Jambiseru.com – Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengingatkan pemerintah agar mengawal implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) secara lebih ketat, sehingga tujuan utama memperbaiki gizi dan menggerakkan ekonomi rakyat kecil berlangsung dengan lancar.
“MBG adalah program ambisius yang patut diapresiasi, tetapi pelaksanaannya belum sepenuhnya aman dan efektif. Banyak pelajaran dari tahun pertama yang harus dibenahi,” ujarnya.
Dia mengatakan hal tersebut sebagai bentuk evaluasi satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Ia mengatakan laporan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) pada 13 Oktober 2025, sejak awal pelaksanaan program itu, 11.566 anak mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan dari penyelenggara MBG. Sebagian besar korban mengalami gejala mual, muntah, hingga diare.
Dia mengatakan bahwa fakta itu menunjukkan kelemahan sistem keamanan pangan di lapangan, sekaligus belum tuntas regulasi tata kelola program.
“Pemerintah memang menyebut rancangan peraturan presiden tentang MBG sedang dalam proses harmonisasi. Tapi, program ini sudah berjalan hampir setahun tanpa payung hukum yang jelas. Akibatnya, pelaksanaan di lapangan cenderung semrawut,” kata dia.
Hingga Oktober 2025, Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat 11.567 Satuan Pelaksana Pangan Bergizi (SPPG) beroperasi di seluruh Indonesia. Program itu juga telah menjangkau 35,8 juta penerima manfaat dengan 9.026 UMKM lokal terlibat dalam rantai pasok bahan baku dan penyediaan makanan.
Untuk memperkuat tata kelola, pemerintah kemudian mulai mewajibkan seluruh SPPG memiliki Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi (SLHS), merevisi petunjuk teknis (juknis) dan standar operasional prosedur (SOP), memberikan sanksi pemberhentian kepada kepala SPPG yang lalai, memperketat verifikasi penyelenggara, serta melaksanakan audit keamanan pangan dan keuangan bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Langkah lain, berupa pelatihan penjamah makanan, kewajiban ketersediaan rapid test kit untuk uji cepat kualitas bahan pangan, dan akreditasi terhadap setiap SPPG sebelum beroperasi.
Menurut dia seluruh langkah itu sudah sepatutnya diapresiasi.
“Langkah-langkah ini patut diapresiasi sebagai respons cepat, tetapi seharusnya menjadi sistem permanen, bukan tindakan reaktif. Keamanan pangan harus menjadi budaya kerja, bukan sekadar prosedur administratif,” ujarnya. (uda)
Sumber: Antaranews.com