Opini Musri Nauli : Dilarang Masuk atau Diusir ?

Musri Nauli SH
Musri Nauli SH

Jambi Seru – Beberapa waktu yang lalu, Indonesia dihebohkan dengan peristiwa “tidak masuknya” tokoh Indonesia ke Singapura.

Berbagai polemik kemudian muncul. Mengapa negara “seupil” wilayah Indonesia begitu berani terhadap warga negara Indonesia. Selain itu, apa alasan yang menyebabkan Singapura berani tegas untuk menahan masuknya ke Singapura ?

Tentu saja banyak alasan yang mungkin saja diterapkan oleh Singapura. Termasuk Singapura sama sekali tidak memberikan alasan terhadap sikap negara Singapura.

Bacaan Lainnya

Berbagai istilah kemudian muncul. Ada yang menyebutkan “deportasi’. Ada yang menyebutkan, tokoh itu sama sekali tidak dibenarkan masuk atau dilarang masuk.

Bahkan media massa besar di Indonesia malah ikut hiruk-pikuk memperkeruh keadaan dan sama sekali tidak mendidik masyarakat.

Tanpa tanggung-tanggung judul besar dikemas dengan kata-kata “Deportasi”.

Peristiwa yang menghebohkan tentu saja terlalu sayang untuk dilewatkan. Tanpa harus masuk campur tangan urusan diplomatik dan urusan negara Singapura, pada kesempatan ini, peristiwa ini mengajarkan. Apakah peristiwa itu merupakan penting untuk mendudukkan persoalan dilihat dari perspektif hukum.

Sebagaimana diketahui, Indonesia mengenal UU Imigrasi. UU Imigrasi adalah turunan dari Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 26 ayat (2), dan Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tentu saja pengaturan yang disebutkan didalam UU Imigrasi. Termasuk definisi imigrasi, kategori masuk atau keluar dari Indonesia, dokumen perjalanan, visa, tana masuk dan izin tinggal, tindakan administrasi keimigrasian, tanda masuk dan tanda keluar dan beberapa kewenangan yang termasuk kedalam lingkup imigrasi.

Dari Seluruh pasal-pasal yang diatur didalam UU Imigrasi, beberapa point krusial yang berkaitan dengan tema pembahasan menarik untuk ditelusuri.

Sebagaimana diatur didalam UU Imigrasi, setiap orang yang masuk kemudian diberikan tanda masuk berupa tanda tertentu berupa cap yang dibubuhkan didalam dokumen perjalanan. Begitu sebaliknya.

UU Imigrasi juga mengatur tentang kewenangan negara Indonesia sebagai negara berdaulat untuk mengatur tentang pencegahan dan penangkalan terhadap warganegara asing.

Didalam UU Imigrasi, definisi pencegahan adalah larangan sementara terhadap orang untuk keluar dari Wilayah Indonesia berdasarkan alasan Keimigrasian atau alasan lain yang ditentukan oleh undang-undang.

Sedangkan Penangkalan adalah larangan terhadap Orang Asing untuk masuk Wilayah Indonesia berdasarkan alasan Keimigrasian.

Dalam praktek, pencegahan dan penangkalan kemudian dikenal sebagai “larangan masuk” ke wilayah Indonesia. Dalam bahasan sehari-hari dikenal “dilarang masuk”.

Sedangkan upaya mencegah masuknya warganegara yang melakukan kegiatan yang dapat membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati dan tidak mematuhi peraturan perundang-undangan atau dapat mengancam kestabilan politik.

Berdasarkan kewenangannya, maka Imigrasi dapat mengklasifikasikan kegiatan yang dilakukan sehingga upaya “Cegah dan tangkal” dengan menerbitkan “larang masuk” ke Indonesia.

Sedangkan warganegara asing yang kemudian setelah masuk ke wilayah Indonesia namun kemudian terbukti melakukan kegiatan yang dilarang maka dapat dilakukan upaya paksa.

Mekanisme inilah yang kemudian dikenal sebagai “deportasi”.

Jadi beda sekali antara “dilarang masuk” dengan “deportasi”.

Dengan melihat mekanisme pengaturan didalam keimigrasian, maka peristiwa yang menimpa tokoh di Singapura dapat dikategorikan sebagai “dilarang masuk”. Bukan deportasi yang diberitakan selama ini oleh media massa.

Berbeda juga dengan penjelasan berbagai tokoh hukum yang menyebutkan, penyebab “dilarang masuk” ataupun “deportasi” yang dilakukan oleh negara Indonesia tidak perlu lagi menyebutkan alasannya.

Didalam UU Imigrasi tegas menyatakan. Setiap upaya paksa (deportasi) harus dilakukan secara tertulis dan disertasi dengan alasan.

Semoga penjelasan didalam membaca UU Imigrasi dapat menjawab keraguan yang menjadi polemik yang terjadi akhir-akhir ini. (*)

Advokat. Tinggal di Jambi

Pos terkait