Opini: Drama Pelantikan Sekda Merangin dan Ancaman Batas Usia
Oleh: Edo Guntara
Proses seleksi Sekretaris Daerah (Sekda) Merangin kembali memunculkan drama yang tak pernah jauh dari tarik-menarik kepentingan birokrasi. Dari tiga nama terbaik hasil seleksi terbuka—Zulhifni, Deddi Candra, dan Firdaus—dua di antaranya kini justru terancam gagal dilantik hanya karena waktu yang terus bergerak tanpa kepastian dari pemerintah daerah.
Pengumuman tiga besar yang ditandatangani Ketua Pansel, Prof. Dr. Zainal Arifin Hoesein, pada 25 November lalu seharusnya menjadi pintu masuk proses pelantikan yang cepat dan tegas. Nilai mereka pun tidak main-main: Zulhifni berada di urutan pertama dengan nilai 86,32, disusul Deddi Candra 83,63, dan Firdaus 82,41. Namun hingga 5 Desember, jabatan Sekda Merangin masih saja kosong dari kepastian.
Masalahnya bukan sekadar siapa yang terbaik, melainkan siapa yang masih masuk dalam batas usia pelantikan sebagaimana diatur dalam SE MenPAN-RB Nomor 10 Tahun 2023: maksimal 58 tahun bagi PNS yang sedang atau pernah menduduki jabatan JPT Pratama. Dua kandidat—Zulhifni dan Firdaus—dalam hitungan hari genap berusia 58 tahun, masing-masing pada 23 dan 19 Desember 2025. Artinya jendela waktu mereka tinggal beberapa hari saja. Jika lewat, peluang keduanya otomatis gugur.
Sementara itu, Deddi Candra, yang saat ini berusia 46 tahun, menjadi satu-satunya kandidat yang “aman” dari aturan tersebut. Tanpa bermaksud mengecilkan kapabilitas, situasi ini tentu menghadirkan ironi. Seleksi dengan biaya daerah, penilaian berlapis, dan rangking objektif seolah tak cukup memastikan pelantikan tepat waktu.
Zulhifni yang kini menjabat Asisten II sekaligus Pj Sekda bahkan sudah melaksanakan syukuran saat menempati rumah dinas Sekda, sebuah sinyal kuat bahwa ia merasa percaya diri dengan proses yang dijalani. Firdaus juga punya rekam jejak panjang sebagai Staf Ahli Bidang Hukum. Tetapi regulasi tidak mengenal empati—usia tetap usia.
Andai saja pemerintah daerah menunda terlalu lama, bukan hanya dua kandidat yang dirugikan. Masyarakat Merangin akan kembali menghadapi kekosongan jabatan strategis. Bahkan jika Zulhifni atau Firdaus dilantik sekalipun, keduanya akan pensiun pada akhir 2027, sehingga posisi Sekda akan kembali lowong pada 1 Januari 2028. Itu artinya: Pj lagi, Plt lagi, dan sangat mungkin seleksi terbuka lagi—yang berarti anggaran kembali digelontorkan.
Di titik inilah publik layak mempertanyakan: mengapa proses pelantikan jabatan setingkat Sekda bisa terombang-ambing hanya oleh ketidaktegasan waktu? Padahal aturan sudah jelas, hasil seleksi sudah diumumkan, dan kebutuhan daerah terhadap Sekda definitif sangat mendesak.
Jika pemerintah daerah ingin memberikan kepastian dan menjaga wibawa birokrasi, maka keputusan harus diambil segera—bukan hanya demi para kandidat, tapi demi tertibnya tata kelola pemerintahan di Kabupaten Merangin.(*)













