Jambi Seru – Menurut K.H. Ahmad Bahaudin atau yang lebih dikenal dengan Gus Baha, muhasabah memiliki makna mengoreksi diri sendiri, menghitung diri sendiri.
Muhasabah ini juga sudah menjadi perilaku bagi para orang tua dan guru di Indonesia.
“Karena dulu orang tua saya, guru-guru saya kalau kandani itu bayangkan kalau kamu itu jadi dia, jadi kalau kita atasan otoriter sama bawahan, bayangkan kalau kamu yang jasdi bawahan itu kaya apa,” Kata Gus Baha.
Dikutip dari laman suara.com (media partner jambiseru.com), Gus Baha juga mengatakan, bahwa kita harus membayangkan posisi orang yang berhadapan dengan kita.
“Kalau orang arab bilang, bayangkan kalau kamu di posisi dia. Makanya guyonannya orang-orang indonesia itu kan orang haramkan judi itu kan (kepada) orang dikasih tau, tapi (kalau) yang menang anak jenengan (malah) alhamdulillah. Ternyata mengharamkan itu karena nggak ada anaknya, kalau anaknya yang menang ya seneng,” jelas Gus Baha.
Gus Baha mengungkapkan kekhawatiran tentang hukum sosial yang masih memandang kedudukan orang yang berbuat salah.
“Karena kadang kita keras itu ya kebetulan itu ndak anak kita, ndak keluarga. Jangan-jangan kita didikte hukum sosial, gitu. Jadi orang yang salah kebetulan itu orang yang menservis kita, atau keluarga kita, atau orang dekat kita, jangan-jangan semangat kita mintakan ampun, tapi kalau sama orang lain kebetulan musuh kita, kita semangatnya minta itu kena adzab,” Kata Gus Baha.
Gus Baha pun mengatakan bahwa hal itu tidak boleh dalam Islam. Islam mengajarkan agar kita meniru Rasulullah SAW, bahwa nabi itu rahmatan lil alamin.
Bahkan menurut Gus Baha, di kalangan habaib yang ia temui masih mendahulukan rahmatan lil alamin. Bahwa nabi ketika disakiti oleh kaumnya itu dalam keadaan mereka masih kafir, mereka mendapatkan doa nabi.
“kaya apa baiknya nabi. Orang yang menyakiti, yang melukai, ini nabi masih berdoa. Sayidina umar ketika masih kafir, didoakan. Itu pelajaran bagi kita bahwa yang sedang tidak cocok itu berhak dapat doa kita. Karena agama ini berkali-kali bilang liman kaana yarjul laaha wal yawmal Aakhira wa azkaral laaha kasiiraa. Ini diperuntukkan bagi yang selalu punya harapan pada Allah SWT,” Gus Baha melanjutkan ceramah.
Gus Baha mengatakan harapan itu membawa berkah dalam hubungan manusia dengan Allah. Bisa jadi orang yang saat ini tidak salat itu suatu saat melaksanakan salat.
Orang yang saat ini belum dermawan, suatu saat menjadi dermawan. Barokah dari harapan itu bahwa kefasikan dianggap sementara. Bahwa orang itu sedang fasik, sedang tidak benar.













