Kesan Nonton Film Breath 2017: Drama Surfing yang Tajam, Sunyi, dan Menyentuh

Kesan Nonton Film Breath 2017: Drama Surfing yang Tajam, Sunyi, dan Menyentuh
Kesan Nonton Film Breath 2017: Drama Surfing yang Tajam, Sunyi, dan Menyentuh.Foto: Jambiseru.com

FILM, Jambiseru.com – Film yang diadaptasi dari novel terkenal karya Tim Winton ini hadir sebagai sebuah drama remaja yang sunyi, perlahan, dan penuh udara. Tidak ada ledakan emosi yang meledak-ledak. Tidak ada adegan dramatis yang sengaja dibuat bombastis. Namun justru dari ketenangan itulah Breath (2017) menemukan kekuatannya. Saat pertama kali menontonnya, ada rasa bahwa film ini tidak ingin terburu-buru. Ia ingin kita duduk tenang, meresapi ombak, mendengar suara angin, dan perlahan mengikuti perubahan karakter remaja di dalamnya.

Film ini disutradarai Simon Baker—yang juga ikut bermain—dan sejak awal kita sudah bisa menangkap aura yang ia ingin bangun: sederhana, intim, dan personal. Breath bukan film tentang surfing saja, tapi tentang masa transisi antara remaja dan dewasa, tentang pencarian jati diri yang tidak selalu mulus, juga tentang batasan yang sering kali kabur antara keberanian dan kebodohan.

Mulai dari sinematografi, akting, sampai temanya yang cukup rumit, semuanya dirangkai untuk menghasilkan pengalaman menonton yang tenang namun menggelitik pikiran. Di bawah ini adalah kesan lengkap selama menonton Breath, film yang tampak kecil, tapi menyimpan gelombang besar di dalamnya.

1. Kesan Pertama: Film yang Mengalun dengan Tenang Seperti Ombak Pagi

Kesan pertama yang langsung terasa adalah ritme film yang begitu tenang. Tidak seperti drama remaja modern yang cenderung cepat, riuh, dan emosional, Breath berjalan seperti seseorang yang sedang duduk di pantai sambil memperhatikan laut. Tenang, lambat, tapi penuh detail kecil yang berarti.

Film ini seperti mengajak kita mengingat masa remaja yang sering kali tidak dramatis, namun penuh pergulatan batin yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Ada momen-momen kosong, ada kegugupan, ada rasa ingin diakui, ada pemberontakan kecil, dan ada rasa ingin mencicipi dunia yang lebih besar daripada sekadar kota kecil tempat mereka tinggal.

Ketenangan itu membuat film terasa lebih realistis. Ia tidak memaksakan dramatisasi. Ia justru memberi ruang bagi kita untuk mengamati dan merasakan perubahan yang dialami para tokohnya.

2. Cerita Coming-of-Age yang Jujur dan Tidak Berlebihan

Breath bercerita tentang dua remaja laki-laki: Pikelet dan Loonie. Dua anak yang berteman sejak kecil namun punya karakter sangat berbeda. Pikelet lebih pendiam dan pemikir, sedangkan Loonie lebih liar dan impulsif. Dinamika ini sering kali terjadi di kehidupan nyata: si pemikir yang berteman dengan si pemberani, dan keduanya saling memberi warna satu sama lain.

Cerita mulai bergerak ketika mereka bertemu Sando, seorang surfer senior yang karismatik, tapi juga punya masa lalu yang tidak sepenuhnya jelas. Sando mengajarkan banyak hal, bukan hanya soal surfing, tapi juga soal hidup. Tentang ketakutan, tentang keberanian, tentang risiko, dan tentang batas yang harus dihormati.

Di titik ini, film menyuguhkan sisi coming-of-age yang cukup tajam. Tidak hanya soal remaja belajar menjadi dewasa, tapi juga soal bagaimana mereka mulai merasakan dunia yang lebih kelam dari yang mereka kira. Pilihan-pilihan kecil yang mereka ambil justru membentuk masa depan mereka.

Yang menarik, film ini tidak memberikan jawaban baik-buruk secara gamblang. Ia membiarkan kita menilai sendiri.

3. Konflik Batin Pikelet yang Perlahan Menggulung

Salah satu hal paling kuat dari film ini adalah fokusnya pada keresahan Pikelet. Ia adalah pusat perspektif cerita, dan melalui matanya kita melihat bagaimana dunia yang awalnya tampak sederhana mulai berkembang menjadi sesuatu yang lebih rumit.

Hubungan Pikelet dengan Sando memberi warna baru. Sando seperti figur mentor yang penuh pesona, tapi tidak sepenuhnya positif. Ada kekaguman, ada kebingungan, dan ada rasa ingin diakui. Ketika Pikelet mencoba menembus batas dirinya, ia menemukan bahwa eksplorasi tidak selalu berarti kemajuan.

Di sisi lain, hubungan Pikelet dengan Eva—istri Sando—menambah lapisan konflik yang jauh lebih berat. Ini bukan sekadar hubungan yang tidak pantas, tapi juga sebuah situasi kompleks yang menunjukkan bagaimana remaja dapat dengan mudah terjebak dalam permainan emosi orang dewasa yang terluka.

Film menggambarkan ini dengan sangat sunyi. Tidak ada musik dramatis. Tidak ada teriakan. Semua berjalan seperti ombak yang tiba-tiba datang dan perlahan menyapu pantai.

4. Visual yang Menangkap Jiwa Australia: Alam Jadi Bahasa Utama Film

Salah satu kekuatan terbesar Breath adalah visualnya. Shot-shot surfing yang diambil dari jarak dekat maupun jauh, warna biru laut yang menenangkan, dan bentang alam pesisir yang terisolasi membuat film ini terasa sangat hidup.

Australia ditampilkan bukan sekadar latar tempat. Ia adalah karakter itu sendiri. Alam yang indah tapi juga liar. Ombak yang memanggil tapi juga mengancam. Hutan, sungai, bukit pasir—semua dihadirkan sebagai ruang tempat dua remaja ini belajar tentang dunia dan tentang diri mereka sendiri.

Visual film membuat kita merasa seolah kita ikut berada di sana. Merasakan angin asin di wajah. Mendengar deburan ombak dari kejauhan. Inilah jenis film yang membuat kita ingin ikut mencoba surfing meskipun mungkin tidak ahli berenang.

5. Akting yang Natural dan Bebas Drama Berlebihan

Simon Baker sebagai Sando tampil memikat. Ia memainkan sosok surfer veteran yang karismatik namun penuh rahasia dengan sangat natural. Tidak berlebihan, tidak penuh gaya. Justru ketenangannyalah yang memberi kesan misterius.

Aktor muda Samson Coulter sebagai Pikelet memiliki keheningan yang tepat. Wajahnya sering tampak bingung, ragu, takut, atau tertarik—dan semua itu terasa tulus. Dan Ben Spence sebagai Loonie berhasil menangkap jiwa remaja yang selalu ingin menantang batas, seolah hidup adalah permainan yang tidak ada habisnya.

Elisabeth Debicki sebagai Eva menampilkan karakter yang rapuh, penuh luka, dan membingungkan. Ia bukan antagonis. Tapi ia juga bukan korban yang murni. Film memperlihatkan bahwa ia pun manusia yang sedang kehilangan arah.

6. Tema Besar: Keberanian, Ketakutan, dan Batas yang Tidak Terlihat

Film ini sebenarnya berbicara tentang batas. Batas umur. Batas emosi. Batas keberanian. Batas hubungan. Batas yang kadang tidak kita sadari sampai kita melewatinya.

Surfing dipakai sebagai metafora. Ombak itu indah, tapi ia juga bisa menelan siapa pun yang terlalu percaya diri. Sama seperti hidup.

Sando percaya pada konsep menantang batas. Sedangkan Pikelet mulai menyadari bahwa tidak semua batas harus diterobos. Ada saat untuk memberanikan diri. Ada pula saat untuk berhenti.

Di sinilah kedewasaan dibentuk: melalui kesadaran bahwa hidup tidak hanya tentang mengambil risiko, tapi juga memahami kapan harus melangkah mundur.

7. Akhir yang Sunyi tapi Menancap dalam Ingatan

Akhir film bukan akhir yang menggelegar. Tidak ada klimaks besar. Tidak ada keputusan dramatis yang dibumbui musik. Semua dibiarkan sederhana.

Justru dari situ ia terasa mengena. Penonton dibiarkan merasakan jalan panjang yang ditempuh Pikelet. Bahwa masa remaja bukan tentang satu kejadian besar yang mengubah segalanya, tapi tentang akumulasi dari pengalaman-pengalaman kecil—kegembiraan, ketakutan, kesalahan, dan keputusan bodoh yang pada akhirnya membentuk siapa kita dewasa ini.

Akhir Breath seperti mengingatkan bahwa hidup terus berjalan. Tidak selalu rapi. Tidak selalu adil. Tapi selalu bergerak.

8. Kesimpulan: Breath adalah Film yang Pelan, Sunyi, dan Dalam

Jika kamu mencari film coming-of-age yang penuh dialog cepat, konflik dramatis, atau cerita yang mengalir seperti roller coaster, Breath mungkin terasa terlalu lambat. Namun jika kamu suka film yang tenang, penuh makna, dan membiarkan penonton merenung setelahnya, maka film ini adalah salah satu yang terbaik dalam genre tersebut.

Breath seperti duduk di tepi laut sambil memperhatikan ombak datang dan pergi. Tenang, tapi tidak pernah benar-benar diam. Dan seperti ombak, film ini menghantam kita perlahan, tanpa kita sadari, meninggalkan bekas yang sulit hilang.

Film ini bukan hanya tentang surfing, tapi tentang pertumbuhan, luka, batas, dan proses menemukan diri sendiri dalam dunia yang jauh lebih besar daripada yang terlihat.

Sebuah film kecil dengan jiwa besar.

Cara nonton film gratis sub indo

Lalu bagaimana cara nonton film ini. Gampang. Buka browser, ketik yandex.com atau duckduckgo.com, setelah terbuka situs pencarian yandex atau duckduckgo, ketik “nonton film Breath 2017 sub indo”. Tinggal pilih website mana yang mau diakses. (gie)

Pos terkait