UKW dan Butuh Sistem Pengujian Khusus Untuk Wartawan Media Daring

Pengujian Khusus Untuk Wartawan Media Daring
PWI Jambi melaksanakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) pada 24-25 September 2021 di Hotel BW Luxury, Kota Jambi. Foto : Jambiseru.com

Opini : Alpadli Monas

PWI Jambi melaksanakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) pada 24-25 September 2021 di Hotel BW Luxury, Kota Jambi. Ini agenda penting. Sama pentingnya dengan uji kompetensi profesi-profesi yang lain di Indonesia.

Penulis juga mengikuti UKW ini di kelas utama (ada tiga kelas; muda, madya dan utama). Mulai hari pertama, ujian kompetensi ini berlangsung cukup menegangkan. Teori-teori dan kedudukan pers dikupas dan ditajamkan lagi. Sejak pukul 09.30 WIB sampai sore jelang magrib, ujian berjalan relatif lancar dan kondusif.

Bacaan Lainnya

Materi ujian sudah sesuai dengan peraturan dewan pers nomor 01/peraturan-dp/x/2018 tentang standar kompetensi wartawan.

Baca juga : Video – Foto – Audio – Teks dan Kegelisahan Media Berbasis Teks

Peraturan itu memuat model dan kategori kompetensi. Yakni, kesadaran (awareness): mencakup kesadaran tentang etika dan hukum, kepekaan jurnalistik, serta pentingnya jejaring dan lobi. Lalu, pengetahuan (knowledge): mencakup teori dan prinsip jurnalistik, pengetahuan umum, dan pengetahuan khusus. Dan terakhir keterampilan (skills): mencakup kegiatan 6M (mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi), serta melakukan riset/investigasi, analisis/prediksi, serta menggunakan alat dan teknologi informasi.

Sangat teoritis. Tidak masalah. Sebab, bagi jurnalis yang benar-benar melakoni kerja-kerja jurnalis, tentu akan dengan mudah memenuhi semua model dan kategori yang diharapkan dewan pers.

Tetapi, sejak UKW pertama kali diadakan hingga kini, ada yang belum berubah dari mekanisme dan praktek ujian. Yap. Bagi yang pernah mengikuti UKW, tentu sudah paham, ujian ini menerapkan atau bahkan mencontoh kerja redaksi di media cetak. Lebih tepatnya, UKW berdasar sistem keredaksian koran.

Ini yang membuat UKW, dirasa kurang berpihak kepada jurnalis media daring atau media online. Kenapa? Sebab, kebanyakan jurnalis media online jarang menerapkan sistem yang baku diterapkan redaksi koran atau media cetak.

Mari kita bahas satu per satu.

Baca hanya di Jambiseru[dot]com : Pertanyaan dan Jawaban yang Biasa Diajukan untuk Jambi

Rapat Redaksi

Di koran, rapat redaksi biasanya diadakan 2 kali dalam satu hari. Sore dan malam. Sore rapat evaluasi dan malam rapat proyeksi.

Rapat evaluasi adalah rapat membahas berita apa saja dan penugasan apa saja yang sudah dikerjakan wartawan hari itu. Dalam rapat ini pula diputuskan berita apa untuk halaman satu atau halaman sampul.

Lalu malamnya ada rapat proyeksi. Rapat ini membahas berita-berita apa yang akan “dikejar” esok hari. Penugasan-penugasan kepada wartawan dilakukan dalam rapat ini.

Nah, kesemua sistem rapat redaksi itu, disadur bulat-bulat ke dalam materi UKW. Peserta “dipaksa” ikut rapat menyesuaikan sistem keredaksian koran atau media cetak. Unsur paksaan itu begitu terasa oleh wartawan berlatar belakang media online.

Kenapa “terpaksa”? Karena, jurnalis media daring jarang atau bahkan tidak pernah mengikuti rapat secara langsung seperti yang diterapkan media cetak. Tidak ada rapat proyeksi dan tidak ada pula rapat evaluasi harian yang formal. Yang ada, semua rapat itu membaur di dalam grup whatsapp redaksi.

Di media daring, mulai dari proyeksi sampai evaluasi, semua dikerjakan menggunakan komunikasi berbasi teknologi. Pertemuan jarang. Tetapi gugus koordinasi redaksi lumrah dilakukan via grup whatsapp.

Pos terkait