UKW dan Butuh Sistem Pengujian Khusus Untuk Wartawan Media Daring

Pengujian Khusus Untuk Wartawan Media Daring
PWI Jambi melaksanakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) pada 24-25 September 2021 di Hotel BW Luxury, Kota Jambi. Foto : Jambiseru.com

Mulai dari proyeksi berita, evaluasi sampai investigasi, semua instruksi dan rapat dilakukan dalam grup WA. Setelah itu, semua bahan dikumpulkan lagi di dalam grup itu. Lalu redaktur dan pemred, membaca dan mengedit serta memutuskan berita apa yang layak tayang dari dalam grup WA tersebut.

Proses berikutnya adalah memposting berita di media daring. Lalu, link berita dimasukkan lagi ke dalam grup redaksi itu untuk kemudian didistribusikan lewat media-media sosial.

Lihat? Betapa sederhana dan cepatnya kerja redaksi media daring dibanding media cetak atau koran.

Bacaan Lainnya

Meski tanpa rapat formal, namun semua kerja-kerja redaksi, tetap diterapkan di redaksi media daring. Cuma bentuknya saja yang berubah. Lebih ke online. Sedikit mengabaikan offline.

Selain itu, di dalam rapat redaksi koran, melulu membahas soal ide, tema, sasaran hingga gambaran besaran atau dampak berita bagi masyarakat luas.

Sementara di dalam rapat redaksi media daring, tak hanya itu yang dibahas. Redaksi media daring juga membahas judul berita yang ramah SEO (search engine optimized).

Pada media daring, SEO atau keyword (kata kunci) adalah raja sekaligus ratu. Ini yang paling utama. Judul sangat menentukan apakah berita ini akan “lengket” di situs pencarian -semisal Google, Yahoo, Bing atau Yandex- atau tidak.

Pemilihan judul jauh lebih berat rapatnya ketimbang rapat proyeksi berita.

Makanya, lumrah jika di media daring, ada divisi khusus yang mengurusi SEO. Biasanya disebut SEO Master. Posisinya sejajar dengan redaktur. Bahkan melihat fungsinya, SEO Master berada di atas redaktur.

SEO Master tugasnya lebih berat ketimbang redaksi. Ia harus melaksanakan research keyword. Setelah keyword yang berharga didapat, keyword ini diterapkan ke dalam judul. Saat inilah redaktur dilibatkan. Agar keyword yang berharga tadi, tidak menabrak aturan EYD.

Ia juga harus membina PBN (Private Blog Network) agar berita yang nantinya sudah menerapkan SEO, bisa lebih kuat pointnya di situs pencarian. PBN ini berfungsi sebagai pembangun Backlink atau link balik.

Sehingga, SEO, PBN, Backlink (baik follow maupun nofollow) sangat menentukan berita itu berharga atau tidak di situs pencarian dan masyarakat pengguna internet.

Apakah di redaksi koran dibahas tentang SEO? Apakah redaksi koran ada posisi SEO Master? Apakah koran membahas backlink dan PBN?

Jadi, alangkah baiknya jika di UKW, khusus peserta dari media daring, lebih diterapkan praktek penentuan judul berita yang ramah SEO.

Sehingga, sepulang dari UKW, wartawan media daring bertambah wawasannya di bidang SEO dan keredaksian media daring.

Kesimpulannya, rapat redaksi yang diterapkan dalam UKW saat ini, terasa asing oleh wartawan berlatar media daring. Ini perlu penyesuaian di kemudian hari.

Deadline

Masih terkait dengan rapat redaksi. Deadline di media cetak dan media online sangat berbeda. Deadline di media daring jauh lebih singkat ketimbang media cetak.

Perbandingannya begini. Jika di media cetak deadlinenya per satu hari atau 1 x 24 jam, di media daring per saat ini atau 1 x 1 detik.

Melihat deadline yang beda jauh ini, tentu rapat redaksi media cetak tidak bisa diterapkan di media daring. Apalagi deadline media cetak tentu tak bisa diterapkan di media daring.

Jika diibaratkan, mengurus media cetak sama dengan mengurus anak remaja. Tak terlalu repot. Tapi mengurus media daring sama dengan mengurus bayi! Sangat repot. Tak bisa ditinggalkan. Semua berkejaran dengan waktu dan kesiapsiagaan penuh! 1 detik sangat berharga di media daring.

Peliputan

Lalu pada materi peliputan, tidak bisa disamakan antara media cetak dengan media daring. Kalau di media cetak biasanya menerapkan liputan sekali putus. Maksudnya, begitu wartawan meliput, semua selesai di situ.

Tetapi di media daring, menerapkan sistem peliputan berantai. Begitu wartawan turun meliput, berita tak boleh putus alias berantai. Misal, ada peristiwa kebakaran. Wartawan media daring yang di lokasi melaporkan suasana di TKP dalam bentuk berita bagian per bagian.

Berita pertama bisa soal kondisi api sudah padam atau belum. Berita kedua soal upaya pemadam kebakaran sudah turun atau belum. Berita ketiga soal kondisi pemilik rumah. Berita ke empat dan seterusnya ditulis per saat itu dan dinaikkan per saat itu oleh redaksi.

Sistem kerja media daring tak ubahnya sistem kerja di media televisi saat siaran langsung. Sehingga, dalam satu peristiwa, berita yang diturunkan redaksi bisa mencapai puluhan jumlahnya meski narasinya pendek-pendek.

Sementara media cetak, meliput saat peristiwa itu berlangsung, lalu menerbitkannya esok hari. Lihat, betapa jauh bedanya.

Jadi dari sisi penugasan peliputan antara wartawan media cetak dengan media daring, selayaknya dibedakan dalam materi ujian (mungkin lebih kepada memperkaya enjel berita saat peristiwa terjadi).

Alasannya? Ya, karena memang beda!

Investigasi

Di media cetak, investigasi lumrah dilakukan oleh redaksi. Ini terkait erat dengan deadline yang jauh lebih “santai” ketimbang media daring.

Dengan 1 x 24 jam, waktu investigasi rasanya cukup untuk mengejar deadline. Wartawan yang meliput berita indepth story tersebut, bisa melakukannya sedari pagi hingga sore hari. Malanya, redaktur dan pemred, bisa mengedit dan memperkaya berita tersebut.

Tetapi di media daring, investigasi bukan hal lumrah. Ini pekerjaan mahal dan menghamburkan waktu!

Dengan deadline 1 x 1 detik, mengurus berita investigasi tidak bisa dilakukan oleh wartawan yang bertugas sehari-hari. Karena begitu wartawan tersebut ditugaskan mengerjakan proyeksi berita investigasi, ia akan meninggalkan pos liputannya dan mengabaikan puluhan bahkan ratusan berita yang mestinya bisa diproduksi oleh wartawan tersebut.

Maka itu, bagi redaksi media daring yang punya rubrik khusus seperti LIPSUS maupun INDEPTH STORY, bisa dipastikan mereka memiliki tim khusus yang mengurus berita investigasi.

Pos terkait