Musri Nauli : Penyaksi

Musri Nauli
Musri Nauli. Foto : Dok/Istimewa

Musri Nauli : Penyaksi

Jambiseru.com – “Yah, ayah jadi Direktur, ya”, kata si Bungsu diujung telephone. Terdengar suara berderai

“Yah, dek”, kataku sembari menahan tawa. Panggilan “adek’ kami lekatkan kepada sibungsu. Seluruh keluarga memanggil sibungsu dengan panggilan “Adek”.

Bacaan Lainnya

Teringat percakapan ketika si bungsu menelephoneku disaat aku masih diluar kota. Saya kemudian tidak membayangkan “suasana” dirumah. Selain mobilitas “urusan” yang masih ribet, suasana di Jambi tidak kurasakan langsung.

“Pokoknya heboh, bang”, kata teman sesama tim. “Abang harus cepat pulang. Kita harus rapat”, lanjutnya.

Ok. Segera urusan saya kelar, saya akan pulang. Malamnya segera rapat”, kataku menutup pembicaraan.

Ditunjuk sebagai Direktur Media Publikasi dan Opini dalam tim pemenangan merupakan “pekerjaan baru”. Walaupun praktis “dunia pers” dan pergaulan dengan teman-teman jurnalis bukanlah hal yang baru.

Sejak menjelang reformasi, pergaulan dengan teman-teman pers merupakan perlawanan “sumbatan demokrasi”. Teman-teman pers-lah yang justru menjadi “telinga kebenaran” untuk menyampaikan berbagai peristiwa yang “pers orde baru” tidak berani meliputnya.

Belum lagi sejak 1996, dunia tulis menulis adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Menjadi penulis diberbagai media massa. Dan rutin menyetor tulisan.

Zaman Disket Sampai Online

Dimulai dari zaman “disket” yang harganya masih Rp 2.500,-. Rutin kemudian barulah melalui e-mail.

Namun akhir-akhir ini ketika dunia media online begitu menjamur, cara ini bahkan lebih mudah. Selain cukup melalui aplikasi whatapp, tulisan yang masuk tidak lama kemudian dapat dilihat di website media online. Sehingga ketika ada ide tulisan, maka tulisan dapat langsung dikirimi. Rutinitas yang semakin sering sejak 2006.

Dengan demikian, praktis sejak 2006, hampir media online relatif rutin mengirimkan tulisan. Bahkan ada media online yang menjadi “langganan wajib”.

Sehingga ketika kemudian ditunjuk menjadi Direktur Media Publikasi dan Opini justru menjadi “pergaulan” yang lebih familier.

Menjadi “Direktur” menyebabkan interaksi saya dengan kandidat menjadi lebih mudah dan akses langsung. Bahkan beberapa tema penting, saya tidak merasa keberatan untuk menyampaikannya.

Tentu saja banyak yang berfikir. Saya kemudian “bermimpi” akan menjadi kaya raya ketika kandidat yang saya usung menjadi Gubernur/Wakil Gubernur.

Hello.

Disaat usia hampir setengah abad, dimana hampir berbagai kehidupan sudah saya jalani, saya justru tengah menikmati dunia Advokat. Dunia yang pernah “sempat” saya tinggalkan 4 tahun. Saya menikmati dunia Advokat selain merupakan “panggilan jiwa” juga saya juga harus sadar. Saya dibesarkan “melawan orde baru’. Tetap memilih bersama dengan kaum yang tertindas atau kaum papa yang membutuhkan pertolongan hukum.

Apakah itu “idealisme” ?

Tidak. Ketika saya menuntaskan jabatan sebagai Direktur Walhi Jambi, saya kemudian “menyepi”. Menyelesaikan perjalanan panjang “menggali” sejarah dan marga/batin se Provinsi Jambi.

Tugas yang sempat “terlantar’ karena tidak memungkinkan untuk dikerjakan.

Lalu ketika saya kemudian “menyepi” dan menyelesaikan perjalanan panjang, maka filosofi yang dianut masyarakat Jawa menjadi pedoman saya.

Lengser keprabon. Mandeg pandito. Kembali kedunia “pertapaan’ dan “menyepi” setelah “lengser” dari tahta.

Sehingga ketika setahun yang lalu dimulai pembicaraan tentang agenda Pemilihan Gubernur 2020, saya hanya “merenung”.

Apakah ini kesempatan untuk “membenahi” lingkungan hidup di Jambi dari pendekatan kebijakan ?

Setelah saya melihat “keseriusan” dari kandidat”, cara memandang persoalan lingkungan hidup, pekerjaan yang sudah dilakukan maka saya kemudian berketetapan hati.

Melaksanakan mandat-mandat yang belum saya tunaikan.

Saya kemudian memilih “bertarung”.

Menjadi bagian dari tim pemenangan. Menjadi penyaksi dari perubahan.

Lalu ketika motivasi yang besar itu kemudian direduksi dengan alasan yang lain ? Misalnya akan mendapatkan kekayaan ketika kandidat yang saya usung kemudian menjadi pemenang.

Rasanya “terlalu sayang”, kesempatan yang diberikan kepada saya kemudian menjadi persoalan “remeh-temeh”. Apalagi “cawe-cawe” urusan yang bukan menjadi bidang atau dunia saya.

Setidak-tidaknya saya akan mengawal untuk membuka “seluruh kran’ yang selama ini tersumbat. Menghadirkan negara didalam persoalan ditengah rakyat.

Apakah itu cuma “kampanye” atau slogan semata ?

Di kandang Walhi Jambi, sang kandidat sendiri berjanji. Mengurusi isu lingkungan hidup dan memastikan “daya rusak” lingkungan hidup tidak semakin parah.

Media massa yang hadir menjadi penyaksi. Atas janji sang kandidat.

Dan saya kemudian memilih. Untuk menjadi gerbong memenuhi janji sang kandidat. (*)

Penulis adalah Direktur Media dan Opini Al Haris-Sani

Musri Nauli dan Hubungannya dengan Media di Jambi

Di kalangan jurnalis media massa dan aktivis, Musri Nauli dikenal sosok yang low profile. Lawyer ini, selalu bisa membaur dengan jurnalis dan media-media yang ada di Provinsi Jambi.

Kiprah Musri Nauli dimulai dari berdirinya kantor hukum (LBH) IMSA, singkatan dari Indra Armendalis, Musri Nauli, Safriansyah dan Adri.

Ke empat pengacara ini malang melintang di dunia hukum Jambi. Hampir semuanya dekat dengan kalangan wartawan sewaktu itu. Tetapi, hanya Musri Nauli yang terjun langsung ke dunia penulisan sehingga ia cepat masuk ke kalangan media.

Lewat tulisan-tulisan opini-nya, Musri Nauli lambat laun dikenal banyak kalangan jurnalis. Bahkan, sebagian besar masyarakat merasa terbantu dengan tulisan-tulisan Musri Nauli ini.

Pembejaran hukum yang terus menerus di berbagai media massa, membuat Bang Nauli -sapaan akrab Musri Nauli SH-, sangat diterima oleh berbagai kalangan.

Kiprah Bang Nauli diperdalam ketika ia menjadi Direktur Walhi. LSM lingkungan ini, di tangan Musri Nauli punya pengaruh cukup besar. Marwah Walhi terangkat bersamaan pendampingan-pendampingan yang dilakukan Bang Nauli Cs.

Meski sibuk di antara persidangan dan kegiatan Walhi, Musri Nauli tetap eksis membuat tulisan-tulisan opini. Sudah ribuan opini yang ditulis pria berdarah Medan-Padang ini.

Sampai hari ini, meski dipercaya menjadi Direktur Media dan Publikasi Al Haris-Abdullah Sani, Musri Nauli masih aktif menulis opini. Opini tentang Jambi lebih banyak ditulisnya ketimbang penulis-penulis lain.

Dan opini-opini Jambi ini bertebaran di hampir seluruh media dalam Provinsi Jambi. Bahkan, ia menjadi pengisi tetap rubrik hukum di salah satu media koran di Jambi.

Punya Baterai Anti Low

Kalau diibaratkan ponsel, Musri Nauli adalah hp yang punya baterai anti habis atau low. Selalu bersemangat dan tak kenal lelah.

Meski berbadan rata-rata orang Indonesia, tak terlalu tinggi dan tak terlalu pendek, ia punya suara yang besar dan lantang. Kalau sudah bicara, wah, bisa-bisa satu RT mendengar.

Diajak begadang, jangan coba-coba. Bisa kalah kita. Dia bisa stay dari pagi ke pagi lagi, tanpa tidur! Bayangkan, baterai hp seperti apa yang mampu dipakai terus tanpa dicas?

Kalaupun terpaksa tidur, paling sejam dua jam, cukup. Cuci muka, mandi, ready lagi. Siap diajak ke mana saja dan mau apa saja. Ini karena Musri Nauli adalah sosok yang serba bisa.

Mau ajak debat? Boleh. Dia paling jago. Kata orang, jangan kan mau kalah, seri bae dak galak (mau). Hahaha….

Tetapi begitulah Musri Nauli. Sebagai seorang aktivis (mantan Direktur Walhi Jambi), ia juga seorang pengacara senior di Jambi. Jadi, wajar kan kalau ia selalu berusaha untuk menang debat. Karena pekerjaan pengacara, ya, berkaitan dengan debat dan adu argumentasi.

Pengalaman selama berkutat di dunia hukum, mengajarkan Nauli untuk selalu jeli dan by data. Ketika ia bicara, biasanya sudah dilengkapi data yang akurat. Makanya, ia sering menang dalam diskusi ataupun debat.

Tetapi ia juga sosok yang bijaksana. Kalau melihat lawan debat atau diskusinya kalah, biasanya ia akan mundur dan menahan diri. Tak mau terlalu mengejar atau menyudutkan.

 

Baca Opini-opini Musri Nauli yang Lain :

Opini Musri Nauli : Perjalanan Betuah (1), (2)(3)(4)(5) , (6)(7)(8)

Atau bisa baca opini lain DI SINI

 

Pos terkait