Jambiseru.com – Keputusan untuk membeli mobil di era modern bukan lagi hanya tentang merek atau tenaga kuda, melainkan tentang komitmen finansial jangka panjang. Dengan meluasnya adopsi Mobil Listrik (Electric Vehicle/EV), konsumen dihadapkan pada pertanyaan krusial: Apakah EV, meskipun harga belinya awal lebih mahal, benar-benar menawarkan biaya total kepemilikan (Total Cost of Ownership/TCO) yang lebih rendah dibandingkan Mobil Mesin Pembakaran Internal (Internal Combustion Engine/ICE)? Analisis mendalam harus memperhitungkan faktor-faktor yang sering terabaikan, seperti biaya perawatan minimal, insentif pemerintah, dan, yang paling penting, tingkat depresiasi atau penyusutan nilai dari waktu ke waktu.
Secara umum, keunggulan EV terletak pada *Biaya Operasional dan Perawatan yang Jauh Lebih Rendah. Mobil listrik menghilangkan kebutuhan akan oli mesin, filter bahan bakar, busi, dan sistem knalpot yang rumit, sehingga secara signifikan mengurangi jadwal dan biaya servis rutin. Rem pada EV juga cenderung lebih awet karena adanya pengereman regeneratif. Selain itu, biaya pengisian daya listrik selalu lebih rendah daripada mengisi bahan bakar bensin per kilometer yang ditempuh. Penghematan ini, ditambah dengan insentif pajak dan subsidi yang ditawarkan pemerintah untuk mendorong adopsi EV, dapat **mengimbangi selisih harga beli awal* EV premium dalam jangka waktu lima hingga tujuh tahun.
Namun, faktor penentu terbesar dalam TCO adalah *Depresiasi dan Harga Jual Kembali (*Resale Value)*, dan di sinilah muncul tantangan utama bagi EV. Penyusutan nilai mobil ICE cenderung stabil dan dapat diprediksi, tetapi depresiasi EV dipengaruhi secara langsung oleh **kesehatan dan biaya penggantian baterai—komponen termahal pada kendaraan. Meskipun garansi baterai saat ini sangat baik, kekhawatiran konsumen di pasar mobil bekas tentang umur panjang dan biaya penggantian baterai dapat menekan harga jual kembali EV lama. Tren harga jual kembali akan sangat bergantung pada seberapa cepat kemajuan teknologi baterai baru (*Solid-State atau sejenisnya) membuat baterai lama terasa usang (obsolete), yang dapat menyebabkan depresiasi yang lebih cepat dibandingkan ICE yang teknologinya relatif statis.
Pada akhirnya, menghitung TCO yang akurat memerlukan pandangan yang sangat personal dan futuristik. Bagi pengemudi dengan jarak tempuh tinggi yang dapat memaksimalkan penghematan bahan bakar dan perawatan, EV kemungkinan akan memberikan penghematan TCO yang signifikan. Sebaliknya, bagi mereka yang khawatir tentang risiko teknologi usang dan ingin memegang harga jual kembali yang stabil, ICE mungkin masih menawarkan keamanan finansial yang lebih besar dalam jangka waktu pendek. Pasar aftermarket dan perusahaan asuransi kini berlomba-lomba untuk menetapkan standar harga dan risiko yang baru untuk EV, menandakan bahwa meskipun pergeseran ke listrik tak terhindarkan, model perhitungan nilai jangka panjang mobil masih berada di tengah revolusi. (doo)













