Al Haris Ways: Rumah Layak, Martabat Rakyat, dan Tanggung Jawab Negara

Always - Al Haris Ways 2
Always - Al Haris Ways 2

Oleh : Al Haris *

Pagi itu, 8 Desember 2025, suasana di Tanjung Jabung Barat terasa sedikit berbeda. Bukan karena cuaca, bukan pula karena hiruk pikuk seremonial yang berlebihan. Perbedaannya ada pada raut wajah warga—ada harap yang tidak biasa, ada senyum yang selama ini mungkin jarang muncul. Di hadapan mereka, pemerintah hadir bukan membawa janji baru, tetapi membawa kepastian: 51 rumah akan dibedah, 51 keluarga akan memulai hidup yang lebih layak.

Bagi saya, rumah bukan sekadar bangunan. Ia adalah tempat pulang, tempat menyusun harapan, dan tempat anak-anak belajar mengenal dunia. Ketika negara berbicara soal pembangunan, ukuran keberhasilannya tidak selalu tercermin dari gedung tinggi atau angka statistik semata. Kadang, keberhasilan itu terlihat dari lantai rumah yang tak lagi becek saat hujan, dari atap yang tak lagi bocor, dan dari rasa aman yang perlahan tumbuh di dalam keluarga.

Program bedah rumah yang kami salurkan di Tanjung Jabung Barat ini merupakan bagian dari komitmen Pro Jambi Tangguh—sebuah ikhtiar agar pembangunan benar-benar menyentuh masyarakat paling dasar. Sebanyak 51 unit rumah tidak layak huni mendapat bantuan untuk diperbaiki. Setiap unit menerima dukungan anggaran sekitar Rp20 juta. Angkanya mungkin terlihat sederhana jika dibandingkan proyek besar lainnya, tetapi dampaknya jauh lebih bermakna bagi keluarga penerima.

Saya melihat langsung kondisi sebagian rumah warga sebelum dibedah. Dinding yang rapuh, atap yang nyaris roboh, sanitasi yang tidak memadai. Dalam kondisi seperti itu, bagaimana mungkin kita berharap lahir generasi yang sehat dan produktif? Karena itu, bagi kami, program ini bukan soal belas kasihan. Ini soal keadilan sosial.

Pemerintah tidak boleh abai terhadap kenyataan bahwa masih ada warga yang hidup dalam kondisi serba terbatas. Justru di situlah peran negara diuji. Apakah kita berani turun ke lapangan? Apakah kita mau mendengar keluhan yang sering kali tidak terdengar di ruang-ruang rapat? Bedah rumah adalah salah satu jawaban konkret dari pertanyaan itu.

Saya selalu menekankan kepada jajaran pemerintah daerah bahwa bantuan seperti ini harus tepat sasaran. Kita tidak ingin program ini berhenti sebagai laporan administrasi. Ia harus hidup, harus dirasakan, dan harus membawa perubahan nyata. Karena itu, kolaborasi dengan pemerintah kabupaten, perangkat desa, hingga masyarakat setempat menjadi kunci keberhasilan.

Di Tanjung Jabung Barat, kerja sama itu terasa. Pemerintah daerah bergerak cepat, data diverifikasi, dan warga dilibatkan. Saya percaya, pembangunan yang baik bukan pembangunan yang merasa paling tahu, tetapi pembangunan yang mau mendengar.

Ada satu momen yang cukup membekas bagi saya hari itu. Seorang ibu penerima bantuan menggenggam tangan saya erat-erat. Ia tidak banyak bicara, hanya berkata pelan, “Terima kasih, Pak. Sekarang anak-anak bisa tidur lebih tenang.” Kalimat sederhana itu mengingatkan saya kembali mengapa amanah ini harus dijaga dengan sungguh-sungguh.

Kita sering berbicara tentang kemiskinan dalam angka. Padahal, kemiskinan juga tentang rasa tidak aman, tentang kecemasan setiap kali hujan turun, tentang kekhawatiran anak-anak jatuh sakit karena lingkungan yang tidak sehat. Dengan rumah yang layak, beban itu perlahan berkurang.

Namun, saya juga sadar, 51 rumah bukan akhir dari perjalanan. Masih ada rumah lain di pelosok Jambi yang menunggu sentuhan yang sama. Ini menjadi catatan penting bagi kami semua bahwa pekerjaan rumah pemerintah belum selesai. Program bedah rumah harus terus berlanjut, diperluas, dan diperkuat.

Di sisi lain, kita juga perlu jujur bahwa keterbatasan anggaran selalu menjadi tantangan. Karena itu, kebijakan harus disusun dengan prioritas yang jelas. Bagi saya, kebutuhan dasar seperti tempat tinggal layak harus berada di barisan terdepan.

Pembangunan sejatinya adalah proses memanusiakan manusia. Ketika rumah layak tersedia, kesehatan membaik, pendidikan lebih terjangkau, dan produktivitas meningkat. Efeknya berantai, dan manfaatnya dirasakan dalam jangka panjang.

Saya berharap, apa yang dilakukan di Tanjung Jabung Barat ini bisa menjadi contoh. Bahwa pemerintah hadir bukan hanya saat peresmian, tetapi juga dalam proses panjang memperjuangkan kesejahteraan rakyat.

Kepada masyarakat penerima bantuan, saya titip satu pesan: rawat rumah ini dengan baik. Jadikan ia tempat tumbuhnya nilai-nilai kebersamaan, kerja keras, dan harapan. Karena rumah yang layak adalah awal dari masa depan yang lebih baik.

Dan kepada seluruh jajaran pemerintah, catatan ini menjadi pengingat bahwa setiap kebijakan harus berpihak. Tidak semua keberhasilan bisa diukur dengan tepuk tangan. Sebagian keberhasilan justru hadir dalam diam, di rumah-rumah sederhana yang kini berdiri lebih kokoh.

Pada akhirnya, membangun daerah bukan soal seberapa cepat kita bergerak, tetapi seberapa tepat kita menyentuh kebutuhan rakyat. Rumah layak adalah hak, bukan hadiah. Dan selama amanah ini masih di pundak kami, upaya itu akan terus kami jaga. (*)

* Al Haris, Gubernur Jambi

Pos terkait