Opini Musri Nauli : Krenggo

Opini Musri Nauli
Musri Nauli. Foto : Dok/Istimewa

Jambiseru.com – Di tengah masyarakat Melayu Jambi dikenal istilah “Krenggo”. Krenggo yang biasa dikenal untuk penyebutan semut merah yang besar dapat dijumpai di berbagai tempat.

Semut merah atau ada juga yang menyebutkan semut rangrang (Oecophylla smaragdina) sering juga disebut sebagai hewan yang menunjukkan serangga sosial.

Di tengah masyarakat Melayu Jambi dikenal berbagai seloko yang menyebutkan istilah “krenggo”.

Bacaan Lainnya

Di Marga Batin Pengambang dikenal “empang krenggo” sering dipadankan dengan seloko seperti “belukar tuo” atau “belukar lasa”, “sesap rendah jerami tinggi” atau “sesap rendah tunggul pemarasan”, “perimbun”, “mati tanah. Buat tanaman”. “Belukar tuo” atau “belukar Lasa”, atau sudah menunjukkan “jerami tinggi” sudah lama tidak dirawat.

Sedangkan di Ilir Jambi dikenal  “Larangan krenggo”

A.P. Parlindungan di dalam bukunya Konversi Hak-Hak Atas Tanah menyebutkan, “di Jambi dijumpai aturan bahwa sawah yang ditinggalkan selama 5 tahun, jajaran 3 tahun dan talang 3 tabun akan menyebabkan gugumya hak atas itu.

“Empang krenggo” sering dipadankan dengna seloko seperti Belukar tuo” atau “belukar Lasa”, “sesap rendah jerami tinggi” atau “sesap rendah tunggul pemarasan”, “perimbun”, “Mati tanah. Buat tanaman”. “Belukar tuo” atau “belukar Lasa” adalah Seloko yang menunjukkan tanah yang telah dibuka maka harus ditanami paling lama 3 tahun. Dan kemudian harus dirawat.

Putusan Mahkamah Agung No. 1192 K/Sip/1973 Tanggal 27 Maret 1975 menyebutkan “Menurut peraturan adat setempat, hak semula dari seseorang atas tanah usahanya gugur apabiia ia telah cukup lama belum/tidak mengerjakan lagi tanahnya, kemudian ia diberi teguran oleh Kepala Persekutuan Kampung atau Kepala Kampung untuk mengerjakannya, tetapi teguran itu tidak diindahkannya; dalam hal ini bolehlah tanah itu oleh Kepala Persekutuan Kampung atau Kepala Kampung diberikan kepada orang lain yang memerlukannya.

Putusan Mahkamah Agung No. 590 K/Sip/1974 tanggal 3 Desember 1975 menyebutkan “Menurut hukum, baik hukum adat maupun ketentuan-ketentuan U.U.P.A. tahun 1960 hapusnya hak atas tanah adalah antara lain karena diterlantarkan.

Dengan demikian maka “empang krenggo”, “mengepang”, ”Belukar tuo” atau “belukar Lasa”, “sesap rendah jerami tinggi” atau “sesap rendah tunggul pemarasan”, “perimbun”, “Mati tanah. Buat tanaman” dan “Larangan krenggo” adalah tanah terlantar. (*)

Advokat. Tinggal di Jambi

Pos terkait