Opini: Aditya Sanjaya.
Terkait dengan Pertimbangan Teknis (Pertek) pemberhentian Ir. Fajarman dari jabatan Sekretararis Daerah, sesuai dengan pernyataan Pj Bupati Merangin H Mukti bahwa permintaan untuk berhenti berasal dari pribadi Ir. fajarman sendiri dan Pj Bupati hanya menandatangani dan selanjutnya permintaan tersebut diteruskan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN), kemudian atas usulan Pj Bupati Merangin BKN mengeluarkan pertek.
Perlu dipahami bahwa Pertek BKN merupakan suatu bentuk keputusan resmi dari lembaga teknis yang berwenang, dalam hal ini BKN.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 72 ayat (1) disebutkan dengan tegas “Badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib melaksanakan keputusan dan/atau tindakan yang sah, dan seterusnya (dst).
Kata “Wajib” dalam ilmu perundang-undangan bermakna imperative (memaksa), artinya dalam hal ini, Negara melalui undang-undang memaksa Pj Bupati untuk menindaklanjuti pertek BKN terkait pemberhentian Ir Fajarman dalam jabatan Sekda.
Lalu apakah bisa Pj Bupati mengusulkan pembatalan pertek yang telah dikeluarkan BKN?
Sesuai dengan teori Bechikking, suatu keputusan pejabat dan/atau lembaga “dapat dibatalkan (vernietigbaar)” apabila mengandung unsur cacat/cela dalam bentuk dan prosedur. Apabila terdapat cacat/atau cela dari aspek materi/substansinya seperti, kesesatan pikiran atau kekhilafan (dwaling), penipuan (bedrog), Paksaan (Dwang) atau penyogokan (omkoping) maka yang demikian disebut dengan “batal demi hukum”(van rechtswege nietig).
Dari aspek formil, pertek BKN merupakan suatu bentuk keputusan resmi dari lembaga teknis yang berwenang (BKN). Bentuk Pertek secara khusus telah terformat sebagaimana diatur dalam Lampiran Peraturan Pemerintah dan langsung dikeluarkan melalui sistem oleh BKN.
Sedangkan dari aspek materil/substansi tidak terdapat catatan yang bersifat failed yang berimplikasi pembatalan. Dapat diartikan bahwa secara formil dan materil pertek pemberhentian Ir. Fajarman dalam jabatan sekda merangin telah valid dan sah secara hukum.
Dari Aspek materi/substansi Publik tentu bertanya, apakah Pj Bupati pada saat menandatangani permintaan Ir. Fajarman untuk berhenti sebagai sekda Merangin dalam kondisi sebagaimana diatas {kesesatan pikiran atau kekhilafan (dwaling), penipuan (bedrog), Paksaan (Dwang) atau penyogokan (omkoping) ?.
Adakah seseorang di Kabupaten Merangin yang berani melakukan penipuan, paksaan atau penyogokan kepada Pj. Bupati? atau Pj Bupati dalam keadaan khilaf, terganggu pikiranya saat menandatangani usulan ke BKN tersebut. Jika memang terjadi demikian pada Pj Bupati, maka pertek tersebut dapat dinyatakan “batal demi hukum”.
Untuk itu, agar persepsi yang ada dimasyarakat tidak menjadi tuduhan yang liar terhadap Pj Bupati, saya menyarankan agar Pj Bupati konsisten dengan usulan awal permintaan pemberhentian Ir. Fajarman dalam jabatan Sekda Merangin ke BKN, dan segera menindaklanjuti Pertek BKN tersebut sebagaimana diperintahkan Negara melalui Undang-undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 72 ayat (1).
Negara melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Undang-undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga memuat instrument Sanksi terhadap Pejabat dan/atau lembaga yang tidak menjalankan keputusan yang sah, sebagaimana diatur Pasal 80 ayat (2).
“pejabat pemerintah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 72 ayat (1) akan dikenai sanksi administrasi sedang, yang ancaman terberatnya adalah pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan”.(*)