Catatan Anang Iskandar : Restorative Justice, Biaya Rehabilitasi Tidak Patut Dibebankan Pada Keluarga

Catatan Komjen Anang Iskandar
Anang Iskandar. Foto : Istimewa

Penegakan hukum dan keadilan restoratif

Tujuan penyidikan, penuntutan dan pengadilan serta penjatuhan hukumannya selaras dengan tujuan dibuatnya UU narkotika yaitu menjamin upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalah guna dan pecandu

Proses penyidikan, penuntutan, pengadilan dan penjatuhan hukuman perkara pecandu yaitu perkara kepemilikan narkotika untuk dikonsumsi, yang ditandai dengan jumlah kepemilikannya terbatas, tidak melebihi sehari pakai, dilakukan secara restorative justice.

Dalam memeriksa perkara penyalah guna, hakim wajib memperhatikan pasal 54, 55 dan 103 dimana penyalah guna diwajibkan dilakukan assesmen agar diketahui keadaan ketergantungan narkotika, bila diketahui taraf ketergantunganya maka berdasarkan pasal 54, wajib menjalani rehabilitasi dan

hakim dapat memutuskan yang bersangkutan menjalani rehabilitasi dengan menggunakan kewenangan berdasarkan pasal 103, tempat menjalani putusan hakim di lembaga rehabilitasi atau Rumah Sakit yang ditunjuk pemerintah (pasal 56).

Dalam proses penuntutan penyalah guna, jaksa penuntut berwenang menempatkan penyalah guna ke dalam lembaga rehabilitasi milik BNN atau Kenmensos atau Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Kemenkes selama proses penuntutan (pasal 13 PP 25/2011), dalam melakukan dakwaaan jaksa menggunakan pasal 127/1 yo pasal 54 dengan dakwaan menjalani rehabilitasi sesuai hasil assesmennya.

Selama proses penangkapan, 3 x 24 jam dan dapat diperpanjang 3 x 24 jam, penyidik wajib meminta dilakukan assesmen untuk menemukan atau menentukan tindak pidananya secara tepat, sebagai pecandu atau pecandu merangkap pengedar atau sebagai korban penyalahgunaan narkotika.

Bila selama penangkapan, penyidik berkesimpulan bahwa perkara penyalah guna sebagai perkara pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika maka penyidik berwenang dan diwajibkan melakukan upaya paksa berupa penempatan ke dalam lembaga rehabilitasi atau Rumah sakit yang ditunjuk sebagai bentuk upaya paksa yang bersifat restoratif

Bila penyidik berkesimpulan bahwa penyalah guna sebagai pecandu dan merangkap sebagai pengedar maka penyidik berwenang untuk menahan dan memberikan perawatan atau menempatkan ketempat khusus sekaligus sebagai tempat perawatan.

Untuk perkara penyalah guna dan dalam keadaan ketergantungan (perkara pecandu), disidik berdasarkan pasal 127/1 yo pasal 54, sedangkan untuk perkara pecandu yang merangkap sebagai pengedar, penyidikannya berdasarkan pasal pengedar (111, 112. 113 atau 114) yo pasal 127 yo 54

Semoga pelaksanaan keadilan restoratif bagi perkara penyalah guna narkotika yang nota bene perkara pecandu dapat diimplementasi sesuai cita dan tujuan dibuatnya UU narkotika.

Salam anti penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Rehabilitasi penyalah gunanya dan penjarakan pengedarnya. (*)

Penulis adalah Komisaris Jenderal purnawirawan Polisi. Merupakan Doktor, yang dikenal sebagai bapaknya rehabilitasi narkoba di Indonesia.

Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Bareskrim Polri, yang kini menjadi dosen, aktivis anti narkoba dan penulis buku.

Lulusan Akademi Kepolisian yang berpengalaman dalam bidang reserse. Pria kelahiran 18 Mei 1958 yang terus mengamati detil hukum kasus narkotika di Indonesia. Meluncurkan buku politik hukum narkotika.

Pos terkait