnya harus sama: merangkul, bukan memisahkan.

Karena pada akhirnya, kekuatan Indonesia bukan hanya pada sumber daya alam atau jumlah penduduknya. Kekuatan kita ada pada kemampuan untuk bergerak bersama, meski berbeda latar belakang.

Dan pagi itu, lewat Senam Melayu Nusantara, saya melihat secercah optimisme itu. Bergerak serempak, tersenyum bersama, dan percaya bahwa Indonesia bisa terus melangkah dengan semangat persatuan. (*)

* Edi Purwanto, Ketua Komite Olahraga Masyarakat Indonesia (KORMI) Provinsi Jambi sekaligus Anggota Komisi V DPR RI Dapil Jambi

Pos terkait