Layanan Tes Keperawanan di Klinik Dikecam

Oknum Polisi Cabuli Anak Angkat
Ilustrasi. Foto : Istimewa

Jambiseru.com – Layanan tes keperawanan oleh salah satu klinik medis menuai kontroversi. Ya, dalam tes tersebut, melakukan pemeriksaan untuk memastikan selaput dara masih utuh atau tidak.

Bermacam layanan tes keperawanan bagi kaum hawa itu dipatok dengan harga sekitar Rp 2,8 juta hingga Rp 5,6 juta.

Baca JugaMelaju di Tengah Hujan, Mobil Ertiga Terbalik di Merangin

Bacaan Lainnya

Dilansir dari Detik.com, klinik medis kontroversi itu ada di Inggris.

Terkuaknya bisnis tes keperawanan ini berawal dari invetigasi BBC Newsbeat and 100 Women. Mereka mengidentifikasi 12 klinik dan menyelidiki 16 di antaranya.

Ada 7 klinik yang terkonfirmasi memberikan layanan tes keperawanan, dan beberapa klinik lain tidak mengklarifikasi.

Bahkan. klinik-klinik itu juga ada layanan operasi untuk memperbaiki selaput dara seharga Rp 28 juta hingga Rp 56 juta. Data National Health Service memperlihatkan ada 59 tindakan yang dilakukan dalam 5 tahun terakhir.

Seorang perempuan melalui Karma Nirvana menceritakan pengalamannya. Karma Nirvana sendiri ialah badan amal yang mendukung korban pelecehan dan pernikahan paksa atas nama kehormatan.

“Saya mempunyai hubungan yang emosional dan abusif dengan orang tua yang menginginkan saya untuk menjalani pernikahan paksa,” katanya, dikutip dari BBC.

“Satu hari, seorang tetua di komunitas melihat saya keluar dengan teman dan mengatakannya ke ibu bahwa salah seorang di antaranya adalah pacar saya. Ada banyak rumor di komunitas mengenai itu,” lanjutnya.

Perempuan ini kemudian diancam tes keperawanan oleh orang tuanya. Orang tua kedua belah pihak meminta tes itu untuk membuktikan keperawanan supaya pernikahan bisa dijalankan.

“Saya sangat takut dan tidak begitu mengerti apa artinya. Saya merasa kabur adalah satu-satunya pilihan, dan itu yang saya lakukan,” kisahnya.

Baca JugaVC Oknum Kades Kerinci dengan Wanita Cantik, Diduga Modus Pemerasan

Bahkan, Organisasi kesehatan dunia (WHO) dan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) menyebutnya sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan memintanya untuk dilarang.

Para pakar juga menyatakan hal itu tidak ilmiah malah menjurus pada pelecehan. (*)

Pos terkait