Save Palestine! (Secuil Kisah Rania, Ibu Kembar Palestina dalam Penantian 11 Tahun)

Dwi Setiowati (Seorang Ibu, eks. Jurnalis)
Opini Dwi Setiowati (Seorang Ibu, eks. Jurnalis).Foto: Penulis

Oleh : Dwi Setiowati
(Seorang Ibu, eks. Jurnalis)

Maret 2024, saat umat muslim se-dunia tengah bersiap diri bersuka cita menyambut dan bersiap dengan datangnya bulan suci Ramadan 1445 H.

Di belahan lainnya, di Palestina harus menghadapi kondisi sebaliknya. Satu dari sekian banyak kisah dari korban serangan Israel, adalah kisah kedukaan Rania Abu Anza (29), seorang ibu dengan sepasang bayi kembar Wessam dan Naeem Abu Anza yang baru saja berpulang pada Sabtu, 02 Maret lalu, atau sepekan lebih jelang ramadan. Itu akibat serangan Israel menggempur rumah keluarga besarnya di Rafa, Gaza Selatan.

Bacaan Lainnya

Satu kisah korban warga sipil Palestina yang saya pilih untuk saya ulas sekelumit, agar memberi hikmah tentang arti bersyukur khususnya bagi saya pribadi sebagai ibu, serta adanya sisi humanis kepiluan Rania yang harus tetap tegar kehilangan buah cinta ditengah konflik negerinya dan di saat momen menjelang ramadan karim.

Bagaimana hati tak teriris, Rania Abu Anza seorang ibu yang begitu mendamba kehadiran buah hati dari pernikahannya yang telah sampai satu dekade (kurang lebih). Tepat November 2023 lalu, atau sekira lebih kurang satu bulan pecah perang di Gaza, Rania dianugerahi bayi kembarnya itu, dengan kondisi sehat, dan disambut penuh cinta dari sepanjang penantian dan optimisme yang dijalani dengan sabar dan ikhtiar.

Ikhtiar Rania dilakukan sungguh-sungguh, dengan mengupayakan mengikuti program bayi tabung/IVF (in-vitro fertilization) agar bisa hamil. Di kali ketiga barulah ikhtiar Rania membuahkan hasil dan dinyatakan hamil anak kembar pada awal 2023 lalu, dan tentu saja menjadi kabar menggembirakan bagi Rania dan suami. Berselang waktu, pada 13 Oktober lalu lahirlah Wessam dan Naeem diiringi tangis bayi mungil lucu sebagai pengobat rindu bagi Rania dan suami.

Kisah menggores luka bermula dari serangan Israel menggempur rumah keluarga besarnya di Rafa, Gaza Selatan, Sabtu malam (2/3). Kediaman Rania didalamnya ada 35 orang keluarga besar dan kerabatnya tinggal bersama. Sebagian dari keluarga yang selamat telah mengungsi di Jalur Gaza pasca serangan.

Selain dua bayi kembarnya, suaminya Abu Anza pun tak luput dari serangan, dan sebelas kerabat lainnya harus kehilangan nyawa, dan diantaranya adalah saudaranya yang tengah hamil. Wessam dan Naeem adalah korban tewas termuda. Sembilan orang kerabat lainnya masih di bawah reruntuhan. Korban tewas enam orang diantaranya adalah anak-anak dan empat orang lainnya wanita. Serangan udara umum terjadi di tengah malam tanpa peringatan lebih dulu. Israel kerap cari ‘kambing hitam’ menuduh Hamas dan membela diri berupaya tidak menewaskan warga sipil. Pun terkait Rania yang keluarganya menjadi korban.

Saat malam kejadian, Sabtu malam, Rania terjaga sekira pukul 22.00 (pukul 10.00) untuk menyusui Naeem, bayi laki-laki, sementara Wessam, bayi perempuanya juga berada dalam buaiannya. Suami Rania yang terlelap juga berada di kamar yang sama. Gempuran Israel menyerang rumah tinggalnya sekitar satu setengah jam kemudian tepatnya sekira pukul 23.30 waktu setempat (waktu tengah malam dipilih Israel memborbardir serangan). Akibat gempuran super dahsyat, sontak membuat bangunan runtuh, tidur istirahat malam itu terganggu dengan kedahsyatan suara dentuman dan reruntuhan bangunan.

Masih dari kisah pilu Rania. Saat kejadian, Rania masih sempat berteriak memanggil kedua buah hati dan suaminya, seraya menggendong selimut bayi di tangan. Ketiga orang yang ia cintai harus ‘pergi’ selamanya, meninggalkannya seorang diri. Saat ia mulai tersadar kenyataan pahit itu. Perasaannya berkecamuk. Rania hanya bisa memejamkan mata, ada setitik air mata kesedihan yang tiada tara. Kepala ia sandarkan ke dinding, dan matanya masih sayu, ia seperti berharap itu hanya mimpi. Dan hanya ingin Alllah SWT selalu kuatkan ia dalam kepasrahan itu. Rania benar-benar terpukul, hatinya pilu remuk redam. Kota Rafah, yang disebut Israel sebagai zona aman pada Oktober lalu, ternyata telah menjadi target serangan darat yang meluluhlantakkan semua. Serangan yang teratur dari Israel adalah serangan balasan dari Hamas pada 07 Oktober lalu. Menjadi ‘neraka’ bagi warga sipil yang menjadi korban serangan.

Rania, ibu yang penuh suka cita baru saja menyambut kehadiran buah hati belum genap seumur jagung, dan bahkan begitu sangat dinantikan dari sekian masa penantian panjang. Dan harus ‘berpulang’ karena kebiadan Israel! ya hanya dengan hitungan detik saja. Terkait insiden itu, berdasar informasi, 31 ribu lebih orang tewas akibat rentetan serangan Israel di daerah kantong Palestina (negeri yang terdapat kota suci tiga agama disana), sejak serangan mematikan Israel. Sebagian besar korban tewas dilaporkan adalah perempuan dan anak-anak. Ancaman kelaparan, gizi buruk melanda kurang lebih 80 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza, efek dari pemblokiran akses oleh Israel.

Sebelum pemakaman Wessam dan Naeem, Rania seperti berat melepas kedua buah hati serta suami yang ia cintai. Belum genap ‘membersamai’, belum puas menimang-nimang permata hati kesayangan. Sebelum berpisah, ia sempatkan menggendong salah satu bayi yang telah terbungkus kafan putih. Dengan sepenuh cinta dan kasih sayang, ia peluk cium buah hati kebanggaan malaikat kecilnya itu, dan merupakan untuk terakhir kali mencium dan memeluk kedua bayi suci itu. Disertai untaian doa, serta kepiluan teramat sangat, karena sejatinya ia tak pernah rela buah hati yang bertahun-tahun dinanti kehadirannya, harus sekejap pergi. Bagaimanapun Rania, ibu shalehah harus mengikhlaskan semua, menerima takdir bahwa ada hikmah atas ujian Allah itu. Dipendamnya rapat-rapat rasa sakit hati, geram, dan kemarahan pada Israel yang tega melenyapkan sekejap kebahagiaannya untuk menimang buah hati. Mengenyahkan keceriaan bingkai keluarganya yang selayaknya dapat menikmati momen indah membesarkan ‘cintanya’ dan menyempurnakan kebahagiaan dalam suka cita.

Rasanya masih terngiang di telinga, suara Wesam dan Naeem, yang menjadi penyemangat hidup dan asa untuk menatap masa depan. Teringat saat menyaksikan kelahiran keduanya dengan penuh rasa takjub. Terbayang senyum lucu nan manis terukir di wajah kedua bayi imut. Terkadang kedua bayi Wesam dan Naeem seolah ingin mengajak bermain kedua ibu bapaknya dengan tingkah lucu keduanya yang tak akan pernah lekang oleh waktu.

Tapi kini Wesam dan Naeem telah berada di pangkuan-Nya dalam damai. Balasan kasih sayang dari Rabb-nya, kedamaian abadi di syurga, sebagai ganti pelukan kasih sayang kedua ibu bapaknya. Allah SWT ternyata lebih cinta pada Wesam dan Naeem. Kedua buah cinta Rania itu sejatinya ingin ‘dijaga’ agar tak melihat bagaimana kekejian Israel menjajah tanah kelahirannya, tanah tumpah darahnya, merampas hak untuk merdeka dan hak untuk hidup damai sejahtera. Kini, Wesam dan Naeem telah berada di tempat paling aman, seaman-amanya tempat, yang mungkin tak akan pernah ia temui di tanah kelahirannya Palestina yang telah terjajah. Wesam dan naeem telah bahagia sebenar-benar bahagia menikmati kemerdekaan hak yang tidak ia nikmati karena kondisi carut marut negeri Palestina yang telah porak- poranda dengan keganasan agresi diatas kepongahan dan tak kenal lagi rasa kemanusiaan.

Wesam dan Naeem yang sepatutnya menikmati ceria dan masa depan, bisa jadi hanya mengutuk dalam diamnya, dalam tidur panjangnya, dan hanya secuil ungkapan kata “kapan ini (perang) akan berakhir?”. Berharap akan ada balasan setimpal dari kejahatan dan ketakutan yang sudah Israel gaungkan. Bukankah Tuhan itu Maha Adil, hakim seadil-adilnya. Tetapi nafsu duniawi, kepongahan, menganggap hidup tidak ada kata akhir, sehingga tak ada rasa bersalah memberanguskan negeri, menghilangkan nyawa warga sipil tak berdosa di atas negeri yang sejatinya telah dirahmati Allah SWT.

Sungguh kata kemarahan apa lagi yang bisa ditumpahkan untuk Israel yang hatinya sudah keras membatu, tak mau mendengar lagi sebuah kebaikan. Sesungguhnya dimana nurani, rasa kemanusiaan, dimana rasa simpati, empati, dimana logika dan tanda rasa takutnya pada Tuhan?. Dimana? Pertanyaan itu pada akhirnya saya tanya, pada diri sendiri. Mungkin saja karena terlalu sering melakukan hal sedemikian keji, dan terus-menerus, sehingga tak dapat lagi menerima kebaikan apapun, terlebih hidayah.

Merujuk pada Alquran surah Al-Baqarah ayat 7 berbunyi: “Karena mereka ingkar dengan menutup diri dari kebenaran, maka seakan Allah telah mengunci hati mereka dengan sekat yang tertutup rapat sehingga nasihat atau hidayah tersebut tidak bisa masuk ke dalam hati mereka, dan pendengaran mereka juga seakan terkunci, sehingga tidak mendengar kebenaran dari Allah. Demikian pula penglihatan mereka telah tertutup, sehingga tidak melihat tanda-tanda kekuasaan Allah yang dapat mengantarkan kepada keimanan, dan sebagai akibatnya, mereka akan mendapat azab yang berat “. (Al Baqarah : 7). “Khatamallâhu ‘alâ qulûbihim wa ‘alâ sam‘ihim, wa ‘alâ abshârihim ghisyâwatuw wa lahum ‘adzâbun ‘adhîm”, yang artinya “Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka. Pada penglihatan mereka ada penutup, dan bagi mereka azab yang sangat berat, “.

Masih dalam kedukaan Rania. Jenazah bayinya masih terus ia peluk cium, sembari membelai lembut kepala sang bayi dengan cinta. Berpisah itu berat, sangat berat. Tapi momen terakhir sebelum keduanya benar-benar akan pergi selamanya. “Allahu rabbi, kuatkan saya menghadapi ujian-Mu dan situasi tersulit ini, ” ucapnya dalam hati

“Hati saya hancur,” ujar Rania Abu Anza sembari terisak. Para pelayat berusaha memberikan penghiburan kepada Rania. Mengingatkan Rania untuk melepas bayinya agar segera dimakamkan. “Tinggalkan dia bersamaku,” ucapnya lirih. “Kami sedang tidur, kami tidak sedang menembak dan kami tidak sedang bertempur. Apa salah mereka? Apa salah mereka, apa salahnya?” tanyanya. “Bagaimana saya bisa melanjutkan hidup sekarang?” imbuh Rania Abu Anza, dengan suara tercekat dan kelu. Dia tak tahu akan menumpahkan kemarahannya pada siapa, dan akan meminta keadilan dan pertanggungjawaban pada siapa? .

Pada akhirnya Rania Abu Anza hanya mendamaikan hatinya, berdamai dengan diri sendiri. Hanya berharap gencatan senjata segera terwujud sebelum Ramadan, yang akan dimulai pekan ini. “Kami sedang bersiap untuk Ramadan, bagaimana saya harus menjalani kehidupan saya? Bagaimana?” katanya, seraya membayangkan kala berpuasa sendirian tak ditemani suami dan dua buah hati yang diharapnya akan turut merayakan hari raya idul fitri pertama mereka. Namun, impian itu sirna. Semua telah tercabik karena kebiadaban secara brutal tanpa belas kasih dan tanpa rasa peduli pada anak tak berdosa, wanita, dan warga sipil.

Di satu sisi, rakyat Palestina optimis perang ‘kan usai, dan di Ramadan akan ada kabar baik. Namun kenyataannya, Ramadan ini masih jadi potret suram bagi Palestina, atas tertundanya pembahasan gencatan senjata dan pembebasan sandera. Meski di bagian daerah pengungsian yang masih relatif aman ada suka cita saat menyambut Ramadan. Namun pemandangan berbeda saat gencatan senjata ke Israel terus bergerilya mendekati awal ramadan di daerah-daerah yang menjadi target serangan tentara Israel.

Di tengah dilema perang saat Ramadan, muslim Palestina diklaim dapat beribadah dan salat di Mesjid Al Aqsa, dengan pembatasan jumlah. Dan kisah Rania satu kisah dari sekian banyak kisah korban serangan Israel, dan saat ini muslim Palestina akan menjalankan puasa dalam kondisi perang dan keprihatinan.

Dari kisah Rania di Palestina dapat dipetik banyak pelajaran, ibrah, dan hikmah tentang arti bersyukur, kesabaran, arti kasih sayang, ketulusan, ketegaran, keikhlasan, optimisme, jihad (perjuangan), kelapangan hati. Khususnya bagi saya seorang ibu yang masih dapat kesempatan dan ruang seluas-luasnya untuk membesarkan, mendidik, membersamai buah hati demi meraih kesuksesan paripurna dalam ridha-Nya. Bersyukur pula dapat menikmati suasana dan ibadah Ramadan dengan suka cita dalam kedamaian negeri yang merdeka.

Jauh dari bayang-bayang Rania yang terpaksa harus ikhlas kehilangan Wessam, Naeem, serta suami dan kerabat yang ia cintai dalam kondisi konflik perang, sekaligus masih berduka dalam suasana Ramadan. Ya, tentu asa yang sama seperti Rania berharap konflik Hamas-Israel segera mereda, perang disudahi, Palestina merdeka, semoga!. Save Palestine!. (*)

Referensi dan rujukan :

– Pilu! Bayi Kembar Palestina Lahir-Meninggal Saat Perang di Gaza. 2024. detik.com.detikNews Internasional [diakses 2024 Mar 04]
https://news.detik.com/internasional/d-7224308/pilu-bayi-kembar-palestina-lahir-meninggal-saat-perang-di-gaza

– Perempuan Palestina Ini 10 Tahun Mendambakan Anak, Usai Lahir Si Kembar, Mereka Dibom Israel. 2024 Mar 05. Kompas Tv. Kompas Dunia [diakses 2024 Mar 04]
https://www.kompas.tv/internasional/490157/perempuan-palestina-ini-10-tahun-mendambakan-anak-usai-lahir-si-kembar-mereka-dibom-israel

– Israel Tolak Gencatan Senjata Hamas, Warga Gaza Masuki Ramadan dalam Kondisi Perang?. 2024. TEMPO. co. Dunia. [diakses 2024. Mar 07]
https://dunia.tempo.co.read.1841007/delegasi-hamas-di-kairo-berunding-gencatan-senjata-sebelum-ramadan-menguak-isi-proposalnya

– Pejuang Palestina Intensifkan Serangan Jepang Ramadan, Israel Kocar-Kacir. 2024. republika.id. Kabar Utama. [diakses 2024. Mar 07]
https://www.republika.id/posts/51009/pejuang-palestina-intensifkan-serangan-jelang-ramadhan-israel-kocar-kacir

– Israel Izinkan Jamaah Muslim Masuk Masjid Al Aqsa, Tapi Jumlahnya Dibatasi. 2024. TEMPO. co. Dunia. [diakses 2024. Mar 06]
https://dunia.tempo.co/read/1841678/israel-izinkan-jamaah-muslim-masuk-masjid-al-aqsa-tapi-jumlahnya-dibatasi

– Jumlah Warga Palestina yang Tewas Bertambah lagi Menjadi 30.717. 2024. antaranews.com. 2024. [diakses 2024. Mar 07]
https://www.antaranews.com/video/4000110/jumlah-warga-palestina-yang-tewas-bertambah-lagi-menjadi-30717

– Terjemah Alquran surah Al Baqarah ayat 7

Tentang Penulis:

Organisasi yang pernah diikuti dan pendidikan :
Pernah bergabung di HMI Jambi, organisasi keislaman kampus (Tymac Fak. Pertanian Unja), PKS Jambi (eks. simpatisan), almamater Fak. Pertanian Unja (BDP)

Pos terkait