Kolam Cahaya : Mendinginkan Hati Oleh Ansori Barata

Nur Ansori Barata
Nur Ansori Barata

Ketika Nabi Ibrahim sudah akan dimasukkan ke dalam pemanggangan yang dibuat oleh Raja Namrudz, segera Jibril turun dari langit seraya berkata kepada Ibrahim: “Apa kau butuh pertolonganku?”. Jibril bertanya.

“Tidak, aku tidak butuh pertolonganmu. Aku hanya butuh pertolongan Allah,” Ujar Ibrahim kemudian berdoa kepada Allah dengan kalimat doa sebagaimana yang tertera dalam Al-Quran Surah Ali Imran ayat 173:

حَسْبُنَا ٱللَّهُ وَنِعْمَ ٱلْوَكِيلُ

Bacaan Lainnya

“Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung,”.

Allah menjawab doa Ibrahim dengan firman-Nya dalam surah Al-Anbiya 69:

قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ

“Kami berfirman: Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim,”.

Mendinginkan api adalah mukjizat Nabi Ibrahim, dan yang memiliki kemampuan ini (dengan izin Allah) hanyalah hamba pilihan, tidak semua hamba mampu melakukannya. Namun ada satu keadaan yang pada hakikatnya jauh lebih panas dari api zahir, dan upaya mendinginkannya juga butuh usaha sungguh-sungguh dan ketekunan yang terukur. Api ini bahkan tidak terasa jika ia sedang berkobar. Inilah api yang tertanam di hati manusia, ia bisa berbentuk api amarah, api dendam, api kebencian, api kedengkian, api cemburu, api kegelisahan, api permusuhan, atau termasuk pula api perselisihan.

Adapun api lainnya, adalah api kebaikan yang bisa menghancurkan seluruh kerusakan, itulah api cinta (mahabbah) dan api kerinduan (merindukan saat perjumpaan, saat bermunajat kepada sang Khalik). Api ini tidak akan pernah datang tanpa kita mempersilahkan ia datang, dengan terlebih dahulu menyediakan ruang-ruang tempat ia bernaung.

***

Adalah Imam Al-Tustarῑ seorang Imam Sufi yang masyhur di permulaan abad ke 3 Hijriah. Beliau dikenal sebagai ulama yang zuhud, qana’ah, serta ahli ibadah. Ia mengatakan bahwa ada empat macam api dalam diri manusia, yaitu: nār al-Shahwah, nār shaqāwah, nār al-qaṭῑ’ah dan nār al-mahabbah.

Nār al-Shahwah membakar kekuatan atau kemampuan ketaatan kepada Allah, nār shaqāwah membakar tauhid, nār al-qaṭῑ’ah membakar hati dan nār al-mahabbah membakar semua api. (Yayan Mulyana, Syifa Al-Qulub, Januari 2017).

Nar al-Syahwah adalah api syahwat. Imam al-Tustari berkata, api ini mampu membakar seluruh kecenderungan dan kehendakan dalam ketaatan kepada Allah SWT. Ia membakar keinginan manusia untuk melakukan ibadah seperti puasa, shalat, dan ibadah-ibadah lainnya.

Nar al-Syaqawah diartikan sebagai api kesengsaraan. Tidak sekedar menghanguskan keinginan untuk mendekat kepada Allah SWT, api jenis ini menurut sang Mufassir, mampu membakar habis keimanan dan tauhid kepada Allah SWT. Api inilah yang menyebabkan seseorang melakukan perbuatan syirik.

Nar al-Qathi’ah adalah api pemutus. Inilah api yang mampu membakar hati manusia sehingga tak lagi bisa ditetesi kalimat hikmah dan nasihat. Hati yang terbakar api ini akan keras, tak mampu lagi membedakan yang baik dan benar.

Nar al-Mahabbah Inilah api cinta. Adalah api yang mampu membakar dan menghanguskan seluruh api yang ada. Cinta seseorang pada sesuatu akan melunturkan seluruh hijab sehingga yang tampak hanyalah dirinya dan sesuatu yang dicintainya itu. Inilah cinta para sufi kepada Allah SWT.

Apa yang mesti dilakukan jika hati manusia telah dipenuhi oleh api-api yang berbahaya ini? Api api yang mampu menghanguskan keimanan menjadi kemunafikan, ketauhidan menjadi kesyirikan, api yang mampu menjadikan jiwa jiwa yang lembut menjadi pemarah, jiwa yang semula diam dan penyepi menjadi jiwa pendendam dan pembenci?.

Berzikirlah. Dengan memperbanyak amalan dzikir, bertasbih (menyebut nama-nama Allah) secara terus-menerus maka hati menjadi sejuk dan damai. Allah berfirman dalam surat Thaa-Haa ayat 130: “Dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa tenang.”

Bacalah Ta’awuz. Ketika hati sedang dilanda amarah, bacalah doa isti’adzah (Ta’awuz), yang merupakan doa untuk meminta perlindungan Allah Swt dari godaan setan dan perasaan marah.

Rasulullah bersabda “Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu A’udzu billah minasy syaithaanir rajim (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).” (HR. Bukhari Muslim).

Atau Diamlah. Jika seseorang marah, tindakan dan ucapan akan tidak beraturan, hingga mampu mendatangkan murka Allah. Maka dari itu, saat marah lebih baik untuk diam agar terhindar dari dosa akibat perilaku yang muncul dari perasaan marah. Dari Ibnu Abbas RA, Nabi ﷺ bersabda, “Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih).

Dan berwudhulah. Bahwa sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia, dan air wudhu mampu menenangkan api amarah dalam hati. Maka saat marah segeralah berwudhu untuk meredakan perasaan amarah lainnya. Nabi Muhammad pernah bersabda: “Sesungguhnya marah itu dari syaitan, dan syaitan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

***

Mendinginkan hati, adalah usaha-usaha batiniah yang harus dilakukan setiap pribadi muslim agar bisa menjemput hidayah maghfirah dan mahabbah kepada Allah S.W.T. Bahwa, api adalah bahan baku utama penciptaan syetan, maka memelihara api dalam qalbu akan berarti mempersiapkan bangunan rumah syetan agar ia bisa tinggal di dalam hati manusia. Membersihkan api api ini berarti membersihkan rumah tinggal syetan.

Maka jalan utama memadamkan api-api ini adalah mendinginkannya sesuai tuntutan syariah, yakni memperbanyak zikir, memperbanyak menanamkan nama allah (ismu zat) dalam hati, melakukan sholat taubat, istighfar setiap waktu. Bertasbih, tahmid dan tahlil terus menerus mesti pula dilakukan karena ini termasuk proses penting dalam mendinginkan hati dalam upaya meningkatkan keimanan menuju Allah SWT.

Ketika hati menjadi dingin, hati menjadi tenang, maka terbukalah qalbu, terbukalah satu hijab dari diri yang selama ini membatasi kita dan sang khalik. Ketika hijab sedikit terbuka maka terbentanglah jalan luas yang selama ini dinafikan dari pandangan zahir kita, itulah jalan keselamatan sesungguhnya, jalan makrfiah yang mampu membawa manusia pada kebahagiaan hakiki, jalan lurus sebagai mana yang selalu kita pinta dalam setiap sholat Ihdinasshiratal mustaqim.

Jalan ini adalah impinan seluruh orang beriman, kerinduan para salik, kebutuhan para pecinta, jalan yang membedakan haq dan bathil, jalan ini tidak akan pernah terbuka manakala kita masih memelihara api api yang berbahaya di dalam tubuh dan jiwa.

Namun, mendinginkan hati bukanlah perkara mudah, ia membutuhkan ketekunan, kuat dan istiqamah dalam meraihnya. Berbagai rintangan, ragam macam rayuan dunia akan mengadakan perlawanan dengan syetan sebagai panglimanya dan syahwat sebagai balatentaranya.

Maka dengarlah ini, betapa dunia adalah sekumpulan api panas yang siap memangsa dan yang dimangsa akan binasa tanpa sisa. Harta dunia akan menciptakan api keserakahan yang menghanguskan ingatan kepada Tuhan menjadi kelalaian. Tahta akan memantik api kesombongan yang menghanguskan takwa menjadi kesibukan tanpa jeda. Kecantikan wanita di dunia adalah api syahwat yang bisa membakar jiwa manusia dan pendorong untuk membangun istana kekejian di dalam jiwa.

Begitu pula keinginan pada barang mewah, kendaraan berkelas, adalah api keangkuhan yang hanya menggiring manusia berjalan menuju “jurang ketinggian” yang paling hina. Pakaian indah dan kesenangan dunia malam serupa api kenikmatan palsu yang bisa menyesatkan pandangan dan menggulitakan kesadaran iman.

Pangkat dunia adalah api keangkuhan yang menjauhkan manusia dari manusia lainnya -dan- manusia dari penciptanya. Begitupun sikap cernderung pada kenyamanan hidup tak lain adalah api keterpanaan yang melenakan dan mampu membuat manusia lupa bahwa ia lahir tanpa apa-apa dan kembali tanpa apa-apa.

Dan, ketakutan terhadap rezeki termasuk kehidupan masa depan adalah percik api kemusyrikan samar yang akan membantai seluruh rantai keimanan yang sedang kita rangkai, ia benar-benar akan menghitamkan ketauhidan jika api ini dibiarkan, ia akan terus menyala nyala dalam setiap hayalalan kehidupan. Terhadap ini, persingkatlah angan-anganmu.

Maka dinginkanlah hati, supaya qalbu kita terbuka menerima api mahabbah yang panasnya tidak membakar namun menghangatkan, hangatnya tidak meresahkan melainkan memicu api baru yang datang kemudian yakni api kerinduan, dan rindunya tidak menyiksa secara indera melainkan membuat kita terpana dalam getaran indah tidak terkatakan, menyisir tiap aliran darah yang syahdunya tidak terlukiskan, kehalusannya sulit digambarkan, dan gambarannya terlalu absurd untuk kau visualkan.

Inilah getar kerinduan yang selama ini dicari oleh para pecinta keabadian. Khalil Gibran berkata Cinta adalah keindahan yang bergetar, maka sekali lagi carilah getaran ini, dengan susah payah sekalipun. Carilah dengan penuh kesabaran karena sang Hujjatul Islam, Imam Ghazali pernah berpesan : Untuk mendapatkan apa yang kamu suka, pertama kamu harus sabar dengan apa yang kamu benci.

Sabarlah untuk itu, karena ketika sesuatu yang kau suka telah kau dapatkan maka tak kau butuhkan lagi sesuatu dari yang lainnya. Seorang penyair berkata ; orang yang telah mengenal Tuhannya, akan melupakan kenalan lamanya (dunia dan seisinya).

Maka tak salah, ketika Nabi Ibrahim ditawarkan bantuan pertolongan dari Jibril, ia menampiknya, “Tidak, aku tidak butuh pertolonganmu. Aku hanya butuh pertolongan Allah,”. Ia menampiknya karena ketika ia sudah terpaut dengan Allah, ia tidak lagi mau bergantung kepada makhluk.

Ia menjadi pecinta sebenarnya karena qalbunya telah sejuk oleh desir angin kerinduan mengalahkan panas api dunia yang siap membakarnya. Dan Ibrahim, tentu sangat yakin bahwa pertolongan dari yang dicintainya adalah pertolongan terbaik dari seluruh pertolongan yang ada. (***)

Pos terkait