Kiprah Tubagus Soleh Ahmadi dalam Advokasi “Wilayah Kelola Rakyat” (WKR)

Kiprah Tubagus Soleh Ahmadi
Kiprah Tubagus Soleh Ahmadi.Foto: Jambiseru.com

JAMBI, Jambiseru.com – Tubagus Soleh Ahmadi, yang akrab disapa Bagus, adalah figur sentral dalam gerakan lingkungan hidup di Indonesia. Salah satu kontribusi utamanya yang paling signifikan adalah perannya dalam mengadvokasi konsep “Wilayah Kelola Rakyat” (WKR).

Konsep ini bukan sekadar jargon, melainkan sebuah pendekatan mendasar untuk mengatasi ketidakadilan ekologis yang berakar pada ketimpangan kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam.
Misi Mengembalikan Kedaulatan Rakyat

Kiprah Tubagus dalam isu WKR dapat dipahami sebagai misi untuk mengembalikan kedaulatan rakyat atas lingkungan hidup. Ia berpendapat, kebijakan pembangunan cenderung menempatkan rakyat sebagai objek, sementara kontrol atas lahan dan sumber daya alam berada di tangan korporasi atau elite politik. WKR hadir sebagai antitesis dari model pembangunan tersebut.

Dalam berbagai kesempatan, baik melalui advokasi di ranah hukum maupun aksi massa, Tubagus secara konsisten menyuarakan pentingnya pengakuan negara terhadap WKR. Ini termasuk:

* Pengakuan Hak Atas Tanah Adat: Tubagus, bersama WALHI, berjuang agar pemerintah mengakui secara sah wilayah-wilayah yang secara turun-temurun dikelola oleh masyarakat adat. Pengakuan ini menjadi fondasi bagi mereka untuk mempertahankan tradisi dan kearifan lokal dalam mengelola hutan dan lahan.

* Perlindungan Ruang Hidup Petani dan Nelayan: Ia juga gigih menyuarakan hak para petani dan nelayan tradisional untuk mengelola lahan pertanian dan perairan secara mandiri, tanpa intervensi dari proyek-proyek skala besar yang merusak.

* Model Pangan Berkelanjutan: Melalui WKR, Tubagus mempromosikan model pangan berkelanjutan, seperti pertanian agroekologi, yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga menjamin ketahanan pangan masyarakat.

Perlawanan terhadap Proyek-Proyek Merusak

Kiprah Tubagus dalam WKR tidak lepas dari perlawanan terhadap proyek-proyek infrastruktur dan industri ekstraktif yang dianggap merusak lingkungan. Ia sering kali memimpin protes terhadap proyek-proyek yang dianggap merampas ruang hidup rakyat. Contoh nyatanya adalah penolakan terhadap proyek-proyek reklamasi pantai, pertambangan, dan pembangunan PLTU batu bara yang menyebabkan masyarakat kehilangan sumber penghidupan dan terancam kesehatannya.

Menurut Tubagus, pengakuan WKR adalah kunci untuk menghentikan perampasan lahan dan mencegah bencana ekologis. Ketika rakyat memiliki kedaulatan penuh atas wilayahnya, mereka memiliki kekuatan hukum untuk menolak atau menghentikan proyek-proyek yang mengancam keberlanjutan lingkungan dan kehidupan mereka.

Menguatkan Gerakan Akar Rumput

Lebih dari sekadar konsep, Tubagus melihat WKR sebagai sebuah gerakan sosial. Ia aktif berkolaborasi dengan komunitas-komunitas lokal, petani, nelayan, dan masyarakat adat untuk membangun kesadaran dan kapasitas kolektif. Tujuannya adalah agar mereka dapat memperjuangkan hak-haknya sendiri dan menjadi subjek aktif dalam pengelolaan lingkungan.

Dengan fokus pada penguatan gerakan akar rumput, Tubagus Soleh Ahmadi telah memberikan kontribusi penting dalam menciptakan sebuah model perjuangan lingkungan yang berpusat pada rakyat. Kiprahnya menegaskan, solusi atas krisis ekologi tidak terletak pada kebijakan top-down, melainkan pada pengembalian kuasa dan kedaulatan kepada masyarakat yang paling terdampak. (fok)

Pos terkait