Cerita Pilu Pensiunan Guru yang Rumahnya Digusur Wali Kota Jambi Syarif

Pensiunan Guru yang Rumahnya Digusur
Aida Awal (71), pensiunan guru di Kota Jambi yang rumahnya digusur.Foto: Uda/Jambiseru.com

Jambiseru.com – Walikota Jambi Syarif Fasha, kemarin Kamis (9/10/2021), menggusur penghuni di rumah dinas guru kawasan Jalan Lorong Pattimura, Alam Barajo, Kota Jambi. Berikut cerita pilu pensiunan guru yang tergusur.

Saat penggusuran rumah dinas guru berdasar instruksi Wali Kota Jambi Syarif Fasha itu, para penghuni protes. Sempat terjadi adu mulut, tetapi eksekusi tetap dilakukan para petugas. Para penghuni tak bisa membendung air matanya, ketika melihat proses penertiban itu.

Baca berita terkait di Jambiseru.com : Digusur di Tengah Pandemi, Penghuni Rumdis Guru Simpang Rimbo Tolak Angkat Kaki

Bacaan Lainnya

Sebanyak 26 rumah di sana harus segera dikosongkan. Para penghuni hanya diberi waktu 30 hari, serta diharuskan menanda tangani surat pernyataan akan meninggalkan rumah dinas.

Sebagian penghuni rumah dinas guru itu menurut. Namun, ada juga yang menolak memberikan tanda tangan.

Aida Awal (71), pensiunan guru di Kota Jambi ini mengaku memberi tanda tangan itu karena dipaksa.

“Meski saya diminta tanda tangan dan dikasih waktu 30 hari untuk mengkosongkan rumah, saya tetap minta setahun,” kata Aida, Kamis (7/10/2021).

Aida bercerita, ia sudah tinggal di komplek rumah dinas guru itu sejak tahun 1988. Tetapi selama itu tak pernah ada intimidasi dari pemerintah kota. Kata Aida, baru tahun 2021 ini ia mendapat tekanan habis-habisan untuk digusur.

“Baru tahun ini kami ditekan habis-habisan,” ujarnya.

Diceritakan Aida, dulu ia pernah dijanjikan oleh Walikota Jambi Syarif Fasha, meski sudah pensiun tetap bisa tinggal di rumah tersebut.

“Kato Pak Fasha itu tunggu lah sampai pensiun. Tunggu lah dak papo selagi aku (Fasha) masih jadi walikota, tunggu lah,” cerita Aida.

Ditanya kapan Walikota Jambi Syarif Fasha menyampaikan itu, kata Aida sudah tidak ingat lagi.

“Kalau dulu omongannya emang kayak itu. Tunggu lah selagi aku (Fasha) masih jadi walikota. Sudah lamo nian beliau ngomong seperti itu. Dulu kan tidak ada digital, jadi sekedar ngomong sudahlah,” sebut Aida.

Aida menyebut, dulu sudah beberapa kali ia mengajukan rumah dinasnya menjadi milik pribadi. Sebut Aida, hal itu mengacu peraturan Presiden no 11 tahun 2008 tentang cara pengadaan status, dan hasil rapat DPRD Kota Jambi tahun 2010. Namun upaya itu tidak berhasil.

“Bukannya kami mau menguasai tidak, memang kebetulan ada hak kami. Dan kebetulan kami tak punya duit untuk bangun rumah. Karena dulu gaji kecil,” kata Aida lagi.

Selain Aida, Edwar (38), anak seorang guru juga merasakan hal serupa. Kata Edwar ia sempat mengajukan rumah dinas orang tuanya agar dapat dimiliki secara pribadi.

“Dulu dijanjikan bisa menjadi hak milik. Ada aturannya dari presiden. Kita dijanjikan itu, dan sempat mengurusnya. Tapi berkas kepengurusan kita tidak membuat ini terealisasi,” kata Edwar.

Edwar mengaku menolak memberi tanda tangan di surat pernyataan meninggalkan rumah dinas guru. Ia berupaya mempertahankan.

“Saya tidak mau tanda tangan. Kami akan usahakan ini jadi hak milik. Padahal daerah lain bisa,” sebutnya.

Penertiban ini, kata Edwar, terkesan mendadak. Apalagi pihaknya mengetahui akan ekseskusi perumahan guru melalui seorang guru honorer.

“Tidak diberitahukan langsung melalui ketua komplek. Padahal, seharusnya dikasih ke ketua kelompok,” imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Aset BPKAD Kota Jambi, Assad mengatakan rumah dinas tidak bisa menjadi milik pribadi, sesuai peraturan Mendagri nomor 19 tahun 2016 tentang pedoman pengelolaan barang milik daerah.

Pos terkait