FILM, Jambiseru.com – Ketika pertama kali nonton film Psychokinesis, saya tidak punya ekspektasi apa pun selain ingin melihat bagaimana Korea mengolah konsep superhero. Biasanya film hero identik dengan skala besar, kostum keren, atau konflik universal yang berat. Tapi Psychokinesis tidak berjalan ke arah itu. Film ini justru membuka dengan suasana yang sederhana, tokoh-tokoh rakyat jelata, dan alur yang seolah sengaja mengambil jarak dari gaya hero mainstream. Dan justru di situ menariknya. Ada rasa dekat, rasa lucu, sekaligus rasa pahit sepanjang nonton film ini.
Psychokinesis disutradarai Yeon Sang-ho, sosok di balik Train to Busan dan Seoul Station. Tapi kali ini, ia bermain di wilayah yang jauh lebih ringan, satir, dan tidak segelap film-film zombie-nya. Sejak awal, film ini memberi sinyal bahwa yang ingin ia tonjolkan bukan kemampuan super sang tokoh utama, melainkan kekonyolan, kecanggungan, dan hubungan keluarga yang retak.
—
Realisme yang Aneh: Dunia Biasa Bertemu Kekuatan Tidak Biasa
Psychokinesis bukan superhero dalam arti tradisional. Roh Seok-heon, seorang satpam biasa yang sepertinya gagal di banyak aspek hidup, tiba-tiba punya kemampuan telekinesis setelah meminum air dari meteor. Kedengarannya aneh, bahkan konyol, tapi di tangan Yeon Sang-ho, keanehan itu diwujudkan dengan gaya yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Ia tidak mendadak jadi pahlawan berkostum. Ia tetap pekerja biasa, tetap kikuk, tetap bingung dengan hidupnya. Namun justru inilah yang membuat saya merasa film ini punya sesuatu yang berbeda. Seperti melihat seseorang yang hidupnya pas-pasan, tidak ambisius, bahkan tidak peduli pada apapun, tiba-tiba punya tanggung jawab besar.
Saat nonton film ini di bagian tengah, saya mulai menyadari bahwa inti cerita bukan pada kekuatannya, melainkan pada bagaimana seorang ayah yang hampir hilang arah mencoba memperbaiki hubungan dengan putri yang sudah lama ia tinggal. Telekinesisnya hanyalah alat, bukan pusat cerita.
—
Konflik yang Membumi: Korporasi, Rakyat Jelata, dan Perlawanan Kecil
Film ini ternyata memuat kritik sosial yang pekat. Konfliknya tidak melibatkan monster, alien, atau villain berkostum. Lawannya adalah perusahaan besar yang menyengsarakan warga kecil. Benturan ini terasa sangat Korea: isu pembangunan paksa, ketidakadilan, dan suara rakyat yang terpinggirkan.
Yeon Sang-ho menangkap dinamika kelas ini dengan cermat. Setiap adegan demo, perlawanan warga pasar, dan upaya intimidasi perusahaan menciptakan suasana yang terasa nyata. Penonton jadi melihat bahwa meski ada elemen superpower, film ini tetap berakar pada realitas sosial.
Kekuatan Seok-heon pun digunakan bukan untuk menyelamatkan dunia, tetapi melindungi beberapa kios dan beberapa warga dari serangan pihak perusahaan. Skala kecil ini membuat Psychokinesis terasa segar. Tidak memaksa menjadi epik, tapi kuat justru karena kesederhanaannya.
—
Humor Garing tapi Kena: Superhero yang Tidak Mengerti Cara Jadi Superhero
Salah satu daya tarik paling besar dari Psychokinesis adalah humor khasnya. Banyak momen ketika Seok-heon menggunakan kekuatannya dengan cara yang salah, atau dalam konteks yang sama sekali tidak heroik. Misalnya:
Mengangkat barang-barang kecil seperti sedang pamer kemampuan di pasar.
Latihan telekinesis tapi malah menciptakan kekacauan kecil.
Reaksi orang-orang yang lebih bingung ketimbang kagum.
Ini bukan humor slapstick murahan. Ada ironi, ada sindiran, ada gaya komedi yang lahir dari situasi sosial. Humor yang muncul bukan karena film ingin lucu, melainkan karena tokohnya memang tidak cocok menjadi pahlawan.
Saat nonton film bagian ini, saya merasa film berhasil memadukan komedi absurd dengan kritik sosial tanpa terlihat memaksa.
—
Hubungan Ayah-Anak yang Menjadi Tulang Punggung Cerita
Elemen keluarga menjadi pusat emosional dari film ini. Ryu Seok-heon adalah ayah yang dulu meninggalkan putrinya, Roo-mi, dalam keadaan sulit. Perjumpaan mereka kembali tidak langsung hangat. Ada jarak emosi, ada luka lama, dan ada hubungan yang terputus bertahun-tahun.
Film menampilkan ketegangan emosional ini secara perlahan. Roo-mi adalah karakter kuat, mandiri, dan sangat marah pada keadaan. Ia tidak memberikan pengampunan cepat hanya karena ayahnya kini punya kekuatan super. Ini membuat hubungan mereka terasa manusiawi.
Ketika film bergerak ke klimaks, penonton akhirnya melihat bagaimana kekuatan Seok-heon menjadi cara ia menebus masa lalu. Bukan dengan menjadi pahlawan besar, tapi dengan menjadi ayah yang hadir. Di bagian akhir, ada momen yang terasa pahit tapi hangat, sebuah penutup yang tidak muluk-muluk namun emosional.
—
Aksi yang Tidak Masif tapi Punya Ciri Khas
Untuk standar film superhero, aksi di Psychokinesis tidak banyak. Tapi ketika muncul, ia punya karakteristik unik: penggunaan telekinesis dengan gaya yang ringan, humoris, namun tetap dramatis. Gerakan benda-benda, adegan terbang, dan manipulasi lingkungan dibuat dengan visual yang cukup halus dan tidak berlebihan.
Yang menarik, meski aksi tidak memenuhi film dari awal sampai akhir, penempatannya selalu strategis untuk memperkuat cerita. Setiap adegan aksi punya fungsi emosional, bukan hanya tontonan.
Saat nonton film bagian aksi terakhir, saya merasa ada campuran antara absurd dan heroik yang sangat khas. Seperti perpaduan film indie dengan blockbuster kecil.
—
Arahan Yeon Sang-ho: Eksperimen yang Berani
Yeon Sang-ho jelas bereksperimen. Ia keluar dari zona gelap khas Train to Busan dan mencoba mencampur genre dengan lebih liar. Ada drama, ada komedi, ada hero, ada satir sosial, dan ada hubungan keluarga yang getir. Semuanya diracik tanpa takut terlihat aneh.
Psychokinesis bukan film untuk semua orang. Ada yang mungkin merasa ini terlalu absurd, terlalu ringan, atau terlalu satir. Tapi bagi saya, film ini adalah contoh bagaimana Korea berani membuat film hero tanpa harus mengikuti formula Hollywood.
Film ini seperti berkata: superhero tidak harus tampan, tidak harus gagah, tidak harus punya misi besar. Kadang, superhero hanyalah seorang ayah yang mencoba menebus kesalahannya, dengan kekuatan sekadarnya.
—
Kesimpulan
Nonton film Psychokinesis memberikan pengalaman yang unik: lucu, pahit, satir, dan pada saat yang sama sentimental. Ini bukan film dengan ledakan besar atau tokoh dengan kostum ikonik. Ini adalah film tentang orang biasa dengan kekuatan yang tidak biasa, tapi tetap bergulat dengan masalah manusiawi seperti keluarga dan tekanan sosial.
Di bagian akhir film, terasa jelas bahwa yang ingin disampaikan bukanlah tentang seberapa kuat seorang hero, tetapi seberapa besar upaya ia untuk memperbaiki hubungan yang pernah rusak. Itulah nilai yang bertahan lama setelah menonton.
Dan ketika saya menutup tontonan ini, pengalaman nonton film Psychokinesis terasa seperti perjalanan kecil yang hangat, aneh, dan menyentuh pada waktunya.
Cara nonton film gratis sub indo
Lalu bagaimana cara nonton film ini. Gampang. Buka browser, ketik yandex.com atau duckduckgo.com, setelah terbuka situs pencarian yandex atau duckduckgo, ketik “nonton film korea Phsychokinesis sub indo”. Tinggal pilih website mana yang mau diakses.(gie)
Sumbet : jambiseru.com













