Kenapa Kita Sering Boros? Mengenal Psikologi di Balik Keputusan Finansial Kita

Mengenal Psikologi di Balik Keputusan Finansial Kita
Mengenal Psikologi di Balik Keputusan Finansial Kita.Foto: AI/Jambiseru.com

Jambiseru.com – Berapa kali Anda berjanji untuk lebih hemat, tetapi akhirnya tergoda membeli sesuatu yang tidak benar-benar dibutuhkan? Mengapa kita sering merasa sulit menabung, padahal tahu itu penting untuk masa depan? Jawabannya tidak selalu ada pada jumlah pendapatan, melainkan pada cara otak kita bekerja.

Ilmu psikologi finansial atau behavioral finance menjelaskan bahwa kita tidak selalu membuat keputusan finansial yang rasional. Emosi, bias, dan pengaruh sosial seringkali memimpin kita pada perilaku yang merugikan. Berikut adalah beberapa konsep kunci yang menjelaskan mengapa kita bertindak seperti itu.

1. Bias Kognitif: Jebakan Pikiran Bawah Sadar
Otak kita menggunakan “jalan pintas” mental untuk membuat keputusan cepat, yang disebut bias kognitif. Sayangnya, jalan pintas ini seringkali menyesatkan kita dalam hal uang.

– Bias Konfirmasi (Confirmation Bias): Kita cenderung mencari dan memercayai informasi yang mendukung pandangan kita. Misalnya, jika Anda ingin membeli gadget baru, Anda akan lebih fokus pada ulasan positif yang mendukung keputusan Anda, dan mengabaikan ulasan negatif.

– Efek Pembingkaian (Framing Effect): Cara suatu informasi disajikan dapat memengaruhi keputusan kita. Penawaran “beli satu gratis satu” mungkin terdengar lebih menarik daripada “diskon 50%”, padahal hasilnya sama.

– Efek Kerugian (Loss Aversion): Rasa sakit karena kehilangan uang lebih besar daripada kebahagiaan saat mendapatkan jumlah yang sama. Ini membuat kita terlalu takut mengambil risiko, bahkan saat risiko tersebut potensial menghasilkan keuntungan besar.

2. Peran Emosi dalam Pengambilan Keputusan
– Uang bukanlah topik yang netral. Emosi seperti ketakutan, keserakahan, dan kegembiraan memiliki peran besar.

– Takut Ketinggalan (Fear of Missing Out – FOMO): Banyak investasi impulsif terjadi karena takut ketinggalan tren, terutama di era media sosial. Kita melihat teman-teman membeli aset tertentu dan merasa harus ikut-ikutan, tanpa riset yang matang.

– Keserakahan (Greed): Saat pasar sedang naik, keserakahan bisa mendorong kita untuk mengambil risiko yang tidak perlu atau berinvestasi secara berlebihan, yang berujung pada kerugian saat pasar berbalik arah.

– Ketidakpastian (Anxiety): Kondisi ekonomi yang tidak pasti seringkali membuat kita mengambil keputusan finansial yang reaktif, seperti menarik semua dana investasi padahal seharusnya menunggu.

3. Akuntansi Mental: Uang Punya Label Berbeda
Pernahkah Anda membedakan uang dari bonus, uang THR, dan uang gaji bulanan? Dalam benak kita, uang dari bonus “lebih bebas” untuk dihabiskan, padahal secara matematis, satu rupiah tetaplah satu rupiah, dari mana pun asalnya. Ini disebut akuntansi mental.

Kita memberi label pada uang dan mengalokasikannya ke “keranjang” yang berbeda, yang sering kali membuat kita tidak rasional. Uang yang seharusnya bisa ditabung malah dihabiskan untuk hal konsumtif karena label “uang THR” yang melekat padanya.

4. Cara Mengatasi Bias dan Emosi
Memahami bias ini adalah langkah pertama. Berikut beberapa cara untuk mengatasinya:

– Buat Rencana yang Jelas: Tentukan tujuan finansial dan alokasi dana di awal bulan. Dengan rencana yang matang, Anda tidak mudah tergoda oleh emosi sesaat.

– Jeda Sebelum Membeli: Beri waktu jeda 24 jam sebelum membuat keputusan pembelian besar. Ini memberikan kesempatan bagi sisi rasional otak Anda untuk mengambil alih.

– Lakukan Otomatisasi: Otomatisasikan tabungan dan investasi Anda. Sisihkan dana di awal bulan ke rekening terpisah agar tidak bisa diakses dengan mudah.

– Edukasi Diri: Terus belajar tentang keuangan dan investasi. Semakin Anda memahami, semakin kecil kemungkinan Anda terperangkap dalam bias kognitif.

– Memahami psikologi finansial membantu kita untuk tidak menyalahkan diri sendiri, tetapi lebih fokus pada membangun sistem dan kebiasaan yang lebih baik. (doo)

Pos terkait