Ketetapan Jihad dalam Perang Kemerdekaan

Rahmi Ayu Ningsih. (Ist)
Rahmi Ayu Ningsih. (Ist)

Ketetapan Jihad dalam Perang Kemerdekaan

Oleh: Rahmi Ayu Ningsih

JAMBISERU.COM – Ulama tidak memerhatikan pergumulan perebutan kursi eksekutif dengan kementeriannya, dan legislatif dengan BP KNIP serta Kementerian Keamanan Rakjat seperti yang diperankan oleh pimpinan Sosialis dan Komunis yang pernah kerjasama dengan Sekoetoe atau penjajah Belanda. Masalah pemerintahan atau eksekutif, para Ulama menyerahkan kepercayaannya mutlak kepada Dwi Tunggal Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Bacaan Lainnya

Berangkat dari pengalaman kelembagaan Pesantren yang lama dipimpinnya, Ulama hanya memiliki makna lawannya adalah imperialis Barat, yakni Keradjaan Protestan Belanda dan pemerintah kolonial Belanda. Ulama tidak terlatih mengembangkan sikap untuk berprasangka pada lawannya dari pimpinan partai politik bangsa sendiri dari kelompok Sosialis dan Komunis.

Oleh karena itu, fokus perhatiannya dalam mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945 hanya dengan angkat senjata dalam organisasi kesenjataan, baik dalam Lasjkar Hizboellah, Sabilillah bersama BKR, TKR, TRI dan TNI, selama Perang Kemerdekaan 1364-1369 H/1945-1950 M, melawan Tentara Sekoetoe Inggris dan NICA.

Dengan adanya pendaratan Tentara Sekoetoe dan NICA di Jakarta, Semarang dan Surabaya, serta Sumatra, 29 September 1945, sedangkan pemerintah Republik Indonesia tidak melakukan perlawanan yang nyata terhadap tindakan NICA dan Balatentara Djepang maka Rapat Besar Wakil2 Daerah (Konsoel 2) Perhimpoenan Nahdlatoel Oelama seluruh Jawa dan Madura, 21-22 Oktober 1945, Ahad Legi-Senin Pahing, 14-15 Dzulqaidah 1364 mengajukan Resoloesi Djihad,33 pada pemerintah Republik Indonesia:

memohon dengan sangat kepada Pemerintah Repoeblik Indonesia, soepaja menentoekan soeatoe sikap dan tindakan jang njata serta sepadan terhadap tiap2 oesaha jang akan membahajakan kemerdekaan Agama dan negara Indonesia, teroetama terhadap fihak Belanda dan kaki-tangannja.

soepaja memerintahkan melandjoetkan perdjoeangan bersifat “sabiloellah” oentoek tegaknja Negara Repoeblik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.

Resoloesi Djihad di atas, pada saat terbentuknya Partai Islam Indonesia Masjoemi, di Jogyakarta 7 November 1945, Rabu Pon, 1 Dzulhijjah 1364, menjadi Resoloesi Djihad dari Moe’tamar Oemmat Islam Indonesia. Antara lain:

Bahwa tiap2 bentoek pendjadjahan adalah soeatoe kezaliman jang melanggar perikemanoesiaan dan njata2 diharamkan oleh Agama Islam, maka 60 Miljoen Kaoem Moeslimin Indonesia Siap Berdjihad Fi Sabilillah. Perang Di djalan Allah Oentoek Menentang Tiap-tiap Pendjadjahan.

Memperkoeat pertahanan Negara Indonesia dengan berbagai oesaha, maka disoesoenlah soeatoe barisan jang diberi nama: Barisan Sabilillah, dibawah pengawasan Masjoemi. Barisan ini adalah menjadi Barisan Istimewa dari Tentara Keamanan Rakjat – T. K. R.

Keputusan Moe’tamar Oemmat Islam Indonesia di bidang organisasi kesenjataan di kalangan Ulama dengan nama Barisan Sabilillah di atas, 7 November 1945, Rabu Pon, 1 Dzulhijjah 1364 sebagai kelanjutan dari telah terbentuknya 68 Batalyon Tentara Pembela Tanah Air – Peta, 3 Oktober 1943, dan 400.000 Barisan Hizboellah – Tentara Allah, September 1943, pada masa Pendudukan Balatentara Djepang 1942-1945 M.

Nugroho Notosusanto menjelaskan bahwa Kapten Yanagama selama dua bulan melatih 50.000 Kaikyo Seinen Teisintai atau Hizboellah – Tentara Allah sebagai pembantu Tentara Pembela Tanah Air – Peta. Keduanya, Tentara Pembela Tanah Air – Peta dan Hizboellah – Tentara Allah, serta Barisan Sabilillah sesudah Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi pendukung utama terbentuknya Tentara Keamanan Rakjat, 5 Oktober 1945, Djoemat Kliwon, 29 Sjawwal 1364. (***)

*) Penulisan Merupakan Mahasiswi Unja

Pos terkait