Opini Musri Nauli : Perjalanan Betuah (18)

perjalanan betuah (18)
Musri Nauli SH

JAMBISERU.COM – Ketika Al Haris mendatangi Tim Pemenangan ke Desa Sekapur Sirih, Jujuhan, Bungo maka kata Jujuhan tidak dapat dipisahkan dari Marga Jujuhan.

Baca Juga : Opini Musri Nauli : Perjalanan Betuah (17)

Marga Jujuhan dikenal sebagai Marga yang berbatasan langsung dengan Propinsi Sumatera Barat. Didalam Tembo Propinsi Jambi, “berjenjang dari Sialang Belantak Besi, lepas dari Durian Takuk Rajo. Melayang ke Tanjung Semelidu menuju Berajo Nan Seberang”.

Bacaan Lainnya

Baca Juga : Opini Musri Nauli : Perjalanan Betuah (16)

Nama-nama tempat seperti “Sialang belantak besi”, “Durian takuk Rajo”, “Tanjung Samalidu” dikenal didalam Marga VII Koto.

Jujuhan adalah nama tempat di Sungai Sarot  yang merupakan akar yang berjalin-jalin. Sungai Sarot kemudian dikenal sebagai “anak sungai yang menyongsong induk”. Makna “anak sungai menyongsong induk” adalah pertemuan anak Sungai dengan alur hulu Sungai Batanghari dari Damasraya. Sehingga “anak sungai menyongsong induk” kemudian diartikan sebagai pertemuan anak sungai dengan “membelah” Sungai Batanghari dan kemudian “mengilir” ke Sungai Batanghari (mengikuti alur sungai Batanghari).

Baca Juga : Opini Musri Nauli : Perjalanan Betuah (15)

Pertemuan antara anak Sungai Sarot dengan Sungai Batanghari dari Hulu Damasraya kemudian dikenal “Jumpa”. Namun dialek kemudian menjadi “Jumbak”. Tempat ini kemudian dapat dilihat di Dusun Jumbak

Tempat ini dikenal sebagai Putra Angek Garang sebagai Raja Pagaruyung.

Baca Juga : Opini Musri Nauli : Perjalanan Betuah (14)

Didalam tutur di masyarakat, dikenal “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah”. Tutur ini kemudian menjadi slogan dan symbol Propinsi Jambi dan menjadi “Semangat pemersatu” aliran-aliran Sungai. Sungai-sungai besar biasa disebut “batang”. Sehingga Sembilan “batang” yaitu Batang Jujuhan, Batang Sumay, Batang Tebo, Batang Bungo, Batang Pelepat, Batang Tabir, Batang Asai dan Batang Merangin. Pertemuan seluruh “batang” kemudian “Mengilir” sungai Batanghari yang panjang kemudian “ke laut lepas” yang disebut “laut lepas” yang kemudian dikenal Laut China Selatan di muka Pulau Berhala.

Baca Juga : Opini Musri Nauli : Perjalanan Betuah (13)

Marga Jujuhan berbatasan langsung dengan Propinsi Sumbar yang ditandai dengan tembo “Rantau Panjang, Jumbak, Tepian Danto, Aur gading, Talang pembesun (di Rimbo Bujang). Juga berbatasan dengan Marga VII Koto, Marga Tanah Sepenggal dan Batin II Pelayang. Batin II Pelayang sering juga disebut Marga Batin II Babeko.

Marga Jujuhan berpusat di Rantau Ikil.

Rantau Ikil terdiri dari kampong Sirih Sekapur, Ujung Tanjung, Pulau Jelmu, Dusun Baru Balai Panjang dan Tanjung Belit.  Sirih Sekapur  semula bernama Sri Sungai Kaper.

Marga Jujuhan dipimpin oleh Pesirah. Dan setiap Dusun kemudian dipimpin oleh Rio.

Marga Jujuhan terdiri Dusun Jumbak, Dusun Pulau Batu, Dusun Rantau Ikil. Setiap Dusun dipimpin seorang Rio.

Dusun Jumbak dikenal Rio Petinggi dan Rio Agung. Sedangkan Pulau Batu dipimpin oleh Depati.

Tempat untuk menyelesaikan persoalan yang disbut Balairung.

 Struktur adat ditandai dengan Banjar.  Istilah Banjar menunjuk kepada berbarisnya rumah-rumah yang terdiri dari 2 rumah atau 3 rumah.

Kemudian diikuti kampong, Batin dan Negeri.

Di berbagai tempat biasa disebut “kampong betuo, datuk bebatin dan Raja negeri”. Maknanya adalah setiap putusan baik putusan tuo kampong, datuk batin dan Raja negeri” harus diikuti oleh masyarakat berdasarkan tingkatannya.

Setiap sanksi adat dikenal “sekok ayam. beras segantang. Asam segaram dan kain sekayu”, kambing sekok, beras 10 gantang, asam segaram.   kain  4 kayu dan “Jawi sekok, beras 100 gantang, asam segaram.  kain 6 kayu.

Jawi adalah penamaan untuk sapi. Terhadap sanksi Jawi cuma dikenal di Marga Jujuhan. Di marga lain, hanya mengenal “kerbau sekok” sebagai bentuk sanksi tertinggi.

Baca Juga : Opini Musri Nauli : Perjalanan Betuah (12)

Dalam prosesi adat, dikenal “sirih sekapur” dan Pisau yang gagangnya  harus menghadap nenek Mamak. Penempatan gagang pisau dihadapan nenek mamak sebagai tanda bakti dan bersedia melaksanakan putusan nenek mamak.

Selain itu juga dikenal prosesi yang biasa disebut “tepung tawar”.

Sirih sekapur dan tepung tawar adalah proses sebagai tanda bakti dari masyarakat terhadap penghormatan masyarakat terhadap hukum adat.

Baca Juga : Opini Musri Nauli : Perjalanan Betuah (11)

Prosesi ini masih berlaku dan dihormati masyarakat didalam Marga Jujuhan.

Marga Jujuhan kemudian menjadi Kecamatan Jujuhan dan kemudian berkembang menjadi Kecamatan Jujuhan dan kecamatan Jujuhan Ilir.

Kecamatan Jujuhan terdiri dari Desa Baru Balai Panjang, Desa Jumbak, Desa Jelmu, Rantau Ikil, Desa Rantau Panjang, Desa Sirih Sekapur, Desa Siri Sekapur Perkembangan, Desa Talang Pemesun (Pamesun),  Desa Tanjung Belit dan Desa Ujung Tanjung.

Baca Juga : Opini Musri Nauli : Perjalanan Betuah (10)

Kecamatan Jujuhan Ilir terdiri dari Desa Aur Gading, Desa Bukit Sari, Desa Kuamang, Desa Lubuk Tenam, Desa Pulau Batu, Desa Sari Mulya dan Desa Tepian Danto. (*)

*) Direktur Media Publikasi dan Opini Tim Pemenangan Al Haris-Sani

Berita Jambiseru[dot]com Lainnya  : Kamus Bahasa Jambi Lengkap, “Cantik” Sampai “Terima Kasih”

Pos terkait