Oleh: Iham Singgih Prakoso*
JAMBISERU.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja membuktikan bahwa dirinya masih mempunyai cukup taring. Di tengah kemelut revisi Undang-Undang dan penetapan pimpinan KPK yang baru. Tidak hanya kontoversi tetapi juga menjadi tranding topik di berbagai media sosial. KPK baru saja menetapkan Imam Nahrawi sebagai tersangka dalam kasus suap dana hibah Jendral Komite Olahraga Nasional (KONI). Sebelumnya juga Ending Fuad Hamidy Sekretaris KONI, tersandung kasus yang sama korupsi dana hibah KONI.
Data statistik yang diperoleh dari halaman web KPK menunjukan bahawa tindak pidana korupsi dari tahun ketahun terus meningkat. Pada tahun 2017 jumlah keseluruhan 123 tindak pidana korupsi, dan pada tahun 2018 meningkat tajam menjadi 260 tindak pidana korupsi. Dilihat dari jumlah kerugin dari Indonesia Corruption Watch (ICW) selama tahun 2015 silam negara telah merugi 3,1 Triliun. tentunya hal ini membahayakan bagi perekonomian negara, ketahanan, serta integritas pejabat dan perekonomian menjadi semakin lesu, ketahanan negara kian terkikis.
Persoalan ini menunjukan bahwa korupsi di Indonesia cukup serius dan mencemaskan, karena telah merambah ke berbagai lembaga-lembaga negara Eksekutif Legislatif dan Yudikatif. Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang yang dimiliki oleh pejabat negara. Menurut Transparancy International Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di sepuluh Negara Asean, Indonesia menduduki peringkat empat, dibawah Malaysia, Berunai Darusalam dan Singapura. Singapura berada di posisi pertama sebagai negara paling bersih dari korupsi di asia tenggara.
Permasalahan utama kenapa sampai saat ini tingkat korupsi di Indonesia masih tinggi. Pertama karena hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi masih terbilang cukup ringan bisa dilihat didalam Pasal 2 Undang-Undang Tipikor, pidana penjara paling singkat empat tahun paling lama dua puluh tahun. Kurungan penjara yang singkat tidak membuat para pelaku korupsi menjadi jera, justru pelaku semakin menjadi jadi karena hukuman yang begitu ringan. Kedua, Sistem pengawasan terhadap pejabat Negara yang masih lemah dan kurangnya perhatian negara terhadap permasalahan korupsi.
Belum ditegakanya hukum secara tegas dan adil yang disinyalir menjadi poin utama penyebab korupsi tetap tumbuh subuh di institusi pemerintahan. Oleh sebab itu, dalam upaya memutus rantai korupsi di Indeonesia yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah memperkuat lembaga anti korupsi yaitu KPK, dengan membuat aturan hukum yang memberikan kewenagan yang luas sehingga dalam proses pemberantasan korupsi tidak terkendala dengan hal-hal yang teknis. Kemudian memberikan pengawasan yang ketat terhadap pejabat negara dalam pencegahan awal terhadap korupsi dan memberikan pemahaman terhadap masyarakat sipil maupun pejabat negara bahwa korupsi berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia serta diperlukanya pendidikan antikorupsi sejak dini. (***)
*) Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Indonesia