Opini Musri Nauli : Berapa Periode Jabatan Presiden?

perjalanan betuah (42)
Musri Nauli. (Ist)

Jambiseru.com – Akhir-akhir ini tema tentang 3 periode jabatan Presiden memantik diskusi hangat jagat politik kontemporer. Wacana yang semula dihebohkan ketika Jokowi terpilih untuk periode kedua kalinya yang diusung oleh berbagai partai politik kemudian semakin memantik ketika tokoh nasional bertemu Jokowi.

Bahkan yang paling memalukan adalah tuduhan di lingkaran Istana yang berkeinginan untuk 3 periode Presiden.

Jokowi berkali-kali menyatakan menolak wacana untuk jabatan 3 periode. Dengan tegas Jokowi keinginan untuk jabatan Presiden hingga 3 periode.

Bacaan Lainnya

Lalu bagaimana kehebohan ini apabila dilihat dari konstitusi ?

Pasal 7 Konstitusi dengan tegas mencantumkan “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan  sesudahnya dapat dipilih  kembali  dalam jabatan  yang sama, hanya untuk  satu  kali masa jabatan”.

Kata-kata “dapat dipilih kembali… hanya satu kali masa Jabatan” adalah hasil amandemen konstitusi.

Pengalaman ketatatanegaraan baik masa Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto membuat keinginan Rakyat Indonesia  (political will) agar Jabatan Presiden cukup dua periode.

Keinginan Rakyat Indonesia kemudian menjadi Kebijakan nasional (political will) yang kemudian diadopsi didalam amandemen UUD 1945.

Jadi secara konstitusi, jabatan Presiden dan Wakil Presiden hanya dibenarkan 2 periode.

Namun sebagai wacana untuk mengubah pasal 7 Konstitusi Tetap berpeluang.

Konstitusi yang ditetapkan oleh anggota MPR mempunyai peluang untuk mengubahnya. Konstitusi menegaskan, anggota MPR terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) (Pasal 2 ayat (1) UUD 1945).

Sehingga terhadap keinginan perubahan pasal 7 UUD 1945 terletak ditangan anggota DPR dan anggota DPD.

Dengan membaca UUD 1945 terutama pasal 7 UUD 1945 yang dihubungkan dengan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 sama sekali tidak ada “peran” dari Presiden. Apakah kemudian menyetujui ataupun menolak.

Pernyataan dari Jokowi semata-mata didasarkan keinginan pribadi yang tidak berkeinginan untuk Jabatan Presiden hingga 3 periode. Pernyataan Pribadi dan keinginan pribadi untuk terlibat dalam kisruh dan polemik politik.

Lalu bagaimana keinginan publik yang kemudian dimanifestasikan didalam kebijakan politik yang diusung oleh Partai politik (political will) ?

Hingga sekarang tidak ada keinginan kuat dari berbagai partai politik untuk mendorong perubahan pasal 7 UUD 1945.

Berbagai letupan ataupun keinginan dari segelintir anggota DPR belum dapat merepresentasikan keinginan anggota DPR maupun Partai Politik.

Partai Politik hingga Sekarang sama sekali tidak berkeinginan untuk mengubah pasal 7 UUD 1945 (baca periodesisasi jabatan Presiden dan Wakil Presiden).

Sehingga adanya tuduhan dari berbagai kalangan 3 periode jabatan Presiden sama sekali tidak relevan.

Hingga kini, publik masih berkeinginan membatasi jabatan 2 periode. Amanat reformasi yang tidak sembarangan partai politik untuk “mengotak-atik”. Selain akan membenamkan dalam kubangan sejarah. (*)

Advokat. Tinggal di Jambi

Pos terkait