Opini Musri Nauli : Lambas

Musri Nauli
Musri Nauli. Foto : Dok/Istimewa

Jambi Seru – Di beberapa tempat di masyarakat Uluan Batanghari, dikenal istilah “Lambas’.

Istilah “Lambas” tidak seragam artinya. Lambas di Desa Muara Sekalo dilakukan dengan upacara bertujuan untuk memohon izin mambang jori. Sedangkan di Desa Pemayungan dan Desa Semambu, lambas adalah tanah yang dibuka harus diberi tanda berupa tanaman seperti durian.

Istilah lambas merujuk kepada setiap Ketua Keluarga kemudian membuat tanda dengan cara membuat pagar bambu dan harus membuka selama 6 bulan.

Bacaan Lainnya

Di Desa Muara Sekalo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Hutan yang dibuka kemudian diberi tanda seperti Lambas yaitu sebelum membuka tanah diadakan upacara memohon izin mambang jori.

Cara ini juga dilakukan di Desa Semambu, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo dengan cara menyiapkan ayam dan bubur kuning dan bubur putih.

Cara ini juga dikenal istilah “sak sangkut” yaitu “takuk pohon. Ditandai di pohon dengan cara memotong sedikit batang pohon dan mudah dikenali.

Menurut F. J. Tideman dan P. L. F. Sigar, Djambi, Kolonial Institutut, Amsterdam, 1938, istilah ini biasa dikenal ”Tanah sesap.

Selain itu juga dikenal istilah “lambas berbanjar’. Lambas berbanjar artinya tanda yang berbaris memanjang. Dalam prakteknya ditandai dengan menanam pohon berbaris memanjang sehingga mudah dikenali batas-batas tanah.

Dan kemudian ditanami berupa tanaman pohon seperti durian.

Namun terhadap hutan yang telah dibuka namun tidak dikelola dikenal “sesap jerami, tunggul pemarasan”, atau  “Sesap jerami, belukar tunggul” atau “sesap jerami tunggul pemarasan”. Apabila tidak ditanami, maka hak untuk menggarap menjadi hilang. Setiap tanah yang telah dibuka harus diberi tanda yang berupa tanaman seperti durian dan sebagainya. Atau dengan kata lain maka hak untuk menggarap tanah menjadi hilang.

Advokat. Tinggal di Jambi

Pos terkait