Oleh: Adi Riady*
TERKAIT dengan Kode Etik Penyelenggara Pemilu, maka terhadap istilah “Kode Etik”, diartikan sebagai satu kesatuan landasan norma moral, etis dan filosofis yang menjadi pedoman bagi perilaku penyelenggara pemilihan umum yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut dilakukan dalam semua tindakan dan ucapan.
Adapun tujuan kode etik ini adalah untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas Penyelenggara Pemilu, yang sesuai dengan asas Penyelenggaraan Pemilu, yaitu: (1) mandiri; (2) jujur; (3) adil; (4) kepastian hukum; (5) tertib; (6) kepentingan umum; (7) keterbukaan; (8) proporsionalitas; (9) profesionalitas;(10) akuntabilitas; (11) efisiensi; dan (12) efektivitas.
Lalu, Dalam Peraturan Kode Etik Pemilu, disebutkan ada 21 prinsip dasar yang merupakan kewajiban Penyelenggara Pemilu. Dalam Peraturan Kode Etik Pemilu diatur pula tentang pelaksanaan Prinsip Dasar Etika dan Perilaku bagi penyelenggara Pemilu. Dalam Peraturan Kode Etik Pemilu, telah ditentukan bahwa sanksi pelanggaran Kode Etik Pemilu, terdiri dari: (1) teguran tertulis; (2) pemberhentian sementara; atau (3) pemberhentian tetap.
Fakta yang terjadi bahwa pelaksanaan Pilkada secara langsung banyak menimbulkan berbagai persoalan, Pemerintah telah beberapa kali mengganti peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan Pilkada, terakhir adalah dengan keluarnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-undang (selanjutnya disingkat UU Nomor 8 Tahun 2015).