Jika Ditutup Pemerintah Harus Ganti Rugi Satu Sumur Senilai Rp.60 Juta

Mediasi antara massa aksi damai, pejabat dan aparat terkait penolakan penutupan sumur minyak ilegal. Foto: Rizki/Jambiseru.com
Mediasi antara massa aksi damai, pejabat dan aparat terkait penolakan penutupan sumur minyak ilegal.Foto: Rizki/Jambiseru.com

JAMBISERU.COM, Muarabulian – Setelah menyampaikan orasi di depan Kantor Bupati Batanghari perwakilan masa dari Empat desa yang menolak penutupan kegiatan pengeboran sumur minyak ilegal akhirnya diterima oleh Pemerintah Kabupaten Batanghari untuk melakukan mediasi.

Mediasi tersebut dilaksanakan di ruangan Asisten III Setda Kantor Bupati Batanghari yang dihadiri oleh Staf Ahli Bidang Pemerintah, Hukum dan Politik Setda Kantor Bupati Batanghari Suhabli, Kapolres Batanghari AKBP Mohamad Santoso, Kabag Ops Polres Batanghari Kompol Ahmad Bastari Yusuf, Kasat Pol PP Batanghari Ahmad Haryono, kasi Penanganan Konflik Kesbangpol Batanghari Ansori, Kanit II Sosial Ekonomi Sat Intelkam Polres Batanghari IPDA Saryono dan Asisten I Setda Kantor Bupati Batanghari Very Ardiansah.

Sementara perwakilan masa yang hadir pada mediasi tersebut berjumlah Delapan orang yang dihadiri oleh Korlap Aksi dan Ketua Karang Taruna Desa Pompa Air Martono, Waka Korlap dan Ketua Pemuda Kabupaten Batanghari Muklis, Rokhim, Ahmad, Hermanto, Krison, Ali dan Fitria.

Dalam mediasi tersebut perwakilan dari masa, Rokhim mengatakan kepada perwakilan Pemerintah Kabupaten Batanghari, agar kegiatan pengeboran sumur minyak ilegal tersebut tidak ditutup dan menjadikan kegiatan tersebut sebagai kegiatan tembang rakyat.

“Hal ini jangan dianggap sepele, jika tidak ada realisasi maka kami akan melaksanakan unras yang lebih besar,” kata Rokhim.

Hermanto yang juga perwakilan masa mengatakan, jika kegiatan tersebut ditutup maka pihak pemerintah harus membuka lapangan pekerjaan dan melakukan ganti rugi untuk kegiatan tersebut.

“Untuk biaya ganti rugi satu sumur sebesar Rp. 60 Juta dan kendaraan yang diamankan dan ditangkap petugas tolong dikeluarkan,” ujar Hermanto.

Kemudian dilanjutkan oleh Ali mengatakan, kenapa kegiatan tersebut tidak ditutup dari awal dan kenapa Pemda Batanghari tidak bisa melegalkan kegiatan tersebut sperti di daerah lain.

“Kan itu ada di wilayah sungai angin yang awalnya ilegal bisa menjadi legal dan menjadi lahan penghidupan masyarakat,” tutur Ali.

Dilanjutkan Ali, pada tahun 2008 lalu sudah pernah mengajukan usulan Koperasi Sumber Alam kepada Bupati Batanghari untuk pengelolaan sumur yang hingga saat ini tidak terealisasi.

“Silahkan cek arsipnya di Pemda Batanghari dan itu tolong segera direalisasikan,” pintanya.

Sementara itu, Fitria mengatakan, kegiatan tersebut jangan ditutup karena mengurangi pengganguran dan kalau memang salah tolong diarahkan dan diambil kebijakan.

“Kita mengetahui kewenangan Pemkab khusus kegiatan migas sudah diambil alih Provinsi dan Dinas SDM Kabupaten sudah dibubarkan dan diambil alih oleh Provinsi,” sebut Fitria.

Menanggapi hal tersebut Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Setda Kantor Bupati Batanghari, Suhabli mengatakan, untuk saat ini Izin pertambangan bukan kewenangan Pemerintah Kabupaten lagi dan kegiatan ilegal drilling ini sudah menjadi perhatian nasional.

“Kita juga telah melayangkan surat dari Bupati Batanghari kepada Kepala Kementrian Sumberdaya Energi pada bulan Januari 2019 dan untuk saat ini belum ada petunjuk dari pusat,” kata Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Setda Kantor Bupati Batanghari, Suhabli.

Sementara itu, Asisten I Setda Kantor Bupati Batanghari Verry Ardiansyah mengatakan, untuk saat ini urusan energi dan sumber daya mineral sudah jadi kewenangan Kementrian ESDM yang didelegasikan ke pihak Pemerintah Provinsi.

Pihak Pertamina, BP Migas, dan Kementrian ESDM PP nomor 1 tahun 2017 yang mana di dalam aturan itu yang boleh untuk dikelola adalah sumur tua yang mendapatkan izin, sumur dibawah tahun 1970.

“Untuk mencari lokasi sumur tua yang bisa dikelola di Wilayah Kec. Bajubang masih dalam pengelolaan pihak Pertamina,” kata Asiten I Setda Kantor Bupati Batanghari, Verry Ardiansyah.

Dilanjutkan Verry, hal tersebut sudah beberapa kali dirapatkan di Provinsi dan terbentur masih dalam pengelolaan pihak Pertamina, Regulasi aturan dan kewenangan Pemerintah Pusat. Tidak ada kewenangan Kabupaten tentang energi mineral, namun tentang dampak lingkungan menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten seperti kejadian kebakaran, pencemaran lingkungan dan lain-lain.

“Kami tampung aspirasi massa aksi namun untuk mengambil keputusan bukan kewenangan Pemerintah Kabupaten,” jelasnya.

Kapolres Batanghari AKBP Mohamad Santoso, mengatakan, regulasi untuk melegalkan di Kabupaten belum ada dan harus ada regulasi untuk melegalkan karena secara filosofi hukum itu untuk menciptakan keadilan di tengah Masyarakat.

“Pada prinsipnya Polisi itu menegakkan aturan,” kata Kapolres Batanghari AKBP Mohamad Santoso.

Dilanjutkan Santoso, kedepan dapat melakukan studi banding di daerah yang mana ilegal drilling sudah dilegalkan. Saat ini tidak ada kekuatan yuridis formil Kabupaten untuk melegalkan kegiatan tersebut.

“Aspirasi sudah kita tampung dan akan kita sampaikan kepada pihak yang berwenang,” ujarnya.

Dilanjutkannya lagi, kalau bicara aspek legalitas kegiatan tersebut sampai saat ini masih ilegal.

“Dalam permasalahan ini ada 2 aspek yaitu aspek hukum dan aspek sosial. Untuk penyampaian aspirasi harus tertib, jangan ada keributan,” pungkasnya.

Setelah mendapatkan penjelasan dari pihak berwenang perwakilan masa, Rokhim kembali menyapaikan orasinya, mengatakan, pada kesempatan kali ini adalah murni aspirasi dari masyarakat supaya jangan berhenti untuk langkah-langkah yang sudah dilakukan.

“Karna mata pencarian dan penghidupan Masyarakat tergantung dilokasi ilegal drilling. Maka apabila akan dilakukan penutupan lokasi sumur ilegal drilling maka dapat terjadi bentrok,” sebutnya.

Setelah menyampaikan hal tersebut akhirnya mediasi selesai dan masa membubarkan diri dengan tertib.(riz)

Pos terkait