Jambiseru.com – Di tengah gemuruh modernisasi dan tantangan ekonomi yang kian kompleks, Indonesia masih bergulat dengan paradoks: ribuan lulusan SMA, SMK, MA, hingga perguruan tinggi menganggur. Mereka terjebak dalam ketidaksesuaian antara ijazah dan kebutuhan pasar kerja.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan angka pengangguran usia 15-24 tahun mencapai 13-15 persen, dengan banyak di antaranya berasal dari desa-desa.
Di sinilah “Sekolah Rakyat Berbasis Vokasi” muncul bak angin segar sebagai gagasan revolusioner yang menjanjikan kemandirian ekonomi bagi pemuda desa melalui pelatihan 120 jam yang disesuaikan dengan minat, bakat, dan hobi.
Program ini bukan sekadar pelatihan, melainkan gerakan pemberdayaan yang berpijak pada potensi lokal untuk membangun masa depan yang lebih cerah.
Mengapa Sekolah Rakyat?
Bayangkan seorang lulusan SMK di sebuah desa terpencil, berijazah, tapi tidak punya keterampilan praktis untuk bersaing di dunia kerja. Atau seorang sarjana yang kembali ke kampung halaman, tapi terhambat oleh minimnya peluang di desa.
Itulah realitas yang dihadapi jutaan pemuda Indonesia. Sekolah Rakyat Berbasis Vokasi hadir untuk memecah kebuntuan itu, dengan menawarkan pelatihan intensif yang dirancang khusus untuk remaja usia 18-25 tahun yang belum bekerja.
Dengan pendekatan berbasis desa, program ini tidak hanya relevan, tetapi juga inklusif, menjangkau mereka yang sering terpinggirkan dari sistem pendidikan formal.
Inti dari program ini adalah personalisasi. Setiap peserta diasesmen untuk mengenali minat dan bakatnya. Seseorang yang hobi memasak diarahkan ke tata boga, sementara penggemar teknologi ke elektronika. Pendekatan ini bukan hanya tepat secara pedagogis, tetapi juga manusiawi, karena memungkinkan pemuda menemukan jati diri mereka melalui keterampilan yang mereka cintai.
Seperti yang pernah dikatakan filsuf Amartya Sen, pemberdayaan sejati adalah ketika individu memiliki kebebasan untuk memilih dan mewujudkan potensinya. Sekolah Rakyat bukan sekadar pelatihan; ia adalah jembatan menuju kemandirian.
Desa pusat transformasi
Pelaksanaan program “Sekolah Rakyat Berbasis Vokasi” di desa-desa adalah keputusan strategis. Dengan memanfaatkan balai desa atau pusat komunitas sebagai lokasi pelatihan, biaya operasional dapat ditekan, sementara keterlibatan masyarakat lokal diperkuat.
Pelatihan selama 120 jam, yang dibagi menjadi 20 persen teori, 70 persen praktik, dan 10 persen evaluasi serta mentoring, dirancang fleksibel misalnya, 4-6 jam sehari, tiga kali sepekan agar sesuai dengan ritme kehidupan desa.
Instruktur, idealnya kombinasi antara praktisi lokal dan ahli eksternal, memastikan materi relevan dengan konteks budaya dan ekonomi setempat.
Lebih dari itu, program ini memanfaatkan sumber daya desa, misalnya bahan baku untuk pelatihan tata boga bisa berasal dari kebun lokal, sementara peralatan sederhana untuk elektronika dapat diakses melalui kemitraan dengan UMKM.
Setelah pelatihan, peserta didampingi melalui fase inkubasi untuk memulai usaha atau mencari pekerjaan, mungkin melalui kerja sama dengan perusahaan lokal atau platform digital, seperti marketplace. Pendekatan ini mencerminkan semangat gotong royong, sekaligus menjadikan desa sebagai pusat inovasi ekonomi.
Kebutuhan zaman
Sekolah Rakyat Berbasis Vokasi menawarkan tujuh bidang keterampilan yang selaras dengan kebutuhan pasar kerja dan potensi wirausaha, yakni tata boga, tata busana, tata rias, multimedia, elektronika, kelistrikan, dan servis motor. Pilihan ini bukan asal-asalan, melainkan berdasarkan analisis pasar kerja dan peluang usaha di Indonesia.
– Tata Boga. Di tengah booming kuliner dan pariwisata, keterampilan ini memungkinkan peserta membuka usaha catering atau memasok produk lokal ke pasar kota. Bayangkan kue tradisional dari desa yang dijual secara online, menghidupkan kembali warisan kuliner, sekaligus perekonomian.
– Tata Busana. Dengan pelatihan menjahit dan desain, peserta bisa membuka butik kecil atau memproduksi busana berbasis kain tradisional seperti batik, memperkuat identitas budaya.
– Tata Rias. Industri kecantikan yang terus berkembang membuka peluang untuk salon rumahan atau jasa rias untuk acara lokal, dengan bahan alami dari desa sebagai nilai tambah.
– Multimedia. Di era digital, keahlian editing video atau desain grafis membuka pintu ke pekerjaan remote, seperti menjadi kreator konten yang mempromosikan produk desa.
– Elektronika. Perbaikan gawai atau inovasi sederhana, seperti IoT untuk pertanian bisa menjadikan peserta teknisi andalan di desa.
– Kelistrikan. Dengan transisi ke energi terbarukan, keterampilan instalasi listrik atau panel surya sangat dibutuhkan, terutama di perdesaan.
– Service Motor. Di desa, dengan mobilitas tinggi, bengkel motor adalah usaha yang tidak pernah sepi, mengurangi ketergantungan pada kota.
Semua bidang ini memiliki dua keunggulan, yakni permintaan tinggi di pasar kerja dan modal awal yang relatif rendah untuk wirausaha. Dengan pelatihan yang tepat, seorang peserta bisa menghasilkan Rp2-5 juta per bulan, angka yang realistis berdasarkan keberhasilan program serupa, seperti Balai Latihan Kerja (BLK).
Dampak nyata
Manfaat Sekolah Rakyat melampaui aspek ekonomi. Bagi individu, program ini adalah tiket menuju kemandirian finansial, sekaligus meningkatkan rasa percaya diri dan mengurangi risiko depresi akibat pengangguran.
Bagi komunitas, program ini memperkuat ikatan sosial melalui kolaborasi antarpeserta dan instruktur, menciptakan role model lokal yang menginspirasi. Ekonomi desa pun terdongkrak; pengurangan migrasi urban, peningkatan produk domestik regional bruto (PDRB) desa, dan penurunan angka kemiskinan.
Secara nasional, program ini mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya pendidikan berkualitas dan pekerjaan layak. Dengan pendekatan inklusif, misalnya, modul khusus untuk perempuan atau difabel, program ini juga mempromosikan kesetaraan gender dan aksesibilitas.
Bayangkan, sebuah desa di mana sekelompok pemuda membentuk klaster usaha tata boga, memasok makanan ke kota tetangga, atau seorang teknisi elektronika muda yang memperbaiki gawai warga, ini adalah gambaran nyata dari transformasi sosial-ekonomi.
Tantangan
Tantangan utama program ini adalah pendanaan, akses peralatan, dan motivasi peserta. Untuk pendanaan, kemitraan dengan pemerintah desa, Dana Desa, atau CSR perusahaan bisa menjadi solusi.
Peralatan dapat disediakan melalui pinjaman atau hibah dari LSM dan pelaku usaha lokal. Untuk menjaga motivasi, program harus melibatkan tokoh masyarakat dan menawarkan insentif, seperti sertifikasi nasional yang meningkatkan kredibilitas peserta di mata penyedia lapangan kerja.
Monitoring dan evaluasi berkala, dengan indikator seperti tingkat penyerapan kerja atau keberhasilan usaha, juga penting untuk memastikan dampak jangka panjang.
Indonesia Mandiri
Sekolah Rakyat Berbasis Vokasi bukan sekadar program pelatihan. Ini adalah manifesto pemberdayaan yang mengubah pemuda dari sekadar pencari kerja menjadi pencipta peluang.
Dengan pendekatan berbasis desa, keterampilan yang relevan, dan semangat gotong royong, program ini menawarkan harapan nyata bagi jutaan pemuda Indonesia. Karena itu, pemerintah, swasta, dan masyarakat harus mendukung inisiatif ini, dimulai dengan proyek percontohan di 100 desa, diikuti evaluasi tahunan untuk ekspansi nasional.
Seperti kata pepatah, “Beri seseorang ikan, maka ia makan sehari. Ajari ia memancing, maka ia makan seumur hidup”. Sekolah Rakyat mengajarkan pemuda desa bukan hanya memancing, tetapi juga membangun perahu dan menjelajahi lautan peluang. Inilah saatnya kita membangun Indonesia yang mandiri, satu desa pada satu waktu. (uda)
Sumber: Antaranews.com