Jumlah Anak Penderita Stunting di Sarolangun Berkurang

Abdul Malik
Kabid Kesehatan Masyarakat, Abdul Malik. Foto: Penajambi.com

JAMBISERU.COM, Sarolangun – Jumlah angka penderita stunting di Kabupaten Sarolangun mengalami penurunan pada tahun 2018 yang lalu. Hal itu berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) pada Kementrian Kesehatan.

BACA JUGA: Juara Indonesia Open 2019, Chou Tien Chen Ukir Sejarah

Kabid Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Abdul Malik, Jumat (19/7/2019) kemarin, bahwa hasil Riskesdas tersebut angka stunting di Kabupaten Sarolangun berjumlah 18 persen dari jumlah Bayi Umur Lima Tahun (Balita) sebanyak 18.649 balita dan ibu hamil sebanyak 6.969 pada tahun 2018.

Bacaan Lainnya

“Dari hasil tersebut bisa dikatakan dari 10 orang anak balita, dua diantaranya terkena stunting,” katanya dikutip dari Penajambi.com–media partner Jambiseru.com.

Dengan jumlah 18 persen angka stunting ini, maka Kabupaten Sarolangun tidak dijadikan lagi sebagai lokus di Provinsi Jambi dalam hal penelitian angka stunting yang dilakukan oleh Kementrian kesehatan dalam rentang waktu lima tahun sekali itu.

“Tapi kalau berdasarkan Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2017 37,2 persen yang dilakukan oleh tiap tahun oleh Pusat, dibawah direktorat gizi.

Dan tahun 2018, Riskesdas menyatakan angka stunting 18 persen, maka terjadi penurunan. Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan daerah yang batas toleransi stunting itu dibawah 20 Persen,” katanya.

Meski begitu, di tingkat Provinsi Jambi, Kabupaten Sarolangun masih dianggap sebagai daerah bermasalah dalam hal angka stunting ini karena hasil PSG tahun 2017, namun di tingkat nasional Kabupaten Sarolangun sudah tidak bermasalah lagi karena hasil Riskesdas oleh balitbangkes tersebut.

“Riskesdas 2013 Kabupaten Sarolangun 29 persen. Namun tahun 2018 mengalami penurunan menjadi 18 persen dari jumlah kejadian atuu kasus balita (0-5 tahun) pendek dan sangat pendek,” katanya.

Katanya, terjadi penurunan angka stunting ini, disebabkan karena intervensi stunting yang dilakukan oleh dinas kesehatan. Pada prinsipnya intervensi ini ada dua cara yakni secara sensitif dan secara spesifik.

“Kita lakukan ranah spesifik, pemberian PMT Ibu hamil yang kurang energi kronis, remaja diberikan tablet FE, Setiap ibu hamil diperiksa malaria, dan dikasih 90 tablet zat besi sama asamfolat. Anak usia 0-6 bulan selalu didorong untuk memberikan asi eksklusif, tidak boleh mengkonsumsi makanan selain asi, karena untuk daya tahan tubuh dan pertumbuhan dan perkembangan bayi,” katanya.

“Kemudian kelas ibu hamil kita laksanakan di setiap desa, selalu informasikan persoalan ini melalui bidan desa dan kader, dan seluruh sektor terkait,” katanya.

Stunting ini, ini merupakan terjadinya gangguan pertumbuhan pada balita, tinggi badannya tidak sama dengan anak-anak seusianya. Atau juga bisa diartikan sebagai sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya. Penyebab utamanya adalah kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam kandungan hingga masa awal anak lahir yang biasanya tampak setelah anak berusia 2 tahun.

BACA JUGA: Tekuk Hendra/Ahsan, The Minions Pertahankan Gelar Indonesia Open

“Biasanya mulai dari kandungan itu sudah mengalami kekurangan gizi sampai setelah lahir hingga menginjak usia 2 tahun. Anak-anak yang sudah stunting diawal lahir, perkembangan dan pertumbuhan akan terganggu, serta tingkat kecerdasan akan mengalami penurunan, karena pertumbuhan dan perkembangan yang baik itu butuh gizi yang baik,” katanya. (put)

Pos terkait