Ia juga menceritakan, getaran gempa sering kali terjadi dan terasa kencang, bahkan dalam satu hari bisa beberapa kali terjadi getaran.
“Kalau di sini mungkin karena pusatnya jadi gempanya terasa kenceng, kita langsung lari keluar tenda,” katanya.
Bantuan
Ia mengatakan, selama tinggal di pengungsian, bantuan pangan mencukupi. Hanya, pengungsi masih membutuhkan selimut, kasur, dan alas tidur yang lebih tebal. Sebab, wilayah Kecamatan Cugenang merupakan daerah pegunungan yang dingin.
“Di pengungsian, alhamdulillah, kalau sembako, sandang, masih tercukupi. Saat ini, kami butuh kasur. Sekarang, kami hanya tidur beralaskan tikar, apalagi jika hujan turun,” katanya.
Selain itu, korban gempa juga membutuhkan bantuan air bersih. Sebab, meskipun dekat dengan mata air, air bersih sangat sulit didapatkan. Mereka harus mengambil air dari sawah atau menyimpan air hujan untuk keperluan mandi. Terkait relokasi, warga memilih tinggal di tempat semula.
“Kalau saat ini kita ke rumah hanya ngambil pakaian yang masih bisa dibawa, selebihnya kita diem di sini di pengungsian,” katanya.
Warga lainnya, Ujang (45) mengatakan, saat ini warga hanya mendapatkan bantuan dari koneksi pribadi.
“Kalau dari desa, saya sudah ngobrol, sampai hari ini baru mendata,” kata Ujang.
Ujang menyayangkan lambannya respons pemerintah setempat, padahal warga tidak bisa menunggu.
“Untuk kebutuhan masyarakat itu mendesak, tidak bisa menunggu apalagi urusan pangan. Belum lagi kami dalam keadaan trauma. Apalagi, untuk keperluan balita,” katanya.













