Opini Musri Nauli : Pidana Mati

perjalanan betuah (21)
Musri Nauli. Foto : Dok/Istimewa

Jambi Seru – Akhir-akhir ini, konsentrasi publik begitu tersita dengan peristiwa paling menghebohkan di tanah air. Seorang Jenderal aktif bersama-sama dengan Ajudan dan istri serta Anggota Rumah Tangga kemudian dituduh melakukan tindak pidana yang cukup serius. Rangkaian peristiwa pembunuhan yang memakan korban. Seorang Ajudan di rumah Dinasnya.

Begitu panjang proses hukum rangkaian di tingkat penyidikan. Upaya sistematis untuk mengaburkan peristiwa yang sempat disebutkan sebagai peristiwa “tembak menembak” kemudian dapat dibongkar Bareskrim Mabes Polri. Dan kemudian dapat menjadi terang benderang ketika kemudian menjadi peristiwa paling mengerikan. Penembakan terhadap korban seorang ajudan.

Sang Jenderal kemudian ditetapkan tersangka bersama-sama dengan sang ajudan, istri dan anggota pembantu rumah tangga. Tidak tanggung-tanggung. Terlibat sindikat kasus pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP). Sebuah tuduhan yang cukup serius.

Konsentrasi publik kemudian bergulir hingga ke persidangan. Persidangan yang cukup panjang, memeriksa hingga puluhan saksi, menghadirkan ahli, hingga berbagai barang bukti kemudian bermuara. Dengan pembacaan tuntutan Jaksa penuntut umum kepada sang Jenderal (non aktif) dengan hukuman seumur Hidup. Ditengah desakkan publik untuk menetapkan hukuman mati.

Terlepas dari proses yang panjang, tuntutan Jaksa penuntut Umum dengan hukuman seumur hidup ditengah desakkan hukuman mati, proses selanjutnya selain akan mendengarkan pembelaan dari Penasehat Hukum dan pembelaan pribadi dari terdakwa, akan dilakukan putusan oleh Majelis Hakim.

Hakim sama sekali tidak terikat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Berbagai yurisprudensi menyebutkan, pedoman hakim didalam memutuskan perkara selain bersandarkan kepada alat bukti yang sudah ditentukan didalam KUHP, hakim hanya berpatokan terhadap dakwaan JPU. Bukan terhadap tuntutan JPU.

Dengan demikian, apabila menurut hakim terhadap perbuatan para terdakwa telah terbukti dimuka persidangan, maka mengenai hukuman yang “pantas” menurut hukum, hakim sama sekali tidak terikat dengan tuntutan JPU. Hakim mempunyai “kebebasan independent” Mengenai hukuman.

Sebagaimana diketahui, ancaman Pasal pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) terdiri dari hukuman mati atau pidana seumur Hidup dan paling lama dua puluh tahun.

Jadi, hakim diberi kebebasan untuk menjatuhkan pidana pokok apakah hukuman mati, seumur Hidup dan penjara paling lama 20 tahun. Dengan demikian terlepas JPU menuntut penjara seumur hidup, Hakim dapat menjatuhkan lebih berat seperti hukuman mati atau pidana penjara paling lama 20 tahun penjara.

Mengenai penjatuhan hukuman (baik hukuman mati, seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun) oleh hakim semata-mata merupakan “ranah independensi hakim” yang tidak terikat dengan keadaan terhadap hakim. Putusan Hakim merupakan bentuk “kemerdekaan” dan “independesi” lembaga peradilan.

Pos terkait