JAMBI, Jambiseru.com – Anggota DPR RI dapil Jambi, Sy Fasha menyoroti sengketa lahan seluas 1.400 hektare milik PT Pertamina yang berlokasi di Kota Jambi.
Lahan yang saat ini berada dalam konsesi Pertamina Hulu Rokan tersebut telah dihuni ribuan kepala keluarga yang sebagian besar merupakan mantan karyawan dan keluarga besar Pertamina.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama PT Pertamina dan seluruh subholding, Sy Fasha mengungkapkan bahwa munculnya sertifikat hak milik (SHM) di area konsesi tersebut dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sejak lama.
Namun, baru beberapa bulan terakhir Pertamina mengeluarkan instruksi penetapan zona merah, yaitu kawasan yang tidak boleh lagi dihuni.
“Area konsesi 1.400 hektare itu dulunya diperbolehkan dihuni oleh karyawan dan keluarganya. Bertahun-tahun kemudian, muncullah sertifikat hak milik dari BPN. Tapi kini, Pertamina menetapkan zona merah dan melarang warga yanh sudah lama tinggal di sana,” kata Sy Fasha.
Ia menilai, persoalan ini muncul karena Pertamina baru menerbitkan peta zona merah pada tahun 2022. Padahal, jika peta itu diterbitkan sejak awal, misalnya pada 1990-an atau 2000-an, tumpang tindih penerbitan sertifikat oleh BPN tidak akan terjadi.
“Ini sangat disayangkan. Ribuan warga kini gamang, bahkan potensi keributan bisa terjadi dalam waktu dekat. Jika masalah ini sampai ke telinga Presiden, tentu akan menjadi perhatian serius, karena Presiden paling pantang melihat masyarakat tertindas,” sebutnya.
Sy Fasha juga mempertanyakan langkah Pertamina untuk mencegah konflik di lapangan. Ia mendorong adanya komunikasi antara Pertamina dan Kementerian Keuangan, mengingat lahan tersebut merupakan aset negara.
“Kalau memang lahan ini mau dilepas, bagaimana komunikasi Pertamina dengan Menteri Keuangan? Bagaimana cara mengedepankan kepentingan masyarakat? Warga yang tinggal di sana tidak membahayakan aset Pertamina. Jika perlu, sebagian area bisa dihibahkan kepada masyarakat,” ujarnya.
Sy Fasha memastikan DPR akan terus mengawal persoalan ini agar ada solusi yang adil dan tidak merugikan masyarakat yang telah puluhan tahun bermukim di area tersebut. (uda)













