Opini : Program Makan Gizi Gratis, Antara Ambisi dan Implementasi

Syasabila Khafi, mahasiswi UIN STS Jambi. Foto : dok pribadi
Syasabila Khafi, mahasiswi UIN STS Jambi. Foto : dok pribadi

Opini ini ditulis oleh : Syasabila Khafi *

Pendidikan di Indonesia saat ini sedang dalam proses transformasi dengan fokus pada pemerataan akses Pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan, dan mempersiapkan untuk menghadapi tantangan global melalui kebijakan dan program stategi pemerintah. Pertanyaannya adalah sejauh mana kebijkan-kebijakan ambisius ini terealisasikan di lapangan?

Sejak masa orde baru, Indonesia seolah tak pernah berhenti bereksperimen dengan sistem pendidikannya dengan harapan adanya perubahan kurikulum dapat meningkatkan mutu Pendidikan dan mengatasi ketertinggalan dengan negara lain. Kurikulum terus berganti seiringnya perkembangan zaman contohnya dari era wajib belajar 6 tahun, KBK, KTSP, hingga kini kurikulum merdeka.

Pemerintah mengganti kebijakan Ujian Nasional yang sempat menjadi momok bagi siswa dan sekarang digantikan dengan Asesmen Nasional, sekarang kebijakan baru yaitu Kurikulum Merdeka yang memberikan fleksibel bagi guru dan sekolah dalam menyusun pembelajaran sesuai kebutuhan siswa dengan banyaknya perubahan yang dilakukan pemerintah membuktikan keseriusan dari pemerintah terhadap pendidikan untuk meningkatkan kualitas Pendidikan.

Dewanti (2022) implementasi kebijakan Pendidikan adalah proses yang mencakup bagaimana Lembaga administratif menjalankan program. Selain itu, proses ini melibatkan aspek hukum, politik dan sosial ekonomi yang mempengaruhi pelaksanaan program, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada pepatah yang mengatakan “ganti menteri, ganti kebijakan.” hal ini dapat saya simpulkan dan kita pahami bahwa setiap pergantian kepemimpinan selalu membawa program baru yang akan dirubah. Namun, implementasi yang terjadi dilapangan sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat.

Program Makan Bergizi Gratis

Adanya program terbaru yang di buat oleh pemerintah hingga mecuri perhatian masyarakat adalah rencana program bergizi gratis (MBG) untuk siswa/i, adanya program ini yang di janjikan oleh pemerintah pada masa kampanye pemilihan umum yang mana program ini sudah mulai diimplementasikan secara bertahap oleh pemerintah. Program ini merupakan bentuk perhatian dari pemerintah untuk mengurangi malnutrisi dan stunting serta meningkatkan asupan gizi masyarakat dengan harapan sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap proses pembelajaran.

Namun, program ini tentu membutuhkan kerja sama yang sangat komprehensif antara berbagai kementerian dan lembaga, dari kementerian pendidikan, kesehatan, hingga pertanian, yang harus bekerja sama satu sama lain.

Seperti program yang pernah di laksanakan dan dapat kita lihat bahwa program bagus tidak selalu berujung pada hasil yang baik, program Indonesia pintar (PIP) yang digagas tahun 2014 walaupun berhasil meningkatkan akses pendidikkan bagi anak kurang mampu tetapi masih terdapat kendala pada implementasinya.

Tenaga pendidik adalah orang pertama yang sering kali menjadi pihak yang paling merasakan dampak dari perubahan kebijakan, mereka harus beradaptasi dengan kurikulum baru, metode pengajaran baru, dan tuntunan administratif yang harus bertambah. Pemerintah harus lebih memperhatikan tenaga pendidik dengan memberikan pelatihan dan sosialisasi setelah melakukan kebijakan baru sehingga hasil yang akan diterima oleh peserta didik menjadi optimal.

Pentingnya Pendekatan Bottom-Up

Kelemahan dari kebijakan Pendidikan kita salah satunya yaitu pendekatan top-down yang mendominasi. Kebijakan dibuat di ibu kota kemudian “dipaksakan” untuk diterapkan di seluruh Indonesia tanpa mempertimbangkan kondisi lokal yang beragam. Pada kenyataannya Indonesia dengan keberagaman budaya, geografis, sumber daya dan tingkat pembangunannya memerlukan pendekatan yang lebih luwes atau fleksibel.

Pemerintah bisa melakukan pendekatan buttom-up, yang mana metode ini melakukan perumusan, implementasi, evaluasi kebijakan melibatkan orang-orang di tingkat bawah. Kebutuhan dari tingkat sekolah dan daerah menjadi bahan pertimbangan utama dalam perumusan kebijakan yang perlu lebih diperkokoh. Kepala sekolah, guru dan komunitas pendidikan harus dilibatkan aktif dalam kebijkan yang akan diambil dalam proses perencanaan, bukan hanya sebagai pelaksana yang pasif.

Konsistensi juga menjadi kunci dari pada terus-menerus meluncurkan program baru, mungkin pemerintah lebih baik fokus pada penyempurnaan dan optimalisasi program-program yang sudah ada. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang stabil dan memberikan waktu yang cukup bagi guru dan siswa untuk beradaptasi.

Masa Depan Pendidikan Indonesia

Transformasi pendidikan Indonesia memang memerlukan terobosan-terobosoan baru, namun yang tidak kalah penting adalah memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil atau dibuat dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan. Program (MBG) ataupun kebijakan pendidikan lainnya tentu memiliki potensi besar terhadap perubahan sistem pendidikan Indonesia. Namun, tanpa implementasi yang terencana dan konsisten terhadap kebijakan yang dibuat tentu hanya akan menjadi janji kosong serta memberikan kekecewaan terhadap anak bangsa. Pemerintah juga harus komitmen untuk melakukan evaluasi yang komprehensif terhadap setiap kebijakan yang diimplementasikan.
Kini saatnya kita belajar dari pengalaman masa lalu dan memastikan bahwa setiap kebijakan pendidikan yang diluncurkan benar-benar memberikan dampak positif yang nyata bagi peningkatan kualitas Pendidikan Indonesia.(***)

* Penulis ialah :
Nama : Syasabila Khafi
Pendidikan : Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Syaifuddin (UIN STS) Jambi
Program studi : Manajemen Pendidikan Islam
Semester : 4 (empat)

Pos terkait