Opini : Sinergi Regulasi dan Investasi: Menafsir PMK Nomor. 68 Tahun 2024 dalam Percepatan Jalan Khusus Batubara Jambi

Yulfi Alfikri Noer S. IP., M. AP, Akademisi UIN STS Jambi.
Yulfi Alfikri Noer S. IP., M. AP, Akademisi UIN STS Jambi.Foto: Jambiseru.com

Oleh: Yulfi Alfikri Noer S.IP., M. AP

Akademisi UIN STS Jambi

 

Bacaan Lainnya

Jambiseru.com – Pembangunan jalan khusus batubara di Provinsi Jambi tidak sekadar persoalan infrastruktur, tetapi juga ujian bagi kemampuan pemerintah daerah dalam membaca arah kebijakan nasional dan mengoptimalkan peluang investasi. Di tengah keterbatasan fiskal, skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) menjadi salah satu solusi yang menawarkan keseimbangan antara kepentingan publik dan efisiensi investasi. Hadirnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2024 memperkuat landasan regulasi bagi model kemitraan ini, dengan memberikan dukungan fiskal yang lebih terukur dan insentif bagi proyek strategis daerah. Dalam konteks Jambi, kebijakan ini bukan sekadar perangkat hukum, melainkan momentum untuk mempercepat penyelesaian jalan khusus batubara, proyek vital yang diharapkan dapat mengurai kemacetan, menekan angka kecelakaan, serta mengembalikan harmoni antara aktivitas ekonomi dan keselamatan masyarakat.
Menurut data resmi Dinas PUPR Provinsi Jambi melalui dataset kondisi ruas jalan kabupaten/kota, terdapat panjang segmen jalan yang berada dalam kategori “rusak ringan”, “rusak sedang”, dan “rusak berat” yang mencerminkan tantangan pemeliharaan infrastruktur (https://jdac.jambiprov.go.id). Di sisi lain, laporan lokal menyebut bahwa di Kabupaten Muaro Jambi hampir 50 persen jalan kabupaten berada dalam kondisi rusak berat; hanya sekitar 27,45 persen jalan yang dikategorikan “baik” (https://imcnews.id/read/2023/12/17/22745). Sementara itu, jalan-jalan provinsi di Jambi juga menunjukkan angka kerusakan yang signifikan sekitar 22,62 persen dari total jalan provinsi dikabarkan mengalami kondisi rusak (https://www.jambione.com/megapolitan/1362994611/2262).
Potensi Ekonomi Batu Bara dan Tekanan Logistik
Jambi tetap menjadi provinsi penghasil batu bara penting di Sumatra. Pada tahun 2023, volume ekspor batu bara dari Provinsi Jambi mencapai 7,19 miliar kilogram dengan nilai ekspor lebih dari US$ 360 juta (https://jambi.bps.go.id/en/statistics-table/2). Cara distribusi logistik dari tambang ke pelabuhan akan sangat menentukan efisiensi biaya dan kecepatan pengiriman.
Namun, produksi batu bara Jambi juga menunjukkan fluktuasi yang tajam. Misalnya, pada salah satu triwulan 2024, volume ekspor batu bara dilaporkan turun drastis menjadi hanya 298 ribu ton, atau penurunan sekitar 80 persen dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 1,53 juta ton (https://jambiindependent.bacakoran.co/read/19977). Data historis 2018–2022 juga menunjukkan pola naik-turun yang cukup ekstrem, sebagaimana tercatat dalam studi akademis berbasis data BPS Jambi (https://repository.unja.ac.id/60373/6). Kondisi kerusakan jalan dan tekanan tinggi terhadap sistem logistik semacam ini menimbulkan dilema: apakah harus terus memaksakan jalan umum untuk truk berat atau segera mencari solusi infrastruktur khusus yang lebih sistematis.
Skema KPBU dan PMK Nomor 68 Tahun 2024: Jalan Kolaboratif untuk Menyelesaikan Jalan Khusus
Di sinilah urgensi kebijakan pembiayaan inovatif seperti Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) menjadi relevan. Skema ini membuka ruang kolaborasi antara pemerintah dan pihak swasta untuk berbagi peran, risiko, dan manfaat dalam pembangunan infrastruktur publik. Kehadiran PMK Nomor 68 Tahun 2024 tentang Dukungan Fiskal dan Fasilitas dalam Proyek KPBU memperkuat kerangka hukum sekaligus memberikan kepastian fiskal bagi proyek-proyek infrastruktur strategis di daerah, termasuk pembangunan jalan khusus batu bara.
Melalui PMK ini, pemerintah daerah dapat mengakses berbagai fasilitas pendukung seperti Project Development Facility (PDF) untuk penyiapan proyek, Viability Gap Fund (VGF) bagi proyek yang layak secara sosial tetapi belum layak finansial, serta availability payment sebagai mekanisme pembayaran berbasis kinerja setelah proyek beroperasi. Dengan begitu, beban fiskal daerah tidak lagi harus menanggung keseluruhan biaya di awal, sementara sektor swasta mendapat kepastian pengembalian investasi jangka panjang.
Dalam konteks Jambi, penerapan KPBU sesuai PMK Nomor 68 Tahun 2024 dapat menjadi solusi konkret mempercepat pembangunan jalan khusus tanpa membebani APBD. Pemerintah daerah dapat menggandeng mitra strategis dari sektor swasta untuk membangun, mengelola, sekaligus memelihara jalur tersebut berdasarkan kontrak yang terukur dan transparan. Dengan tata kelola yang baik, model ini tidak hanya mempercepat penyelesaian proyek, tetapi juga menjadi simbol transformasi menuju tata kelola pembangunan yang modern dan partisipatif.
Pada akhirnya, percepatan proyek jalan khusus batu bara bukan sekadar urusan teknis antara tambang dan pelabuhan, tetapi tolok ukur kematangan tata kelola pembangunan di Jambi. Di sinilah KPBU dan PMK Nomor 68 Tahun 2024 hadir bukan hanya sebagai instrumen fiskal, melainkan sebagai wujud nyata dari transformasi cara pandang pemerintah daerah terhadap pembangunan: dari sekadar “membangun proyek” menjadi “membangun sistem.”
Ukuran keberhasilan proyek ini bukan hanya seberapa cepat jalan itu rampung, tetapi seberapa dalam manfaatnya dirasakan oleh masyarakat dan seberapa kuat ia menjadi warisan pembangunan yang beradab, berkeadilan, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Pos terkait